Jakarta (Antara Kalteng) - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menggelar uji kelayakan untuk 90 bakal calon legislatifnya di Jakarta pada 4-5 November 2017 dengan menghadirkan 11 juri independen.
Ketua Umum PSI, Grace Natalie, mengatakan uji kompetensi secara terbuka digelar agar masyarakat kelak mengenal caleg yang dipilih.
"Karena ini mereka ini nanti akan merepresentasikan masyarakat. Dari 250 juta penduduk Indonesia, kita hanya punya 575 anggota DPR, 1 orang mewakili jutaan masyarakat. Selama ini kita tidak tahu bagaimana proses di dalam partai seperti apa, tahu-tahu sudah keluar daftar caleg yang ditetapkan KPU," kata Grace dalam keterangan persnya, Sabtu.
Grace menjelaskan, uji kompetensi dilakukan untuk sekitar 200 peserta dalam tahap pertama. Peserta disediakan 7 menit menyajikan visi-misi, gagasan, dan alasan menjadi legislatif serta 13 menit sesi tanya-jawab.
"Jadi kami minta mereka untuk menyiapkan visi-misi. Lalu, apa yang memotivasi, mau jadi anggota komisi berapa, dan apa yang akan mereka lakukan di sana," ujar Grace.
Salah seorang juri, Djayadi Hanan, menyatakan tidak ada satu pun calon, yang telah diuji, yang tidak mempunyai pekerjaan bagus. "Ada pengacara, dosen, juga dokter. Mereka orang-orang sukses," kata doktor politik lulusan Ohio State University ini.
"Mereka tertarik ke politik, kebanyakan, karena merasa pengabdian mereka selama ini kurang efektif. Mereka melihat PSI sebagai partai baru telah memberikan harapan," katanya.
Juri lain, Hamdi Muluk, menyampaikan rasa salutnya kepada PSI karena menggelar uji kompetensi secara terbuka. "Semoga PSI konsisten melakukan tes seperti ini dan diikuti oleh partai-partai lain," kata guru besar psikologi UI ini.
Terdapat 11 juri independen yang menguji 90 bakal calon anggota legislatif PSI, yaitu Mari Elka Pangestu (mantan Menteri Perdagangan), Moh. Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Bibit Samad Rianto (mantan Wakil Ketua KPK), Tuti Hadiputranto (advokat senior), Hamdi Muluk (guru besar psikologi Universitas Indonesia), Djayadi Hanan (pakar politik).
Selanjutnya, Wishnutama (entrepreneur muda), Zainal Arifin Mochtar (tokoh anti korupsi), Neng Dara Affiah (aktivis dan mantan Komisioner Komnas Perempuan), Sri Budi Eko Wardani (dosen politik Universitas Indonesia), dan Henny Supolo (aktivis pendidikan).
Ketua Umum PSI, Grace Natalie, mengatakan uji kompetensi secara terbuka digelar agar masyarakat kelak mengenal caleg yang dipilih.
"Karena ini mereka ini nanti akan merepresentasikan masyarakat. Dari 250 juta penduduk Indonesia, kita hanya punya 575 anggota DPR, 1 orang mewakili jutaan masyarakat. Selama ini kita tidak tahu bagaimana proses di dalam partai seperti apa, tahu-tahu sudah keluar daftar caleg yang ditetapkan KPU," kata Grace dalam keterangan persnya, Sabtu.
Grace menjelaskan, uji kompetensi dilakukan untuk sekitar 200 peserta dalam tahap pertama. Peserta disediakan 7 menit menyajikan visi-misi, gagasan, dan alasan menjadi legislatif serta 13 menit sesi tanya-jawab.
"Jadi kami minta mereka untuk menyiapkan visi-misi. Lalu, apa yang memotivasi, mau jadi anggota komisi berapa, dan apa yang akan mereka lakukan di sana," ujar Grace.
Salah seorang juri, Djayadi Hanan, menyatakan tidak ada satu pun calon, yang telah diuji, yang tidak mempunyai pekerjaan bagus. "Ada pengacara, dosen, juga dokter. Mereka orang-orang sukses," kata doktor politik lulusan Ohio State University ini.
"Mereka tertarik ke politik, kebanyakan, karena merasa pengabdian mereka selama ini kurang efektif. Mereka melihat PSI sebagai partai baru telah memberikan harapan," katanya.
Juri lain, Hamdi Muluk, menyampaikan rasa salutnya kepada PSI karena menggelar uji kompetensi secara terbuka. "Semoga PSI konsisten melakukan tes seperti ini dan diikuti oleh partai-partai lain," kata guru besar psikologi UI ini.
Terdapat 11 juri independen yang menguji 90 bakal calon anggota legislatif PSI, yaitu Mari Elka Pangestu (mantan Menteri Perdagangan), Moh. Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi), Bibit Samad Rianto (mantan Wakil Ketua KPK), Tuti Hadiputranto (advokat senior), Hamdi Muluk (guru besar psikologi Universitas Indonesia), Djayadi Hanan (pakar politik).
Selanjutnya, Wishnutama (entrepreneur muda), Zainal Arifin Mochtar (tokoh anti korupsi), Neng Dara Affiah (aktivis dan mantan Komisioner Komnas Perempuan), Sri Budi Eko Wardani (dosen politik Universitas Indonesia), dan Henny Supolo (aktivis pendidikan).