Palangka Raya (ANTARA) - Tim Dosen dari Universitas Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) mencanangkan gerakan Makan Kelakai dan Bajei bagi masyarakat di Desa Tewang Karangan, Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten Katingan guna mencegah stunting di daerah setempat.
Dosen Universitas PGRI Palangka Raya Silvia Arianti, S.Pd., M.Pd. di Tewang Karangan, Senin (14/10) mengatakan, kegiatan pencanangan ini dilaksanakan melalui Hibah Kemendikbud Ristek program pengabdian masyarakat tahun 2024 .
"Gerakan ini juga didukung dengan pembuatan demplot kelakai dan bajei, praktik pengolahan makanan berbahan kelakai dan bajei berupa Kue Kering Kalakai dan Bajei, Stik Kelakai dan Bajei, Nugget Kelakai dan Bajei, Pentol Kelakai dan Bajei, Sempol Kelakai dan Bajei serta Dimsum Kelakai dan Bajei," kata Silvia yang merupakan ketua Tim Hibah Pengmas Universitas PGRI Palangka Raya.
Dia mengatakan, tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk mencegah dan mengatasi stunting di desa Tewang Karangan melalui gerakan gemar makan kelakai dan bajei.
Gerakan ini terdiri dari dua bagian, yaitu melalui produksi kelakai dan bajei yang stabil dalam jumlah yang cukup serta meningkatkan minat masyarakat untuk mengonsumsi kelakai dan bajei dalam pola makan sehari-hari.
Dia mengatakan, masyarakat desa Tewang Karangan biasa mencari kelakai dan bajei ini di Kawasan hutan dan dipetik begitu saja secara gratis.
Meskipun demikian pemanfaatan kelakai dan bajei sebagai bahan pangan lokal bagi masyarakat desa Tewang Karangan menghadapi banyak masalah.
Masalah pertama adalah habitat dari kedua tanaman ini terancam oleh proses deforestasi dan kegiatan pertambangan rakyat.
Selama periode tahun 2000–2021 luas hutan Kalimantan Tengah berkurang dari 9.015.334 hektare menjadi 7.356.028 Hektare. Berkurangnya hutan ini berdampak pada rusaknya habitat tanaman kalakai dan bejei.
Baca juga: BPJS Kesehatan sediakan layanan administrasi program JKN di MPP
Permasalahan kedua adalah belum ada sistem budidaya kelakai dan bajei, selama ini masyarakat hanya mencari tetapi tidak menanam. Sehingga hasil berburu tanaman kalakai dan bajei belum tentu mencukupi kebutuhan. Apalagi habitat kelakai dan bajei semakin jauh dari pemukiman warga.
Permalahan ketiga, berkaitan dengan persepsi masyarakat. Sayuran kelakai dan bajei dinilai sebagai sayuran yang tidak bergengsi dan makanan orang biasa sehingga kandungan gizi yang baik dari kedua tanaman ini menjadi terabaikan.
Kegiatan pengmas ini dihadiri tim Hibah yang terdiri dari Resviya S.Pd., M.Pd, Marni S.Pd., M.Pd dan didukung mahasiswa, diantaranya Yuliani, Maulana Muhammad Ilham, Ulfah Khairiah dan Nayla Muna serta turut hadir juga Wakil Rektor I Bidang Akademik bapak Dr. Dhanu Pitoyo, S. Ag., M. Si. dan Bapak/Ibu dosen lainnya.
Wakil Rektor I Universitas PGRI Palangka Raya ini mengharapkan agar program dapat dilanjutkan dengan pengembangan sistem produksi, perijinan, pengemasan, labeling produk dan pemasaran, sehingga kaum perempuan di desa Tewang Karangan bisa memperoleh pendapatan tambahan dengan memproduksi makanan olahan berbasis kelakai dan bajei.
Pada kegiatan ini yang sumber dananya dari hibah Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi ini turut terlibat Lembaga Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat (eLPaM), Tim Penggerak PKK Kecamatan Pulau Malan dan Pemerintah Desa Tewang Karangan.
Kepala Desa Tewang Karangan Sutrisno mengatakan Desa Tewang Karangan, Kecamatan Pulau Malan sebagian penduduknya adalah Petani dan nelayan.
“Desa Tewang Karangan memiliki fasilitas Kesehatan berupa puskesmas pembantu yang memiliki tiga orang tenaga Kesehatan. Kegiatan posyandu di desa Tewang Karangan dilaksanakan secara rutin setiap bulan. Pada tahun 2022 di desa ini ditemukan satu orang balita yang berat badannya berada di bawah garis merah (BGM)” kata Sutrisno.
Menurutnya, gerakan ini adalah bagian dari upaya untuk mencegah stunting, yang masih menjadi masalah kesehatan di beberapa wilayah. Dengan konsumsi kelakai dan bajei yang kaya akan nutrisi, terutama zat besi dan vitamin, saya berharap angka stunting di desa Tewang Karangan dapat terus ditekan hingga mencapai titik terendah.
“Saya juga sangat mengapresiasi kerja sama dengan Universitas PGRI Palangkaraya yang telah bersedia menjadi narasumber dan pelatih dalam kegiatan ini. Harapannya, kolaborasi ini dapat terus berlanjut dengan memberikan bimbingan lebih lanjut terkait pengembangan produk berbasis kelakai dan bajei, sehingga desa kami bisa menjadi model bagi desa lain dalam program inovatif pencegahan stunting” imbuhnya.
Melalui kegiatan Hibah pengmas ini diharapkan masyarakat mampu membudidayakan tanaman kelakai dan bajei serta semakin suka mengkonsumsi sayuran tersebut karena kedua jenis sayuran tersebut merupakan pangan lokal yang mudah didapat dan bernilai gizi tinggi.
Baca juga: Cegah balapan liar, pemerintah diminta perbanyak ajang balap motor
Baca juga: Perkuat wisata kuliner, Pemko Palangka Raya diminta berikan fasilitas terbaik ke pedagang makanan
Baca juga: Satuan Pendidikan di Palangka Raya diminta jaga fasilitas sekolah
Dosen Universitas PGRI Palangka Raya Silvia Arianti, S.Pd., M.Pd. di Tewang Karangan, Senin (14/10) mengatakan, kegiatan pencanangan ini dilaksanakan melalui Hibah Kemendikbud Ristek program pengabdian masyarakat tahun 2024 .
"Gerakan ini juga didukung dengan pembuatan demplot kelakai dan bajei, praktik pengolahan makanan berbahan kelakai dan bajei berupa Kue Kering Kalakai dan Bajei, Stik Kelakai dan Bajei, Nugget Kelakai dan Bajei, Pentol Kelakai dan Bajei, Sempol Kelakai dan Bajei serta Dimsum Kelakai dan Bajei," kata Silvia yang merupakan ketua Tim Hibah Pengmas Universitas PGRI Palangka Raya.
Dia mengatakan, tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk mencegah dan mengatasi stunting di desa Tewang Karangan melalui gerakan gemar makan kelakai dan bajei.
Gerakan ini terdiri dari dua bagian, yaitu melalui produksi kelakai dan bajei yang stabil dalam jumlah yang cukup serta meningkatkan minat masyarakat untuk mengonsumsi kelakai dan bajei dalam pola makan sehari-hari.
Dia mengatakan, masyarakat desa Tewang Karangan biasa mencari kelakai dan bajei ini di Kawasan hutan dan dipetik begitu saja secara gratis.
Meskipun demikian pemanfaatan kelakai dan bajei sebagai bahan pangan lokal bagi masyarakat desa Tewang Karangan menghadapi banyak masalah.
Masalah pertama adalah habitat dari kedua tanaman ini terancam oleh proses deforestasi dan kegiatan pertambangan rakyat.
Selama periode tahun 2000–2021 luas hutan Kalimantan Tengah berkurang dari 9.015.334 hektare menjadi 7.356.028 Hektare. Berkurangnya hutan ini berdampak pada rusaknya habitat tanaman kalakai dan bejei.
Baca juga: BPJS Kesehatan sediakan layanan administrasi program JKN di MPP
Permasalahan kedua adalah belum ada sistem budidaya kelakai dan bajei, selama ini masyarakat hanya mencari tetapi tidak menanam. Sehingga hasil berburu tanaman kalakai dan bajei belum tentu mencukupi kebutuhan. Apalagi habitat kelakai dan bajei semakin jauh dari pemukiman warga.
Permalahan ketiga, berkaitan dengan persepsi masyarakat. Sayuran kelakai dan bajei dinilai sebagai sayuran yang tidak bergengsi dan makanan orang biasa sehingga kandungan gizi yang baik dari kedua tanaman ini menjadi terabaikan.
Kegiatan pengmas ini dihadiri tim Hibah yang terdiri dari Resviya S.Pd., M.Pd, Marni S.Pd., M.Pd dan didukung mahasiswa, diantaranya Yuliani, Maulana Muhammad Ilham, Ulfah Khairiah dan Nayla Muna serta turut hadir juga Wakil Rektor I Bidang Akademik bapak Dr. Dhanu Pitoyo, S. Ag., M. Si. dan Bapak/Ibu dosen lainnya.
Wakil Rektor I Universitas PGRI Palangka Raya ini mengharapkan agar program dapat dilanjutkan dengan pengembangan sistem produksi, perijinan, pengemasan, labeling produk dan pemasaran, sehingga kaum perempuan di desa Tewang Karangan bisa memperoleh pendapatan tambahan dengan memproduksi makanan olahan berbasis kelakai dan bajei.
Pada kegiatan ini yang sumber dananya dari hibah Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi ini turut terlibat Lembaga Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat (eLPaM), Tim Penggerak PKK Kecamatan Pulau Malan dan Pemerintah Desa Tewang Karangan.
Kepala Desa Tewang Karangan Sutrisno mengatakan Desa Tewang Karangan, Kecamatan Pulau Malan sebagian penduduknya adalah Petani dan nelayan.
“Desa Tewang Karangan memiliki fasilitas Kesehatan berupa puskesmas pembantu yang memiliki tiga orang tenaga Kesehatan. Kegiatan posyandu di desa Tewang Karangan dilaksanakan secara rutin setiap bulan. Pada tahun 2022 di desa ini ditemukan satu orang balita yang berat badannya berada di bawah garis merah (BGM)” kata Sutrisno.
Menurutnya, gerakan ini adalah bagian dari upaya untuk mencegah stunting, yang masih menjadi masalah kesehatan di beberapa wilayah. Dengan konsumsi kelakai dan bajei yang kaya akan nutrisi, terutama zat besi dan vitamin, saya berharap angka stunting di desa Tewang Karangan dapat terus ditekan hingga mencapai titik terendah.
“Saya juga sangat mengapresiasi kerja sama dengan Universitas PGRI Palangkaraya yang telah bersedia menjadi narasumber dan pelatih dalam kegiatan ini. Harapannya, kolaborasi ini dapat terus berlanjut dengan memberikan bimbingan lebih lanjut terkait pengembangan produk berbasis kelakai dan bajei, sehingga desa kami bisa menjadi model bagi desa lain dalam program inovatif pencegahan stunting” imbuhnya.
Melalui kegiatan Hibah pengmas ini diharapkan masyarakat mampu membudidayakan tanaman kelakai dan bajei serta semakin suka mengkonsumsi sayuran tersebut karena kedua jenis sayuran tersebut merupakan pangan lokal yang mudah didapat dan bernilai gizi tinggi.
Baca juga: Cegah balapan liar, pemerintah diminta perbanyak ajang balap motor
Baca juga: Perkuat wisata kuliner, Pemko Palangka Raya diminta berikan fasilitas terbaik ke pedagang makanan
Baca juga: Satuan Pendidikan di Palangka Raya diminta jaga fasilitas sekolah