Medan (Antara Kalteng) - Produksi karet Indonesia diprediksi turun sekitar 300.000 ton pada periode September 2015 hingga Februari 2016 dibandingkan periode sama 2014 akibat dampak kabut asap yang terjadi sejak empat bulan lalu.
"Walaupun kabut asap tidak lagi menghalangi sinar matahari langsung ke tajuk tanaman, namun produksi tidak secara spontan dapat normal kembali," kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah di Medan, Minggu.
Menurut dia, pohon karet memerlukan waktu untuk mengatur kembali sistem metabolismenya yang sudah terganggu selama ini akibat asap.
Ia menjelaskan, asap mengganggu proses fotosintesis yang menyebabkan terhambatnya biosintesis karet.
Sementara lateks merupakan hasil fotosintesis dalam bentuk produk fotosintesis (fotosintat) sukrosa dan fotosintat lainnya yang ditranslokasikan dari daun melalui pembuluh tapis ke dalam pembuluh lateks.
Secara fisiologi, ujar Edy, diperlukan waktu 42 jam untuk terbentuknya lateks.
Tahun ini, produksi karet Indonesia berdasarkan perhitungan ANRPC mencapai 3.175.000 ton atau naik sedikit dari 2014 yang sebanyak 3.153.200 ton.
Penurunan produksi, kata dia, sudah terlihat pada September 2015 dimana tinggal 253.700 ton dari September 2014 yang 254.600 ton.
Selain dampak kabut asap, potensi penurunan produksi juga sebagai efek El Nino yang mengakibatkan musim kemarau lebih panjang terutama di daerah belahan bumi selatan.
"Kalau produksi benar-benar terganggu hingga akhir tahun, bisa jadi produksi karet Indonesia yang diasumsikan sebanyak 3.175.000 ton tahun 2015 ini tidak tercapai," katanya.
"Walaupun kabut asap tidak lagi menghalangi sinar matahari langsung ke tajuk tanaman, namun produksi tidak secara spontan dapat normal kembali," kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah di Medan, Minggu.
Menurut dia, pohon karet memerlukan waktu untuk mengatur kembali sistem metabolismenya yang sudah terganggu selama ini akibat asap.
Ia menjelaskan, asap mengganggu proses fotosintesis yang menyebabkan terhambatnya biosintesis karet.
Sementara lateks merupakan hasil fotosintesis dalam bentuk produk fotosintesis (fotosintat) sukrosa dan fotosintat lainnya yang ditranslokasikan dari daun melalui pembuluh tapis ke dalam pembuluh lateks.
Secara fisiologi, ujar Edy, diperlukan waktu 42 jam untuk terbentuknya lateks.
Tahun ini, produksi karet Indonesia berdasarkan perhitungan ANRPC mencapai 3.175.000 ton atau naik sedikit dari 2014 yang sebanyak 3.153.200 ton.
Penurunan produksi, kata dia, sudah terlihat pada September 2015 dimana tinggal 253.700 ton dari September 2014 yang 254.600 ton.
Selain dampak kabut asap, potensi penurunan produksi juga sebagai efek El Nino yang mengakibatkan musim kemarau lebih panjang terutama di daerah belahan bumi selatan.
"Kalau produksi benar-benar terganggu hingga akhir tahun, bisa jadi produksi karet Indonesia yang diasumsikan sebanyak 3.175.000 ton tahun 2015 ini tidak tercapai," katanya.