Muara Teweh (Antara Kalteng)- DPRD Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah beserta dinas terkait melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri terkait rancangan peraturan daerah tentang tata ruang.
Wakil Ketua I DPRD Barito Utara, Acep Tion di Muara Teweh, Rabu mengatakan persoalan tata ruang menjadi kendala dalam menentukan perda yang telah dirancang.
Pasalnya pemberlakuan perda yang sebelumnya sudah ditetapkan pada beberapa tahun lalu, bertentangan dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 529 tentang penunjukan kawasan hutan.
"Tentunya ini sangat berpengaruh dengan kondisi wilayah kita. Dengan konsultasi ini diharapkan adanya titik temu dalam mencari solusi hal tersebut," kata politisi dari Partai Amanat Nasional ini.
Anggota DPRD laninya, Hasrat mengatakan pemberlakuan perda nantinya akan mengacu pada SK Menhut. Dalam hal ini pihaknya meminta solusi karena ada beberapa investor yang saat ini masih memiliki ijin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan ternyata masuk dalam kawasan hutan produksi sesuai dengan SK Menhut 529.
"Kami kalangan legislatif tidak mau sembarang mengetok palu. Kita inginkan solusi agar tidak bersangkutan masalah dengan hukum nantinya," kata Hasrat.
Sementara Kepala Bagian Pembinaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah Wilayah Sulawesi dan Kalimantan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Lucy mengatakan bahwa solusi dari persoalan tersebut adalah mencabut ijinnya ketika selesai waktunya. Sehingga, saat pengajuan ijin nantinya agar di setop dan tidak diperpanjang.
"Sehingga jika perda sudah berlaku, tidak serta merta harus menyetop dan memberlakukan kepada pemilik HPH yang masih berijin. Harus ditunggu ijinnya habis terlebih dahulu," kata dia.
Wakil Ketua I DPRD Barito Utara, Acep Tion di Muara Teweh, Rabu mengatakan persoalan tata ruang menjadi kendala dalam menentukan perda yang telah dirancang.
Pasalnya pemberlakuan perda yang sebelumnya sudah ditetapkan pada beberapa tahun lalu, bertentangan dengan SK Menteri Kehutanan Nomor 529 tentang penunjukan kawasan hutan.
"Tentunya ini sangat berpengaruh dengan kondisi wilayah kita. Dengan konsultasi ini diharapkan adanya titik temu dalam mencari solusi hal tersebut," kata politisi dari Partai Amanat Nasional ini.
Anggota DPRD laninya, Hasrat mengatakan pemberlakuan perda nantinya akan mengacu pada SK Menhut. Dalam hal ini pihaknya meminta solusi karena ada beberapa investor yang saat ini masih memiliki ijin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan ternyata masuk dalam kawasan hutan produksi sesuai dengan SK Menhut 529.
"Kami kalangan legislatif tidak mau sembarang mengetok palu. Kita inginkan solusi agar tidak bersangkutan masalah dengan hukum nantinya," kata Hasrat.
Sementara Kepala Bagian Pembinaan dan Pemanfaatan Ruang Daerah Wilayah Sulawesi dan Kalimantan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Lucy mengatakan bahwa solusi dari persoalan tersebut adalah mencabut ijinnya ketika selesai waktunya. Sehingga, saat pengajuan ijin nantinya agar di setop dan tidak diperpanjang.
"Sehingga jika perda sudah berlaku, tidak serta merta harus menyetop dan memberlakukan kepada pemilik HPH yang masih berijin. Harus ditunggu ijinnya habis terlebih dahulu," kata dia.