Sanggau (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat menahan seorang aparatur sipil negara (ASN) setempat terkait dugaan tindak pidana korupsi pembayaran tera ulang dengan cara melakukan pungutan liar (pungli) kurang lebih sebesar Rp4,4miliar.
"Tersangka sudah kami tahan, akan tetapi penyidikan tetap berlanjut untuk mengetahui kemana saja aliran uang hasil pungutan tersebut," kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Sanggau Adi Rahmanto, di Sanggau, Selasa.
Adi menjelaskan sejak tahun 2020 hingga 2023, tersangka melakukan pungutan yang tidak sesuai dengan peraturan daerah (perda) dengan total hasil pungutan sebesar Rp4,4 miliar.
Sedangkan retribusi yang disetorkan oleh tersangka dari hasil pungutan tersebut hanya sebesar Rp362,3 juta.
Adi mengatakan dugaan Tipikor pungutan pembayaran tera di wilayah Sanggau sejak tahun 2020 sampai dengan 2023 terjadi ketika ada salah satu perusahaan atau pemilik alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) melakukan permohonan untuk dilakukan tera ulang ke Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sanggau melalui tersangka GL yang merupakan ASN.
Kemudian, tersangka GL menentukan jumlah pembayaran yang harus dibayar serta meminta kepada pemilik UTTP untuk dilakukan pembayaran sebelum dilakukan tera ulang dengan cara di transfer ke rekening milik tersangka GL atau pembayaran dilakukan di tempat pada saat sudah dilakukan tera ulang secara tunai dengan jumlah yang tidak sesuai dengan tarif dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau.
Menurut Adi, dalam kurun waktu dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2023 total pungutan yang ditarik dari pemilik UTTP yaitu sebesar Rp4,4 miliar dengan rincian tahun 2020 pungutan sebesar Rp843,5 juta, tahun 2021 sebesar Rp1,117 miliar, tahun 2022 sebesar Rp1,744 miliar dan tahun 2023 pungutan sebesar Rp771,9 juta.
Sementara, uang retribusi yang disetor ke kas daerah dalam kurun waktu tersebut hanya Rp362,3 juta dengan rincian tahun 2020 sebesar Rp 44,3 juta, tahun 2021 sebesar Rp136 juta, tahun 2022 sebesar Rp98 juta dan tahun 2023 sebesar Rp82,9 juta.
"Itu yang kami masih lakukan penyidikan, terkait aliran uang tersebut," ucapnya.
Adi menyebutkan dalam perkara tersebut tersangka dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau pasal 8 Undang-Undang bomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
"Saat ini tersangka kami tahan di Rutan Kelas II B Sanggau untuk proses hukum lebih lanjut," kata Adi.
"Tersangka sudah kami tahan, akan tetapi penyidikan tetap berlanjut untuk mengetahui kemana saja aliran uang hasil pungutan tersebut," kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Sanggau Adi Rahmanto, di Sanggau, Selasa.
Adi menjelaskan sejak tahun 2020 hingga 2023, tersangka melakukan pungutan yang tidak sesuai dengan peraturan daerah (perda) dengan total hasil pungutan sebesar Rp4,4 miliar.
Sedangkan retribusi yang disetorkan oleh tersangka dari hasil pungutan tersebut hanya sebesar Rp362,3 juta.
Adi mengatakan dugaan Tipikor pungutan pembayaran tera di wilayah Sanggau sejak tahun 2020 sampai dengan 2023 terjadi ketika ada salah satu perusahaan atau pemilik alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) melakukan permohonan untuk dilakukan tera ulang ke Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sanggau melalui tersangka GL yang merupakan ASN.
Kemudian, tersangka GL menentukan jumlah pembayaran yang harus dibayar serta meminta kepada pemilik UTTP untuk dilakukan pembayaran sebelum dilakukan tera ulang dengan cara di transfer ke rekening milik tersangka GL atau pembayaran dilakukan di tempat pada saat sudah dilakukan tera ulang secara tunai dengan jumlah yang tidak sesuai dengan tarif dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sanggau.
Menurut Adi, dalam kurun waktu dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2023 total pungutan yang ditarik dari pemilik UTTP yaitu sebesar Rp4,4 miliar dengan rincian tahun 2020 pungutan sebesar Rp843,5 juta, tahun 2021 sebesar Rp1,117 miliar, tahun 2022 sebesar Rp1,744 miliar dan tahun 2023 pungutan sebesar Rp771,9 juta.
Sementara, uang retribusi yang disetor ke kas daerah dalam kurun waktu tersebut hanya Rp362,3 juta dengan rincian tahun 2020 sebesar Rp 44,3 juta, tahun 2021 sebesar Rp136 juta, tahun 2022 sebesar Rp98 juta dan tahun 2023 sebesar Rp82,9 juta.
"Itu yang kami masih lakukan penyidikan, terkait aliran uang tersebut," ucapnya.
Adi menyebutkan dalam perkara tersebut tersangka dijerat Pasal 12 ayat (1) huruf e Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau pasal 8 Undang-Undang bomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
"Saat ini tersangka kami tahan di Rutan Kelas II B Sanggau untuk proses hukum lebih lanjut," kata Adi.