Lhokseumawe, Aceh (ANTARA News) - Anggota DPR Aceh Iskandar Usman
Al-Farlaky meminta lembaga internasional mencabut nobel perdamaian Aung
San Suu Kyi, karena tokoh oposisi itu dinilai tidak peka terhadap
penderitaan muslim Rohingya yang diusir dari Myanmar.
"Kita mengkritik sikap Aung San Suu Kyi yang hanya diam melihat kekejaman Junta Militer Myanmar terhadap warga Rohingya," kata Iskandar di Langsa, Kota Langsa, Jumat, menanggapi terdamparnya ratusan etnis Rohingya di Aceh.
Iskandar juga mendesak Pemerintah Pusat mempercepat pembahasan dengan Myanmar, Thailand, dan Malaysia terkait nasib pengungsi Rohingya.
"Indonesia harus bisa menekan PBB dan Myanmar agar segera mengambil langkah konkrit mencegah arus pengungsian Rohingya. Kita juga harus mengetahui detail jika ada indikasi lain terkait arus migrasi ini termasuk soal warga Bangladesh yang kebanyak mencari kerja," ujarnya.
Namun sebelum memulangkan mereka juga diperlukan pemulihan kesehatan pengungsi tersebut terlebih dahulu. Karenanya, Iskandar mendesak Pemerintah Pusat untuk segera bertindak.
"Aceh sudah melakukan langkah kemanusian terbaik dengan menampung, membantu serta memfasilitasi pengungsi di penampungan. Ini langkah yang luar biasa sebagai solidaritas kemanusiaan dan wujud kecintaan sesama muslim," kata mantan aktivis mahasiswa ini.
Iskandar berpendapat, tidak ada langkah lain yang harus ditempuh selain menekan Myanmar mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara. Jika tidak, maka arus pengungsian akan terus terjadi dan kehidupan mereka akan terus terancam, sementara negara yang membantu mereka bersifat sementara.
Politisi Partai Aceh ini menambahkan, sejak beberapa tahun terakhir Aceh yang merupakan sebuah provinsi paling ujung di Pulau Sumatera menjadi tempat persinggahan Rohingya setelah terombang ambing di laut lepas.
Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia, semestinya dapat bersikap lebih tegas untuk menekan rezim militer Myanmar.
Nilai investasi ekonomi yang besar itu bisa dijadikan senjata untuk mendorong Myanmar untuk mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya dan menghentikan pembantaian terhadap mereka, katanya.
"Aceh sudah berbuat maksimal untuk menyelematkan para imigran tersebut. Untuk itu dunia internasional harus segera mengambil tindakan serius terutama menekan masing-masing negara asal imigran agar menyelesaikan akar masalah yang menyebabkan warganya terusir dari tanahnya sendiri," katanya.
"Kita mengkritik sikap Aung San Suu Kyi yang hanya diam melihat kekejaman Junta Militer Myanmar terhadap warga Rohingya," kata Iskandar di Langsa, Kota Langsa, Jumat, menanggapi terdamparnya ratusan etnis Rohingya di Aceh.
Iskandar juga mendesak Pemerintah Pusat mempercepat pembahasan dengan Myanmar, Thailand, dan Malaysia terkait nasib pengungsi Rohingya.
"Indonesia harus bisa menekan PBB dan Myanmar agar segera mengambil langkah konkrit mencegah arus pengungsian Rohingya. Kita juga harus mengetahui detail jika ada indikasi lain terkait arus migrasi ini termasuk soal warga Bangladesh yang kebanyak mencari kerja," ujarnya.
Namun sebelum memulangkan mereka juga diperlukan pemulihan kesehatan pengungsi tersebut terlebih dahulu. Karenanya, Iskandar mendesak Pemerintah Pusat untuk segera bertindak.
"Aceh sudah melakukan langkah kemanusian terbaik dengan menampung, membantu serta memfasilitasi pengungsi di penampungan. Ini langkah yang luar biasa sebagai solidaritas kemanusiaan dan wujud kecintaan sesama muslim," kata mantan aktivis mahasiswa ini.
Iskandar berpendapat, tidak ada langkah lain yang harus ditempuh selain menekan Myanmar mengakui etnis Rohingya sebagai warga negara. Jika tidak, maka arus pengungsian akan terus terjadi dan kehidupan mereka akan terus terancam, sementara negara yang membantu mereka bersifat sementara.
Politisi Partai Aceh ini menambahkan, sejak beberapa tahun terakhir Aceh yang merupakan sebuah provinsi paling ujung di Pulau Sumatera menjadi tempat persinggahan Rohingya setelah terombang ambing di laut lepas.
Ia menambahkan, Pemerintah Indonesia, semestinya dapat bersikap lebih tegas untuk menekan rezim militer Myanmar.
Nilai investasi ekonomi yang besar itu bisa dijadikan senjata untuk mendorong Myanmar untuk mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya dan menghentikan pembantaian terhadap mereka, katanya.
"Aceh sudah berbuat maksimal untuk menyelematkan para imigran tersebut. Untuk itu dunia internasional harus segera mengambil tindakan serius terutama menekan masing-masing negara asal imigran agar menyelesaikan akar masalah yang menyebabkan warganya terusir dari tanahnya sendiri," katanya.