Kuala Pembuang (Antara Kalteng) - Perajin anyaman rotan di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah kesulitan untuk memasarkan produknya karena belum memadainya infrastruktur jalan penghubung antar wilayah di kabupaten tersebut.
"Saat ini perajin rotan di sejumlah desa tidak bisa memasarkan produknya karena akses jalan yang masih sulit dilalui," kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Seruyan, Laosma Purba di Kuala Pembuang, Senin.
Ia mengatakan, sulitnya memasarkan produk anyaman rotan juga terjadi karena tidak adanya pasar atau investor yang mau menampung produk yang telah dihasilkan perajin rotan.
"Investor tidak mau masuk ke daerah hulu Seruyan untuk membantu perajin rotan, akses jalan yang sulit dilalui membuat biaya operasional yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi," katanya.
Karena sulitnya memasarkan produk, maka perajin sekaligus petani rotan Seruyan yang sebagian besar berada di desa-desa di Kecamatan Seruyan Hulu akhirnya terpaksa menjual rotan setengah jadi kepada pembeli di Kalimantan Barat.
"Karena produk kerajinan rotan masih sulit dipasarkan, akhirnya rotan dijual setengah jadi ke daerah yang lebih dekat yakni Kalimantan Barat," katanya.
Sementara, salah satu perajin rotan asal Desa Tumbang Manjul, Kecamatan Seruyan Hulu, Arbiah (61), mengatakan anyaman rotan buatan lokal kwalitasnya baik dan tidak kalah jika dibandingkan dengan hasil dari daerah lain.
"Namun karena pemasarannya yang sulit akhirnya lebih banyak digunakan sendiri, misalnya untuk berladang," katanya.
Ia menjelaskan, nilai kerajinan anyaman rotan bervariasi, tergantung dari besar kecilnya bentuk serta tingkat kesulitan dari nyaman yang diinginkan pembeli, seperti keranjang kecil yang dijadikan tempat bumbu-bumbu dapur harganya berkisar Rp30-Rp40 ribu per buah.
"Ada pula lanjung dengan ukuran besar yang dihargai Rp175 ribu per buah, kiyap atau alat untuk membersihkan beras seharga Rp40 ribu, ayak beras sekitar Rp50 ribu dan untuk tikar bangkuang sekitar Rp100 ribu per lembar," katanya.
Ia berharap, pembangunan akses jalan dari dan menuju daerahnya, segera diselesaikan pemerintah agar dapat membantu pemasaran hasil kerajinan yang dibuat para pengrajin anyaman rotan.
"Untuk ketersediaan bahan baku tidak menjadi masalah, hanya saja pemasaran hasil kerajinan ini yang sulit," katanya.
"Saat ini perajin rotan di sejumlah desa tidak bisa memasarkan produknya karena akses jalan yang masih sulit dilalui," kata Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Seruyan, Laosma Purba di Kuala Pembuang, Senin.
Ia mengatakan, sulitnya memasarkan produk anyaman rotan juga terjadi karena tidak adanya pasar atau investor yang mau menampung produk yang telah dihasilkan perajin rotan.
"Investor tidak mau masuk ke daerah hulu Seruyan untuk membantu perajin rotan, akses jalan yang sulit dilalui membuat biaya operasional yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi," katanya.
Karena sulitnya memasarkan produk, maka perajin sekaligus petani rotan Seruyan yang sebagian besar berada di desa-desa di Kecamatan Seruyan Hulu akhirnya terpaksa menjual rotan setengah jadi kepada pembeli di Kalimantan Barat.
"Karena produk kerajinan rotan masih sulit dipasarkan, akhirnya rotan dijual setengah jadi ke daerah yang lebih dekat yakni Kalimantan Barat," katanya.
Sementara, salah satu perajin rotan asal Desa Tumbang Manjul, Kecamatan Seruyan Hulu, Arbiah (61), mengatakan anyaman rotan buatan lokal kwalitasnya baik dan tidak kalah jika dibandingkan dengan hasil dari daerah lain.
"Namun karena pemasarannya yang sulit akhirnya lebih banyak digunakan sendiri, misalnya untuk berladang," katanya.
Ia menjelaskan, nilai kerajinan anyaman rotan bervariasi, tergantung dari besar kecilnya bentuk serta tingkat kesulitan dari nyaman yang diinginkan pembeli, seperti keranjang kecil yang dijadikan tempat bumbu-bumbu dapur harganya berkisar Rp30-Rp40 ribu per buah.
"Ada pula lanjung dengan ukuran besar yang dihargai Rp175 ribu per buah, kiyap atau alat untuk membersihkan beras seharga Rp40 ribu, ayak beras sekitar Rp50 ribu dan untuk tikar bangkuang sekitar Rp100 ribu per lembar," katanya.
Ia berharap, pembangunan akses jalan dari dan menuju daerahnya, segera diselesaikan pemerintah agar dapat membantu pemasaran hasil kerajinan yang dibuat para pengrajin anyaman rotan.
"Untuk ketersediaan bahan baku tidak menjadi masalah, hanya saja pemasaran hasil kerajinan ini yang sulit," katanya.