Jakarta (Antaranews) - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa hingga saat ini baru berhasil mengidentifikasi dan mendokumentasikan 652 bahasa daerah dari 2.452 daerah pengamatan.

"Target kami selesai identifikasi pada 2019," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Dadang Suhendar pada Gelar Wicara dan Festival Tunas Bahasa Ibu di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan masih banyak bahasa daerah yang belum berhasil teridentifikasi seperti di wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat yang belum semua teridentifikasi.

"Di Papua, baru 380 bahasa yang berhasil kami identifikasi tapi itu juga belum berhasil karena bisa jadi antara satu pulau dengan yang lain tidak saling memahami. Berbeda dengan di Jawa, meski berbeda tapi bisa saling memahami," tambah dia.

Menurut dia, untuk daerah yang memang bahasa daerahnya belum teridentifikasi memang bahasa negara yaitu Bahasa Indonesia yang menjadi jembatan komunikasi.

Lebih lanjut Dadang mengatakan dari 652 bahasa daerah yang sudah teridentifikasi dan dipetakan, baru 71 bahasa yang direvitalisasi sejak 2011 hingga 2017.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa juga telah mengklasifikasikan status bahasa daerah yaitu 19 bahasa aman, 16 bahasa stabil, dua bahasa mengalami kemunduran, 19 bahasa terancam punah, empat bahasa kritis dan 11 bahasa telah punah.

Bahasa yang punah tersebut berasal dari Maluku yaitu bahasa daerah Kajeli/Kayeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua dan Nila serta bahasa Papua yaitu Tandia dan Mawes.

Sementara bahasa yang kritis adalah bahasa daerah Reta dari NTT, Saponi dari Papua dan dari Maluku yaitu bahasa daerah Ibo dan Meher.


Pewarta : Desi Purnamawati
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024