Banda Aceh (ANTARA) - Polresta Banda Aceh menetapkan sebanyak enam mahasiswa dari 16 orang yang ditangkap saat melakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPR Aceh, Kamis (29/8/2024), sebagai tersangka terkait ujaran kebencian.
"Dari 16 orang itu yang bisa kami buktikan perannya masing-masing adalah sebanyak enam orang (tersangka)," kata Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli, di Banda Aceh, Jumat.
Kapolres menjelaskan, para mahasiswa tersebut ditetapkan tersangka dengan membentangkan spanduk bertuliskan ujaran kebencian di muka umum.
Kemudian, juga membuat tulisan kebencian pada sejumlah titik dan pos Polantas di Banda Aceh.
"Ternyata dari hasil pemeriksaan saksi, barang bukti lainnya terdapat enam mahasiswa diduga kuat sebagai pelaku dalam pemasangan spanduk bertuliskan permusuhan dan ujaran kebencian," ujarnya.
Fahmi menjelaskan, 16 mahasiswa ditangkap tersebut adalah mereka dari Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) dan LMND Lhokseumawe yang melakukan aksi di depan kantor DPR Aceh pada Kamis (29/8) dengan tuntutan upah buruh, kemiskinan, korupsi, pendidikan mahal dan lainnya.
Saat aksi berlangsung, kata dia, sekitar pukul 17.17 WIB Kabag Ops Polresta Banda Aceh menemui massa untuk berkoordinasi agar tidak memblokir lalu lintas dan tidak membakar ban di tengah jalan.
"Namun, massa tidak terkendali karena beranggapan akan dibubarkan, hingga selanjutnya 16 orang diamankan," katanya.
Fahmi menuturkan, selain enam orang tersangka ujaran kebencian, tujuh dari mahasiswa tersebut juga dinyatakan positif narkoba jenis ganja berdasarkan hasil tes urine.
"Ada tujuh orang positif narkoba jenis ganja, dan untuk mereka akan direhabilitasi dan dikembalikan ke keluarga," ujarnya.
Dia menambahkan, mahasiswa pendemo tersebut memang memiliki atribut kampus, tetapi mereka tidak mewakili kampus masing-masing.
Bahkan pihak perguruan tinggi juga tidak mengetahuinya. Artinya, mereka bergerak sendiri, dan diduga terpengaruhi kelompok anarkis.
Para tersangka ujaran kebencian tersebut dikenakan pasal 156 dan atau pasal 157 ayat 1 jo 55 KUHP, di mana sarang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Saat ini, ke 16 mahasiswa tersebut masih berada di Mapolresta Banda Aceh, dan menunggu penjemputan dari orang tua mereka untuk dilakukan pembinaan.
"Dalam proses pemulangan ini, kami melibatkan orang tua, keuchik (kepala desa), dan di mana kampus mereka kuliah, sehingga dengan tindakan tegas ini kami harapkan kampus-kampus dapat mengambil sikap," demikian Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli.
"Dari 16 orang itu yang bisa kami buktikan perannya masing-masing adalah sebanyak enam orang (tersangka)," kata Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli, di Banda Aceh, Jumat.
Kapolres menjelaskan, para mahasiswa tersebut ditetapkan tersangka dengan membentangkan spanduk bertuliskan ujaran kebencian di muka umum.
Kemudian, juga membuat tulisan kebencian pada sejumlah titik dan pos Polantas di Banda Aceh.
"Ternyata dari hasil pemeriksaan saksi, barang bukti lainnya terdapat enam mahasiswa diduga kuat sebagai pelaku dalam pemasangan spanduk bertuliskan permusuhan dan ujaran kebencian," ujarnya.
Fahmi menjelaskan, 16 mahasiswa ditangkap tersebut adalah mereka dari Solidaritas Mahasiswa untuk Rakyat (SMUR) dan LMND Lhokseumawe yang melakukan aksi di depan kantor DPR Aceh pada Kamis (29/8) dengan tuntutan upah buruh, kemiskinan, korupsi, pendidikan mahal dan lainnya.
Saat aksi berlangsung, kata dia, sekitar pukul 17.17 WIB Kabag Ops Polresta Banda Aceh menemui massa untuk berkoordinasi agar tidak memblokir lalu lintas dan tidak membakar ban di tengah jalan.
"Namun, massa tidak terkendali karena beranggapan akan dibubarkan, hingga selanjutnya 16 orang diamankan," katanya.
Fahmi menuturkan, selain enam orang tersangka ujaran kebencian, tujuh dari mahasiswa tersebut juga dinyatakan positif narkoba jenis ganja berdasarkan hasil tes urine.
"Ada tujuh orang positif narkoba jenis ganja, dan untuk mereka akan direhabilitasi dan dikembalikan ke keluarga," ujarnya.
Dia menambahkan, mahasiswa pendemo tersebut memang memiliki atribut kampus, tetapi mereka tidak mewakili kampus masing-masing.
Bahkan pihak perguruan tinggi juga tidak mengetahuinya. Artinya, mereka bergerak sendiri, dan diduga terpengaruhi kelompok anarkis.
Para tersangka ujaran kebencian tersebut dikenakan pasal 156 dan atau pasal 157 ayat 1 jo 55 KUHP, di mana sarang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Saat ini, ke 16 mahasiswa tersebut masih berada di Mapolresta Banda Aceh, dan menunggu penjemputan dari orang tua mereka untuk dilakukan pembinaan.
"Dalam proses pemulangan ini, kami melibatkan orang tua, keuchik (kepala desa), dan di mana kampus mereka kuliah, sehingga dengan tindakan tegas ini kami harapkan kampus-kampus dapat mengambil sikap," demikian Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli.