Jakarta (ANTARA
News) - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin
membeberkan sumber uang yang diguunakan sebagai biaya pencalonan Anas
Urbaningrum untuk menjadi Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus calon
presiden.
"Saya diperiksa untuk tersangka kasus Anas Urbaningrum, kasusnya kasus Hambalang dan beberapa proyek lain yang dipakai untuk pembiayaan Anas menjadi calon ketua umum (Partai Demokrat) dan biaya-biaya yang dipakai untuk mempersiapkan diri menjadi calon presiden," kata Nazaruddin seusai pemeriksaan selama empat hari di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Nazaruddin diperiksa KPK sejak Senin (26/8), ia dibawa dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung untuk menjalani vonis penjara 7 tahun dan denda Rp300 juta dalam kasus korupsi pembangunan venue SEA Games Palembang.
"Biayanya hampir Rp300 miliar lebih, sumber anggaran adalah dari uang `fee` proyek, proyek mana saja? Saya sampaikan salah satunya Hambalang," ungkap Nazar.
Nazar mengungkapkan dari proyek Hambalang, pihak yang aktif mengurus anggaran adalah mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam yang saat ini sedang menjalani hukum penjara lima tahun karena menerima cek Rp3,289 miliar dalam rangka mengupayakan PT Duta Graha Indah sebagai pemenang dan mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Provinsi Sumatera Selatan.
"Yang lain hanya menerima perintah dari Pak Wafid, sedangkan di DPR itu yang aktif ada beberapa orang, ada Anas sebagai pengendali penuh, lalu saya sebagai pelaksana," ungkap Nazaruddin.
Ia juga mengungkapkan sejumlah anggota DPR yang terlibat dalam pengaturan anggaran proyek Hambalang.
"Komisi X di pimpinan itu yang aktif betul mengendalikan dan selalu men-deal-kan berapa persentasenya itu Rully (Chairul) Azwar (anggota Komisi X fraksi Partai Golkar), Mahyudin (mantan Ketua Komisi X dari fraksi Partai Demokrat), Heri Akhmadi (Wakil Ketua Komisi X Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) lalu di pimpinan koordinator anggaran yang langsung berkomunikasi dengan banggar ada Angelina Sondakh (mantan anggota Komisi X dari fraksi Partai Demokrat), Wayan Koster (anggota Komisi X dari fraksi PDI-P) dan Kahar (Muzakhir) (anggota Komisi X dari fraksi Partai Golkar)," ungkap Nazaruddin.
Nazar menjelaskan bahwa setelah dari Komisi X, anggaran diteruskan ke pimpinan badan anggaran untuk mengatur supaya anggaran turun untuk proyek Hambalang.
"Yang menyetel supaya anggran itu turun ke program Hambalang ada Olly Dondo (mantan pimpinan banggar dari fraksi PDI-P), Nirwan Amir (mantan pimpinan banggar dari fraksi Partai Demokrat)," tambah Nazaruddin.
Nazar menjelaskan bahwa sudah memberikan keterangan kepada KPK mengenai tempat dan waktu penerimaan uang yaitu di gedung DPR dan rumah orang-orang yang disebut.
Sebelumnya melalui pengacaranya Elza Syarif menjelaskan 12 proyek dugaan korupsi yang dilaporkan Nazaruddin.
Pertama proyek e-KTP senilai Rp5,8 triliun yang diduga melibatkan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, mantan Ketua Umum Anas Urbaningrum, dan anggota Komisi II DPR, kedua adalah proyek pengadaan pesawat Merpati MA 60 senilai 200 juta dolar AS yang disebut Nazaruddin mengalir ke sejumlah anggota DPR termasuk Bendahara Umum Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Setya Novanto dan anggota badan anggaran dari PDI-P Olly Dondokambey.
Ketiga adalah proyek gedung pajak senilai Rp2,7 triliun yang dimenangkan oleh PT Adhi Karya dengan keterlibatan Olly Dondokambey, keempat proyek PLTU Kalimantan Timur senilai Rp2,3 triliun pada 2010-2011 yang juga dimenangkan PT Adhi Karya.
Kelima proyek PLTU Riau senilai Rp1,3 triliun, keenam proyek Diklat Mahkamah Konstitusi senilai Rp200 miliar, ketujuh proyek pembangunan gedung Mahkamah Konstitusi senilai Rp300 miliar yang dimenangkan oleh PT Pembangunan Perumahan berdasarkan penunjukkan langsung dengan dugaan uang mengalir 7 persen ke beberapa anggota Komisi III DPR.
Kedelapan proyek kilang unit refinery unit IV Cilacap senilai 930 juta dolar AS, kesembilan proyek simulator SIM yang disebut melibatkan anggota DPR yaitu Herman Heri (PDI-P), Bambang Soesatyo dan Aziz Syamsuddin (Partai Golkar) dan Benny K Harman (Partai Demokrat).
Kesepuluh adalah proyek pengadaan fasilitas olahraga di Hambalang senilai Rp9 miliar, kesebelas proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta terakhir proyek pengadaan dan distribusi baju hansip di Kementerian Dalam Negeri yang disebut melibatkan Setya Novanto.
