Jombang (Antara Kalteng) - Muktamirin menyepakati pemberlakuan mekanisme pemilihan Rais Aam PBNU melalui "Ahlul Halli Wal Aqdi" atau AHWA (musyawarah mufakat) oleh sembilan ulama sepuh/senior pada Muktamar Ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur.
Kesepakatan itu diputuskan dalam Sidang Pleno Komisi Organisasi yang dipimpin Anggota Syuriah PBNU KH Ishomuddin di Alun-alun Jombang, Rabu siang.
Dalam sidang itu, pemberlakuan AHWA pada Muktamar Ke-33 itu merujuk pada Bab 14 Ayat 1 bahwa Rais Aam dipilih langsung melalui musyawarah mufakat dengan sistem AHWA.
Peraturan itu juga ditambahi dengan Aturan Peralihan pada Bab 27 Pasal 105 Ayat 1 bahwa Rais Aam dan PBNU sesuai Bab 14 Ayat 1 itu ditetapkan setelah Muktamar Ke-33.
Namun, pemberlakuan sesudah Muktamar Ke-33 atau Muktamar Ke-34 itu langsung ditawarkan pimpinan sidang kepada muktamirin untuk dipilih.
"Forum Syuriah sudah menerima AHWA, lalu pemberlakuan sesudah Muktamar Ke-33 (Muktamar Ke-34) berarti peraturan peralihan ini gugur?," kata KH Ishomuddin.
Ada sejumlah muktamirin yang menjawab, "Gugur", lalu KH Ishomuddin pun langsung mengetok palu. Sejumlah muktamirin sempat memprotes, namun palu sudah diketok.
Informasi yang dihimpun Antara menyebutkan usulan muktamirin tentang ulama yang menjadi peserta sidang/musyawarah AHWA saat melakukan registrasi pendaftaran muktamar adalah KH Ma'ruf Amin (Jakarta).
Selain itu, KH Nawawi Abdul Djalil (Sidogiri, Pasuruan), KH Cholilurrahman (Kalsel), Syeikh Ali Marbun (Medan), dan Mbah KH Dimyati (Jateng). Nama KH Mas Subadar (Pasuruan) dan KH Maemun Zuber (Sarang, Jateng) juga masuk, namun urutannya tidak jelas.
"Saya tidak tahu Mbah Maemun dan Kiai Mas Subadar itu urutan ke berapa, saya juga tidak tahu dua ulama lainnya yang masuk Tim AHWA itu, tapi lima nama itu sudah urutan pertama hingga kelima," ucap sumber Antara.
Namun, sumber itu juga tidak tahu waktu dan lokasi sidang Tim AHWA oleh sembilan ulama itu. "Yang jelas, mereka akan bermusyawarah setelah PBNU dinyatakan demisioner," tukasnya.
Ditanya nama Pj. Rais Aam PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus), sumber itu menyatakan tidak masuk. "Yang jelas, Tim AHWA bisa memilih sembilan nama itu, tapi bisa juga nama di luar sembilan nama itu," tuturnya.
Sumber itu menyebut bila Tim AHWA memilih salah satu dari sembilan anggota Tim AHWA itu, maka peluangnya adalah KH Ma'ruf Amin dan KH Maemun Zuber. "Kalau di luar sembilan nama itu ya Gus Mus bisa masuk," imbuhnya.
Tentang kemungkinan calon Ketua Umum PBNU (tanfidziah), ia mengatakan peluangnya ada pada tiga nama yakni KH Said Aqil Siroj (petahana), KH Solahuddin Wahid (Gus Solah/adik kandung Gus Dur), dan KH As'ad Said Ali (Wakil Ketua Umum).
Dalam Sidang Pleno Komisi Organisasi itu, muktamirin juga menyepakati masuknya PMII/Korps PMII Putri sebagai badan otonom NU dengan batasan usia 30 tahun, sedangkan batasan usia IPNU/IPPNU adalah 27 tahun.
"Saya senang, Muktamar Ke-33 NU itu benar-benar menunjukkan muktamar dari organisasi ulama, karena dinamika yang ada langsung cair setelah ulama menyatakan sikap dan pengurus NU umumnya tawadhu' kepada para ulama itu," tambah A'wan PBNU Mohammad Nuh kepada Antara di sela sidang pleno itu.
