Jakarta (ANTARA News) - Peneliti senior Institut Riset Pemilu (Electoral
Research Institute) Syamsuddin Haris mengatakan penggunaan e-voting
pada Pemilihan Umum 2019 akan menjadi salah satu riset awal ERI.
"E-voting akan masuk dalam diskusi awal kami. Akan dilihat apakah 2019 sudah siap dengan cara tersebut," kata Syamsuddin sebelum peresmian ERI oleh Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuain Indonesia (LIPI) dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) di, Jakarta, Senin.
Sebelumnya, ia mengatakan ERI berdiri bertujuan melakukan riset terkait kepemiluan, agar ada alternatif-alternatif pilihan bagi pembuat kebijakan kepemiluan khususnya eksekutif dan legislatif, mengingat selama ini kebijakan yang diambil berdasarkan keputusan politis.
Riset ERI, menurut dia, diharapkan dapat memberikan rekomendasi tata kelola Pemilu yang lebih sederhana dan efisien.
"Kita tahu kan, kalau ada beberapa petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara--red) sampai meninggal karena kelelahan pada Pemilu 2014. Artinya perlu tata kelola Pemilu yang jelas termasuk teknis dari pelaksanaannya," ujar dia.
Sebelumnya, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memastikan e-voting pada pemilu 2019 sangat memungkinkan digunakan.
Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru mengatakan penerapan e-voting sebenarnya sudah bisa dilakukan pada pemilu 2014. Namun panitia pemilu KPU merasa belum siap menggunakannya.
Secara teknologi, sistem, dan pengamanan e-voting sudah tidak terdapat masalah. Teknologi dan sistem pemilu e-voting telah dilakukan uji coba berulang kali pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
Dari hasil uji coba, menurut dia, tidak ada kesulitan bagi masyarakat untuk menggunakan e-voting. Beberapa diantaranya menilai lebih cepat, nyaman, dan tidak merepotkan.
"E-voting akan masuk dalam diskusi awal kami. Akan dilihat apakah 2019 sudah siap dengan cara tersebut," kata Syamsuddin sebelum peresmian ERI oleh Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuain Indonesia (LIPI) dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) di, Jakarta, Senin.
Sebelumnya, ia mengatakan ERI berdiri bertujuan melakukan riset terkait kepemiluan, agar ada alternatif-alternatif pilihan bagi pembuat kebijakan kepemiluan khususnya eksekutif dan legislatif, mengingat selama ini kebijakan yang diambil berdasarkan keputusan politis.
Riset ERI, menurut dia, diharapkan dapat memberikan rekomendasi tata kelola Pemilu yang lebih sederhana dan efisien.
"Kita tahu kan, kalau ada beberapa petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara--red) sampai meninggal karena kelelahan pada Pemilu 2014. Artinya perlu tata kelola Pemilu yang jelas termasuk teknis dari pelaksanaannya," ujar dia.
Sebelumnya, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memastikan e-voting pada pemilu 2019 sangat memungkinkan digunakan.
Kepala Program Sistem Pemilu Elektronik BPPT Andrari Grahitandaru mengatakan penerapan e-voting sebenarnya sudah bisa dilakukan pada pemilu 2014. Namun panitia pemilu KPU merasa belum siap menggunakannya.
Secara teknologi, sistem, dan pengamanan e-voting sudah tidak terdapat masalah. Teknologi dan sistem pemilu e-voting telah dilakukan uji coba berulang kali pada Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).
Dari hasil uji coba, menurut dia, tidak ada kesulitan bagi masyarakat untuk menggunakan e-voting. Beberapa diantaranya menilai lebih cepat, nyaman, dan tidak merepotkan.