"Saya diperiksa untuk tersangka kasus Anas Urbaningrum, kasusnya kasus Hambalang dan beberapa proyek lain yang dipakai untuk pembiayaan Anas menjadi calon ketua umum (Partai Demokrat) dan biaya-biaya yang dipakai untuk mempersiapkan diri menjadi calon presiden," kata Nazaruddin seusai pemeriksaan selama empat hari di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Nazaruddin diperiksa KPK sejak Senin (26/8), ia dibawa dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung untuk menjalani vonis penjara 7 tahun dan denda Rp300 juta dalam kasus korupsi pembangunan venue SEA Games Palembang.
"Biayanya hampir Rp300 miliar lebih, sumber anggaran adalah dari uang `fee` proyek, proyek mana saja? Saya sampaikan salah satunya Hambalang," ungkap Nazar.
Nazar mengungkapkan dari proyek Hambalang, pihak yang aktif mengurus anggaran adalah mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam yang saat ini sedang menjalani hukum penjara lima tahun karena menerima cek Rp3,289 miliar dalam rangka mengupayakan PT Duta Graha Indah sebagai pemenang dan mendapatkan proyek pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Provinsi Sumatera Selatan.
"Yang lain hanya menerima perintah dari Pak Wafid, sedangkan di DPR itu yang aktif ada beberapa orang, ada Anas sebagai pengendali penuh, lalu saya sebagai pelaksana," ungkap Nazaruddin.
Ia juga mengungkapkan sejumlah anggota DPR yang terlibat dalam pengaturan anggaran proyek Hambalang.
"Komisi X di pimpinan itu yang aktif betul mengendalikan dan selalu men-deal-kan berapa persentasenya itu Rully (Chairul) Azwar (anggota Komisi X fraksi Partai Golkar), Mahyudin (mantan Ketua Komisi X dari fraksi Partai Demokrat), Heri Akhmadi (Wakil Ketua Komisi X Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) lalu di pimpinan koordinator anggaran yang langsung berkomunikasi dengan banggar ada Angelina Sondakh (mantan anggota Komisi X dari fraksi Partai Demokrat), Wayan Koster (anggota Komisi X dari fraksi PDI-P) dan Kahar (Muzakhir) (anggota Komisi X dari fraksi Partai Golkar)," ungkap Nazaruddin.
Nazar menjelaskan bahwa setelah dari Komisi X, anggaran diteruskan ke pimpinan badan anggaran untuk mengatur supaya anggaran turun untuk proyek Hambalang.
"Yang menyetel supaya anggran itu turun ke program Hambalang ada Olly Dondo (mantan pimpinan banggar dari fraksi PDI-P), Nirwan Amir (mantan pimpinan banggar dari fraksi Partai Demokrat)," tambah Nazaruddin.
Nazar menjelaskan bahwa sudah memberikan keterangan kepada KPK mengenai tempat dan waktu penerimaan uang yaitu di gedung DPR dan rumah orang-orang yang disebut.
Sebelumnya melalui pengacaranya Elza Syarif menjelaskan 12 proyek dugaan korupsi yang dilaporkan Nazaruddin.
Pertama proyek e-KTP senilai Rp5,8 triliun yang diduga melibatkan Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, mantan Ketua Umum Anas Urbaningrum, dan anggota Komisi II DPR, kedua adalah proyek pengadaan pesawat Merpati MA 60 senilai 200 juta dolar AS yang disebut Nazaruddin mengalir ke sejumlah anggota DPR termasuk Bendahara Umum Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Golkar DPR RI, Setya Novanto dan anggota badan anggaran dari PDI-P Olly Dondokambey.
Ketiga adalah proyek gedung pajak senilai Rp2,7 triliun yang dimenangkan oleh PT Adhi Karya dengan keterlibatan Olly Dondokambey, keempat proyek PLTU Kalimantan Timur senilai Rp2,3 triliun pada 2010-2011 yang juga dimenangkan PT Adhi Karya.
Kelima proyek PLTU Riau senilai Rp1,3 triliun, keenam proyek Diklat Mahkamah Konstitusi senilai Rp200 miliar, ketujuh proyek pembangunan gedung Mahkamah Konstitusi senilai Rp300 miliar yang dimenangkan oleh PT Pembangunan Perumahan berdasarkan penunjukkan langsung dengan dugaan uang mengalir 7 persen ke beberapa anggota Komisi III DPR.
Kedelapan proyek kilang unit refinery unit IV Cilacap senilai 930 juta dolar AS, kesembilan proyek simulator SIM yang disebut melibatkan anggota DPR yaitu Herman Heri (PDI-P), Bambang Soesatyo dan Aziz Syamsuddin (Partai Golkar) dan Benny K Harman (Partai Demokrat).
Kesepuluh adalah proyek pengadaan fasilitas olahraga di Hambalang senilai Rp9 miliar, kesebelas proyek di Kementerian Pendidikan Nasional serta terakhir proyek pengadaan dan distribusi baju hansip di Kementerian Dalam Negeri yang disebut melibatkan Setya Novanto.