Kesepakatan itu diputuskan dalam Sidang Pleno Komisi Organisasi yang dipimpin Anggota Syuriah PBNU KH Ishomuddin di Alun-alun Jombang, Rabu siang.
Dalam sidang itu, pemberlakuan AHWA pada Muktamar Ke-33 itu merujuk pada Bab 14 Ayat 1 bahwa Rais Aam dipilih langsung melalui musyawarah mufakat dengan sistem AHWA.
Peraturan itu juga ditambahi dengan Aturan Peralihan pada Bab 27 Pasal 105 Ayat 1 bahwa Rais Aam dan PBNU sesuai Bab 14 Ayat 1 itu ditetapkan setelah Muktamar Ke-33.
Namun, pemberlakuan sesudah Muktamar Ke-33 atau Muktamar Ke-34 itu langsung ditawarkan pimpinan sidang kepada muktamirin untuk dipilih.
"Forum Syuriah sudah menerima AHWA, lalu pemberlakuan sesudah Muktamar Ke-33 (Muktamar Ke-34) berarti peraturan peralihan ini gugur?," kata KH Ishomuddin.
Ada sejumlah muktamirin yang menjawab, "Gugur", lalu KH Ishomuddin pun langsung mengetok palu. Sejumlah muktamirin sempat memprotes, namun palu sudah diketok.
Informasi yang dihimpun Antara menyebutkan usulan muktamirin tentang ulama yang menjadi peserta sidang/musyawarah AHWA saat melakukan registrasi pendaftaran muktamar adalah KH Ma'ruf Amin (Jakarta).
Selain itu, KH Nawawi Abdul Djalil (Sidogiri, Pasuruan), KH Cholilurrahman (Kalsel), Syeikh Ali Marbun (Medan), dan Mbah KH Dimyati (Jateng). Nama KH Mas Subadar (Pasuruan) dan KH Maemun Zuber (Sarang, Jateng) juga masuk, namun urutannya tidak jelas.
"Saya tidak tahu Mbah Maemun dan Kiai Mas Subadar itu urutan ke berapa, saya juga tidak tahu dua ulama lainnya yang masuk Tim AHWA itu, tapi lima nama itu sudah urutan pertama hingga kelima," ucap sumber Antara.
Namun, sumber itu juga tidak tahu waktu dan lokasi sidang Tim AHWA oleh sembilan ulama itu. "Yang jelas, mereka akan bermusyawarah setelah PBNU dinyatakan demisioner," tukasnya.
Ditanya nama Pj. Rais Aam PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus), sumber itu menyatakan tidak masuk. "Yang jelas, Tim AHWA bisa memilih sembilan nama itu, tapi bisa juga nama di luar sembilan nama itu," tuturnya.
Sumber itu menyebut bila Tim AHWA memilih salah satu dari sembilan anggota Tim AHWA itu, maka peluangnya adalah KH Ma'ruf Amin dan KH Maemun Zuber. "Kalau di luar sembilan nama itu ya Gus Mus bisa masuk," imbuhnya.
Tentang kemungkinan calon Ketua Umum PBNU (tanfidziah), ia mengatakan peluangnya ada pada tiga nama yakni KH Said Aqil Siroj (petahana), KH Solahuddin Wahid (Gus Solah/adik kandung Gus Dur), dan KH As'ad Said Ali (Wakil Ketua Umum).
Dalam Sidang Pleno Komisi Organisasi itu, muktamirin juga menyepakati masuknya PMII/Korps PMII Putri sebagai badan otonom NU dengan batasan usia 30 tahun, sedangkan batasan usia IPNU/IPPNU adalah 27 tahun.
"Saya senang, Muktamar Ke-33 NU itu benar-benar menunjukkan muktamar dari organisasi ulama, karena dinamika yang ada langsung cair setelah ulama menyatakan sikap dan pengurus NU umumnya tawadhu' kepada para ulama itu," tambah A'wan PBNU Mohammad Nuh kepada Antara di sela sidang pleno itu.