Palangka Raya (Antara Kalteng) - Legislator Kalimantan Tengah HM Asera menilai pembagian kawasan hutan di provinsi ini sangat timpang karena lebih banyak peruntukannya bagi perkebunan kelapa sawit dan pertambangan dibandingkan pertanian pangan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa sekarang ini kawasan hutan justru lebih banyak dikuasai perusahaan dibandingkan masyarakat yang kecenderungan digunakan untuk bertani pangan, kata Asera di Palangka Raya, Senin.
"Kita berencana mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) untuk menyikapi ketimpangan pembagian kawasan hutan ini. Ke depan, ketimpangan kawasan ini diharapkan ditinjau ulang agar mampu mengakomodir kepentingan masyarakat," ucapnya.
Selain ketimpangan pembagian kawasan hutan, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kalteng ini juga menyoroti kebijakan Pemerintah yang melarang membersihkan lahan dengan cara membakar. Sebab, larangan ini membuat banyak petani di Provinsi ini kesulitan untuk bercocok tanam.
Dia mengatakan Pemerintah mengeluarkan aturan itu hanya mempertimbangkan pencegahan terjadinya kabut asap akibat pembakaran lahan. Namun, masyarakat Kalteng yang kebiasaannya membuka ladang dengan cara membakar menjadi kesulitan akibat aturan tersebut.
"Petani hanya bisa berladang dan menanam padi dengan cara membakar lahannya dulu. Kalau dilarang membakar, otomatis petani tidak bisa bercocok tanam. Kalau pertanyaannya, makan apa petani kita kalau bercocok tanam saja tidak bisa," tegasnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyebut, seharusnya larangan membakar lahan tersebut harus diiringi dengan solusi bagaimana membuka lahan yang baik. Terjadi sekarang ini, masyarakat kesulitan membuka lahan karena larangan dari pemerintah masih tidak disertai solusi yang jelas.
"Kalau hanya dilarang tanpa ada solusi, ya kasihan para petani di Kalteng ini. Tidak mungkinlah petani membakar lahan besar-besaran, karena yang dibakar itu hanya untuk makan. Tidak ada cara lain lagi kan, kalau ingin makan, ingin bercocok tanam harus membakar," kata Asera.
Tidak bisa dipungkiri bahwa sekarang ini kawasan hutan justru lebih banyak dikuasai perusahaan dibandingkan masyarakat yang kecenderungan digunakan untuk bertani pangan, kata Asera di Palangka Raya, Senin.
"Kita berencana mengadakan rapat dengar pendapat (RDP) untuk menyikapi ketimpangan pembagian kawasan hutan ini. Ke depan, ketimpangan kawasan ini diharapkan ditinjau ulang agar mampu mengakomodir kepentingan masyarakat," ucapnya.
Selain ketimpangan pembagian kawasan hutan, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kalteng ini juga menyoroti kebijakan Pemerintah yang melarang membersihkan lahan dengan cara membakar. Sebab, larangan ini membuat banyak petani di Provinsi ini kesulitan untuk bercocok tanam.
Dia mengatakan Pemerintah mengeluarkan aturan itu hanya mempertimbangkan pencegahan terjadinya kabut asap akibat pembakaran lahan. Namun, masyarakat Kalteng yang kebiasaannya membuka ladang dengan cara membakar menjadi kesulitan akibat aturan tersebut.
"Petani hanya bisa berladang dan menanam padi dengan cara membakar lahannya dulu. Kalau dilarang membakar, otomatis petani tidak bisa bercocok tanam. Kalau pertanyaannya, makan apa petani kita kalau bercocok tanam saja tidak bisa," tegasnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyebut, seharusnya larangan membakar lahan tersebut harus diiringi dengan solusi bagaimana membuka lahan yang baik. Terjadi sekarang ini, masyarakat kesulitan membuka lahan karena larangan dari pemerintah masih tidak disertai solusi yang jelas.
"Kalau hanya dilarang tanpa ada solusi, ya kasihan para petani di Kalteng ini. Tidak mungkinlah petani membakar lahan besar-besaran, karena yang dibakar itu hanya untuk makan. Tidak ada cara lain lagi kan, kalau ingin makan, ingin bercocok tanam harus membakar," kata Asera.