Pangkalan Bun (Antara Kalteng) – Wakil Bupati Kotawaringin Barat, Bambang Purwanto, mendapatkan keluhan dari petani keramba saat berdialog di bantaran Sungai Arut, Kecamatan Arut Selatan, Selasa (24/3), khususnya tentang kondisi air sungai yang tercemar sebagai dampak penamgan emas tanpa izin (PETI) di hulu sungai.
Para petani keramba meminta fungsi sungai dikembalikan secara semestinya, karena kondisi saat ini warna air sungai menjadi kuning dan berlumpur, sehingga mengganggu produksi ikan.
“Kondisi ini merugikan bagi petani keramba,†kata Abdurrachman, salah satu petani keramba ikan.
Para petani keramba menjelaskan, ikan yang dihasilkan dari bibit ikan, bisa mati mencapai 50-60 persen hingga bibit ikan mencapai tiga bulan. Belum lagi ikan keramba hingga masa panen dalam kurun waktu enam bulan lamanya, yang belum dihitung persentasi tingkat kematiannya.
“Hampir setiap minggu, ikan dikeramba ini pada mati, baik yang masih bibit ikan maupun yang sudah besar, ini karena kondisi sungai yang tercemar oleh penambangan emas,†ujar Abdurachman.
Ia meminta peran aktif pemerintah daerah dalam menanggulangi PETI agar tidak mencemari sungai Arut ini, karena yang dirugikan tidak hanya petani keramba, tetapi masyarakat luas di sepanjang bantaran sungai ini.
Selain itu ia juga mengeluhkan pasokan pakan ikan yang dinilai sangat mahal dan memberatkan bagi kelangsungan usaha keramba ikan ini.
Abdurachman dan banyak rekan seprofesinya yang mengalami kerugian dan bahkan gulung tikar, padahal harga ikan di Pangkalan Bun ini sangat bagus, dalam satu kilogramnya untuk ikan nila saja bisa mencapai Rp 40 ribu. “Pengonsumsi tidak hanya warga lokal, warga dari Kabupaten Ketapang Provinsi Kalbar juga banyak yang mengambil ikan dari keramba sini,†katanya.
Kemudian keluhan petani keramba menyangkut kurangnya penyuluhan tentang peningkatan hasil produksi keramba ikan ini. Dinas Perikanan dan Kelautan Kobar tidak pernah turun untuk memberikan penyuluhan, dan petani keramba tetap berharap penyuluhan yang terjadwal dan berkala, agar produksi hasil perikanan di Kobar ini dapat meningkat.
Menanggapi beberapa keluhan warga petani keramba tersebut, Wabup Kobar, akan memanggil Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kobar untuk lebih proaktif untuk membina secara langsung, agar produksi hasil ikan keramba ini dapat meningkat.
“Dari Diskanla akan diminta untuk memberikan penyuluhan dan mengajarkan bagaimana dapat membuat pakan ikan sendiri, sehingga tidak mengandalkan pasokan pakan ikan dari toko yang dinilai sangat memberatkan petani keramba ikan dari sisi harganya,†katanya.
Menanggapi ulah PETI yang ada di hulu sungai ini, pihak Pemkab kobar, telah berulang kali memperingatkan agar tidak ada PETI berada di pinggir sungai, dan semuanya harus dikoordinasikan dengan baik, sehingga berada di daratan yang jauh dari sungai, dan semuanya harus mengantongi ijin penambangan.
Para petani keramba meminta fungsi sungai dikembalikan secara semestinya, karena kondisi saat ini warna air sungai menjadi kuning dan berlumpur, sehingga mengganggu produksi ikan.
“Kondisi ini merugikan bagi petani keramba,†kata Abdurrachman, salah satu petani keramba ikan.
Para petani keramba menjelaskan, ikan yang dihasilkan dari bibit ikan, bisa mati mencapai 50-60 persen hingga bibit ikan mencapai tiga bulan. Belum lagi ikan keramba hingga masa panen dalam kurun waktu enam bulan lamanya, yang belum dihitung persentasi tingkat kematiannya.
“Hampir setiap minggu, ikan dikeramba ini pada mati, baik yang masih bibit ikan maupun yang sudah besar, ini karena kondisi sungai yang tercemar oleh penambangan emas,†ujar Abdurachman.
Ia meminta peran aktif pemerintah daerah dalam menanggulangi PETI agar tidak mencemari sungai Arut ini, karena yang dirugikan tidak hanya petani keramba, tetapi masyarakat luas di sepanjang bantaran sungai ini.
Selain itu ia juga mengeluhkan pasokan pakan ikan yang dinilai sangat mahal dan memberatkan bagi kelangsungan usaha keramba ikan ini.
Abdurachman dan banyak rekan seprofesinya yang mengalami kerugian dan bahkan gulung tikar, padahal harga ikan di Pangkalan Bun ini sangat bagus, dalam satu kilogramnya untuk ikan nila saja bisa mencapai Rp 40 ribu. “Pengonsumsi tidak hanya warga lokal, warga dari Kabupaten Ketapang Provinsi Kalbar juga banyak yang mengambil ikan dari keramba sini,†katanya.
Kemudian keluhan petani keramba menyangkut kurangnya penyuluhan tentang peningkatan hasil produksi keramba ikan ini. Dinas Perikanan dan Kelautan Kobar tidak pernah turun untuk memberikan penyuluhan, dan petani keramba tetap berharap penyuluhan yang terjadwal dan berkala, agar produksi hasil perikanan di Kobar ini dapat meningkat.
Menanggapi beberapa keluhan warga petani keramba tersebut, Wabup Kobar, akan memanggil Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kobar untuk lebih proaktif untuk membina secara langsung, agar produksi hasil ikan keramba ini dapat meningkat.
“Dari Diskanla akan diminta untuk memberikan penyuluhan dan mengajarkan bagaimana dapat membuat pakan ikan sendiri, sehingga tidak mengandalkan pasokan pakan ikan dari toko yang dinilai sangat memberatkan petani keramba ikan dari sisi harganya,†katanya.
Menanggapi ulah PETI yang ada di hulu sungai ini, pihak Pemkab kobar, telah berulang kali memperingatkan agar tidak ada PETI berada di pinggir sungai, dan semuanya harus dikoordinasikan dengan baik, sehingga berada di daratan yang jauh dari sungai, dan semuanya harus mengantongi ijin penambangan.