Palangka Raya (Antara Kalteng) - Rapat dengar pendapat Komisi B DPRD Kalimantan Tengah, Kamis, di Palangka Raya mengungkap banyak permasalahan yang disimpan rapi oleh PT Archipelago Timur Abadi.
Permasalahan yang terungkap tersebut mulai dari belum terbitnya hak guna usaha (HGU), pemberian cuti bagi ibu hamil, gaji karyawan tidak sesuai upah minimum provinsi, pembayaran pesangon hingga kebun plasma milik masyarakat.
"Mengenai izin cuti hamil, kalau kami tahu atau diajukan karyawan, ya tidak manusiawi jika tidak diberikan. Masalah tenaga kerja kami serahkan ke PT Bhineka Tiga Utama (BTU)," kata Harto Direktur PT ATA Harto saat mengikuti RDP.
Direktur PT ATA ini juga terkesan enggan merinci luas lahan perusahaan bidang perkebunan kelapa sawit. Dia berkilah menjabat direktur di dua perusahaan yang berbatasan dengan PT ATA.
"Kalau luas lahannya saya kurang hapal. Memang ada masalah dengan tata batas dengan perusahaan lain yang juga saya Direktur nya. Kalau tidak saya direkturnya pasti sudah sangat bermasalah dengan dua perusahaan ini," kata Harto.
Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton saat memimpin RDP menegaskan bahwa luas lahan PT ATA 7.828 hektare. Di mana, 5.789 hektare di antaranya telah menghasilkan, 64 hektare belum menghasilkan dan 1.268 hektare kebun plasma rakyat.
"Bagaimana Direktur tidak tahu luas lahannya. Kalau secara rinci berapa hektar lengkap centimeter, memang semua orang tidak tahu. Saya hapal betul dengan PT ATA," katanya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga mengkritisi sikap Direktur PT ATA yang tidak mengetahui permasalahan ada karyawan perempuan sulit mendapatkan cuti melahirkan.
Dia mengatakan, apakah PT ATA tidak ikut campur dengan permasalahan buruh cuti, sakit maupun pembayaran gaji karyawan dan menyerahkan sepenuhnya ke PT BTU selaku perusahaan perekrut tenaga kerja.
"Saya sudah menduga PT ATA akan bermasalah dikemudian hari. Semua data perusahaan bermasalah di Kalteng ini ada di Komisi B. Jadi, saya sangat paham betul permasalahan yang terjadi terkait perusahaan," kata Borak.
Belum bayar pesangon
RDP Komisi B DPRD Kalteng bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi maupun Kabupaten Gunung Mas, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Kalteng serta manajemen PT ATA semula berkaitan dengan pembayaran pesangon tenaga kerja yang tak kunjung dibayar.
Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng Punding LH Bahan mengatakan, beberapa waktu lalu sejumlah karyawan eks PT ATA melakukan unjuk rasa menuntut anggota DPRD Provinsi memperjuangkan haknya mendapatkan pesangon.
"Kami baru dapat informasi bahwa, Rabu (27/5) malam, pesangon karyawan telah dibayar. Syukur, akhirnya telah dibayar. Sedangkan mengenai perizinan, ini akan kita sikapi," kata Punding.
Hasil RDP tersebut, Komisi B DPRD Kalteng mengeluarkan rekomendasi agar Dinas Perkebunan Provinsi maupun Kabupaten Gunung Mas menyerahkan resume masalah perizinan PT ATA.
Permasalahan yang terungkap tersebut mulai dari belum terbitnya hak guna usaha (HGU), pemberian cuti bagi ibu hamil, gaji karyawan tidak sesuai upah minimum provinsi, pembayaran pesangon hingga kebun plasma milik masyarakat.
"Mengenai izin cuti hamil, kalau kami tahu atau diajukan karyawan, ya tidak manusiawi jika tidak diberikan. Masalah tenaga kerja kami serahkan ke PT Bhineka Tiga Utama (BTU)," kata Harto Direktur PT ATA Harto saat mengikuti RDP.
Direktur PT ATA ini juga terkesan enggan merinci luas lahan perusahaan bidang perkebunan kelapa sawit. Dia berkilah menjabat direktur di dua perusahaan yang berbatasan dengan PT ATA.
"Kalau luas lahannya saya kurang hapal. Memang ada masalah dengan tata batas dengan perusahaan lain yang juga saya Direktur nya. Kalau tidak saya direkturnya pasti sudah sangat bermasalah dengan dua perusahaan ini," kata Harto.
Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton saat memimpin RDP menegaskan bahwa luas lahan PT ATA 7.828 hektare. Di mana, 5.789 hektare di antaranya telah menghasilkan, 64 hektare belum menghasilkan dan 1.268 hektare kebun plasma rakyat.
"Bagaimana Direktur tidak tahu luas lahannya. Kalau secara rinci berapa hektar lengkap centimeter, memang semua orang tidak tahu. Saya hapal betul dengan PT ATA," katanya.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu juga mengkritisi sikap Direktur PT ATA yang tidak mengetahui permasalahan ada karyawan perempuan sulit mendapatkan cuti melahirkan.
Dia mengatakan, apakah PT ATA tidak ikut campur dengan permasalahan buruh cuti, sakit maupun pembayaran gaji karyawan dan menyerahkan sepenuhnya ke PT BTU selaku perusahaan perekrut tenaga kerja.
"Saya sudah menduga PT ATA akan bermasalah dikemudian hari. Semua data perusahaan bermasalah di Kalteng ini ada di Komisi B. Jadi, saya sangat paham betul permasalahan yang terjadi terkait perusahaan," kata Borak.
Belum bayar pesangon
RDP Komisi B DPRD Kalteng bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi maupun Kabupaten Gunung Mas, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Kalteng serta manajemen PT ATA semula berkaitan dengan pembayaran pesangon tenaga kerja yang tak kunjung dibayar.
Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng Punding LH Bahan mengatakan, beberapa waktu lalu sejumlah karyawan eks PT ATA melakukan unjuk rasa menuntut anggota DPRD Provinsi memperjuangkan haknya mendapatkan pesangon.
"Kami baru dapat informasi bahwa, Rabu (27/5) malam, pesangon karyawan telah dibayar. Syukur, akhirnya telah dibayar. Sedangkan mengenai perizinan, ini akan kita sikapi," kata Punding.
Hasil RDP tersebut, Komisi B DPRD Kalteng mengeluarkan rekomendasi agar Dinas Perkebunan Provinsi maupun Kabupaten Gunung Mas menyerahkan resume masalah perizinan PT ATA.