Muara Teweh (ANTARA) - Anggota DPRD Barito Utara,Kalimantan Tengah, Tajeri menyayangkan aksi boikot 11 anggota dewan pendukung pasangan calon kepala daerah Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo terhadap pengesahan Raperda Perubahan APBD 2024, selain berdampak kepada ribuan pendaftar CPNS, juga berdampak pada program seluruh dinas.
"Anggota DPRD ini dipilih oleh masyarakat sebagai wakil rakyat yang mewakili dan menjalankan amanat masyarakat, jangan sampai menghambat program-program masyarakat," tegas Tajeri di Muara Teweh, Jumat.
Menurut dia, dibatalkannya rapat paripurna sebanyak enam kali, karena ketidakhadiran 11 anggota dewan menuai sorotan dari kalangan ASN, maupun tokoh masyarakat.
Tajeri menyatakan, perbedaan pendapat itu wajar, tapi dipersilahkan untuk memberikan alasannya di dalam forum.
“Dalam hal ini, kita sebagai wakil rakyat memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018,” kata Tajeri.
Terlebih DPRD punya hak menyetujui atau menolak anggaran, sesuai mekanisme yang ditentukan. Sementara aksi boikot dan surat terbuka tidak ada ketentuan dalam peraturan.
"Tata tertib (Tatib) itu, anggota DPRD memiliki kewajiban untuk hadir serta membahas bersama, setelah disetujui untuk dibawa ke paripurna dan hak dewan menyampaikan pendapat fraksi," katanya.
Tajeri menegaskan, dalam Pasal 159 ayat 3 poin B, tidak menghadiri rapat paripurna dan rapat alat kelengkapan DPRD yang lain, yang menjadi tugas dan kewajiban sebanyak enam kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, ada tiga poin yang perlu dipahami anggota dewan.
“Pertama adalah kewenangan partai politik untuk pemberhentian antarwaktu, lalu penggantian antarwaktu yang juga kewenangan dari partai politik, dan yang terakhir adalah pemberhentian, yang merupakan kewenangan dari pimpinan sementara berdasarkan bukti-bukti yang ada,” tegas Tajeri.
"Anggota DPRD ini dipilih oleh masyarakat sebagai wakil rakyat yang mewakili dan menjalankan amanat masyarakat, jangan sampai menghambat program-program masyarakat," tegas Tajeri di Muara Teweh, Jumat.
Menurut dia, dibatalkannya rapat paripurna sebanyak enam kali, karena ketidakhadiran 11 anggota dewan menuai sorotan dari kalangan ASN, maupun tokoh masyarakat.
Tajeri menyatakan, perbedaan pendapat itu wajar, tapi dipersilahkan untuk memberikan alasannya di dalam forum.
“Dalam hal ini, kita sebagai wakil rakyat memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018,” kata Tajeri.
Terlebih DPRD punya hak menyetujui atau menolak anggaran, sesuai mekanisme yang ditentukan. Sementara aksi boikot dan surat terbuka tidak ada ketentuan dalam peraturan.
"Tata tertib (Tatib) itu, anggota DPRD memiliki kewajiban untuk hadir serta membahas bersama, setelah disetujui untuk dibawa ke paripurna dan hak dewan menyampaikan pendapat fraksi," katanya.
Tajeri menegaskan, dalam Pasal 159 ayat 3 poin B, tidak menghadiri rapat paripurna dan rapat alat kelengkapan DPRD yang lain, yang menjadi tugas dan kewajiban sebanyak enam kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, ada tiga poin yang perlu dipahami anggota dewan.
“Pertama adalah kewenangan partai politik untuk pemberhentian antarwaktu, lalu penggantian antarwaktu yang juga kewenangan dari partai politik, dan yang terakhir adalah pemberhentian, yang merupakan kewenangan dari pimpinan sementara berdasarkan bukti-bukti yang ada,” tegas Tajeri.