Palangka Raya (Antara Kalteng) - PT Tunas Agro Subur Kencana III yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit di 12 desa di Kabupaten Kotawaringin Timur mempertanyakan urgensi pembentukan dua tim khusus DPRD Kalimantan Tengah terkait masalah perizinan dan plasma serta normalisasi maupun kompensasi kerusakan sungai.
Bila perlu klarifikasi terhadap berbagai permasalahan itu sebaiknya langsung saja antara pemerintah dan perusahaan, kata perwakilan Legal Departemen PT TASK Bima usai mengikuti rapat dengar pendapat yang dilaksanakan Komisi B dan D DPRD Kalteng dengan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang dihadiri Pemerintah Provinsi serta masyarakat sekitar kebun, Palangka Raya, Selasa.
"Seyogyanya tidak perlu bentuk tim khusus. Kita kan selalu hadir kalau dipanggil. Dalam rapat dengar pendapat tadi saya sudah sampaikan, agar permasalahan itu dipahami secara mendalam, bukan setengah-setengah. Tapi, pada dasarnya PT TASK siap saja," tambahnya.
Mengenai realisasi plasma 20 persen dari hak guna usaha (HGU), PT TASK mengklaim telah menyediakan lokasi dan melakukan nota kesepakatan dan diketahui pemerintah Kabupaten Kotim. Namun, saat ditanya dengan pihak mana melakukan nota kesepakatan, PT TASK tidak mengetahui apakah atas nama masyarakat atau tidak.
Bima berkilah plasma 20 persen sudah tersedia dan tidak harus berada di lokasi HGU. Sedangkan untuk realisasi dan pembagian plasma terhadap 12 desa yang harus mendapat plasma tersebut, PT TASK menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kabupaten Kotim.
"Membagi plasma terhadap 12 desa itu bukan kewenangan PT TASK, tapi pemerintah daerah. Pada dasarnya kami siap menyediakan plasma. Tapi, masyarakat juga harus siap dengan kewajibannya. Aturan di plasma kan ada juga di perbankan," kata dia.
Legal Departemen PT TASK ini juga mempertanyakan urgensi konpensasi pasca kerusakan sungai Patai. Dia justru mempertanyakan apakah masyarakat sekitar dahulunya melewati sungai tersebut, dan sekarang ini lebih banyak melewati atau mendistribusikan logistik dari darat atau sungai.
"Saya tidak mau berdebat di situ. sangat subjektiflah. Konpensasi itu untuk masyarakat yang mana. Parameter untuk memberikan konpensasi tersebut apa. Jangan-jangan kompensasi itu bukan untuk masyarakat melainkan golongan. Kalau diberikan kan, nanti masyarakat lain juga mencari-cari dan membuat masalah baru," demikian Bima.
Sebelumnya, Anggota DPRD Kalteng mewaliki Komisi B dan D Punding LH Bangkan menyebut hasil rapat dengar pendapat menyikapi ketidakberesan PT TASK tersebut, dibentuk dua tim Khusus sekaligus. Tim Khusus pertama bertugas memastikan perizinan maupun realisasi plasma, dan tim khusus dua terkait normalisasi maupun konfensasi pasca rusaknya sungai patai.
Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng itu menyebut tim khusus tersebut ditargetkan sudah terbentuk seminggu setelah rapat dengar pendapat ini, dan anggotanya terdiri dari Pemerintah dan DPRD Provinsi, Pemerintah dan DPRD Kabupaten Kotim maupun Aparat Penegak Hukum. Tim Khusus ini nantinya akan dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja (APBD) Provinsi maupun kabupaten Kotim.
"Tim ini tidak hanya menunggu informasi, tapi langsung turun ke lapangan untuk memastikan apakah benar perusahaan tersebut menanam di luar lahan yang telah diizinkan, luas lahan plasma yang telah disediakan, dan normalisasi maupun konfensasi perusakan sungai patai. Tim Khusus ini akan menghitung secara terperinci," demikian Punding.
Bila perlu klarifikasi terhadap berbagai permasalahan itu sebaiknya langsung saja antara pemerintah dan perusahaan, kata perwakilan Legal Departemen PT TASK Bima usai mengikuti rapat dengar pendapat yang dilaksanakan Komisi B dan D DPRD Kalteng dengan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang dihadiri Pemerintah Provinsi serta masyarakat sekitar kebun, Palangka Raya, Selasa.
"Seyogyanya tidak perlu bentuk tim khusus. Kita kan selalu hadir kalau dipanggil. Dalam rapat dengar pendapat tadi saya sudah sampaikan, agar permasalahan itu dipahami secara mendalam, bukan setengah-setengah. Tapi, pada dasarnya PT TASK siap saja," tambahnya.
Mengenai realisasi plasma 20 persen dari hak guna usaha (HGU), PT TASK mengklaim telah menyediakan lokasi dan melakukan nota kesepakatan dan diketahui pemerintah Kabupaten Kotim. Namun, saat ditanya dengan pihak mana melakukan nota kesepakatan, PT TASK tidak mengetahui apakah atas nama masyarakat atau tidak.
Bima berkilah plasma 20 persen sudah tersedia dan tidak harus berada di lokasi HGU. Sedangkan untuk realisasi dan pembagian plasma terhadap 12 desa yang harus mendapat plasma tersebut, PT TASK menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Kabupaten Kotim.
"Membagi plasma terhadap 12 desa itu bukan kewenangan PT TASK, tapi pemerintah daerah. Pada dasarnya kami siap menyediakan plasma. Tapi, masyarakat juga harus siap dengan kewajibannya. Aturan di plasma kan ada juga di perbankan," kata dia.
Legal Departemen PT TASK ini juga mempertanyakan urgensi konpensasi pasca kerusakan sungai Patai. Dia justru mempertanyakan apakah masyarakat sekitar dahulunya melewati sungai tersebut, dan sekarang ini lebih banyak melewati atau mendistribusikan logistik dari darat atau sungai.
"Saya tidak mau berdebat di situ. sangat subjektiflah. Konpensasi itu untuk masyarakat yang mana. Parameter untuk memberikan konpensasi tersebut apa. Jangan-jangan kompensasi itu bukan untuk masyarakat melainkan golongan. Kalau diberikan kan, nanti masyarakat lain juga mencari-cari dan membuat masalah baru," demikian Bima.
Sebelumnya, Anggota DPRD Kalteng mewaliki Komisi B dan D Punding LH Bangkan menyebut hasil rapat dengar pendapat menyikapi ketidakberesan PT TASK tersebut, dibentuk dua tim Khusus sekaligus. Tim Khusus pertama bertugas memastikan perizinan maupun realisasi plasma, dan tim khusus dua terkait normalisasi maupun konfensasi pasca rusaknya sungai patai.
Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng itu menyebut tim khusus tersebut ditargetkan sudah terbentuk seminggu setelah rapat dengar pendapat ini, dan anggotanya terdiri dari Pemerintah dan DPRD Provinsi, Pemerintah dan DPRD Kabupaten Kotim maupun Aparat Penegak Hukum. Tim Khusus ini nantinya akan dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja (APBD) Provinsi maupun kabupaten Kotim.
"Tim ini tidak hanya menunggu informasi, tapi langsung turun ke lapangan untuk memastikan apakah benar perusahaan tersebut menanam di luar lahan yang telah diizinkan, luas lahan plasma yang telah disediakan, dan normalisasi maupun konfensasi perusakan sungai patai. Tim Khusus ini akan menghitung secara terperinci," demikian Punding.