Pulang Pisau (Antaranews Kalteng) - Perwira Penghubung Pulang Pisau 1011/KLK, Kapten Inf Mulyadi yang juga Incident Commander (IC) Kebakaran Hutan dan Lahan (karhutla) kabupaten setempat menduga, 100 persen karhutla yang terjadi di kabupaten itu akibat sengaja dibakar.
"Kita tidak mengetahui untuk kepentingan apa, tetapi yang jelas tidak akan ada api dan karhutla terjadi dengan sendirinya," terang Mulyadi, Jumat (21/9/2018).
Dikatakannya, meski masih terjadi hujan, namun karhutla di beberapa kecamatan masih terjadi. Bahkan beberapa di antaranya lokasinya cukup jauh dan sulit dijangkau dengan melalui jalan darat.
Mulyadi meminta peran dari masing-masing perangkat desa dan kecamatan agar bisa mensosialisasikan kepada masyarakat untuk benar-benar tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan selama musim kemarau ini.
Hujan yang terjadi tidak merata di semua wilayah membuat karhutla masih sering terjadi.
Mulyadi juga mengatakan, selain jarak, ketersediaan air juga menjadi kendala dalam pemadaman kebakaran. Banyak pipa-pipa air yang sebelumnya dibuat oleh Badan Restorasi Gambut (BGR) ikut terbakar karena terbuat dari plastik.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat sumur bor secara langsung di lokasi titik yang terbakar. Namun, pengeboran secara langsung itu memakan biaya meski lebih efektif dan murah.
Satu sumur bor yang bisa dibuat langsung oleh Masyarakat Peduli Api (MPA) ini menghabiskan sekitar Rp500 ribu.
Berdasarkan pantauan, kata Mulyadi, karhutla masih terjadi di Kecamatan Jabiren Raya (21/92018). Upaya pemadaman masih dilakukan oleh petugas gabungan di Desa Henda.
Ketersediaan sumber air di lokasi yang tidak ada, membuat pemadaman dilanjutkan pada keesokan harinya karena api masih meluas dan terus masuk ke dalam hutan.
"Kita tidak mengetahui untuk kepentingan apa, tetapi yang jelas tidak akan ada api dan karhutla terjadi dengan sendirinya," terang Mulyadi, Jumat (21/9/2018).
Dikatakannya, meski masih terjadi hujan, namun karhutla di beberapa kecamatan masih terjadi. Bahkan beberapa di antaranya lokasinya cukup jauh dan sulit dijangkau dengan melalui jalan darat.
Mulyadi meminta peran dari masing-masing perangkat desa dan kecamatan agar bisa mensosialisasikan kepada masyarakat untuk benar-benar tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan selama musim kemarau ini.
Hujan yang terjadi tidak merata di semua wilayah membuat karhutla masih sering terjadi.
Mulyadi juga mengatakan, selain jarak, ketersediaan air juga menjadi kendala dalam pemadaman kebakaran. Banyak pipa-pipa air yang sebelumnya dibuat oleh Badan Restorasi Gambut (BGR) ikut terbakar karena terbuat dari plastik.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membuat sumur bor secara langsung di lokasi titik yang terbakar. Namun, pengeboran secara langsung itu memakan biaya meski lebih efektif dan murah.
Satu sumur bor yang bisa dibuat langsung oleh Masyarakat Peduli Api (MPA) ini menghabiskan sekitar Rp500 ribu.
Berdasarkan pantauan, kata Mulyadi, karhutla masih terjadi di Kecamatan Jabiren Raya (21/92018). Upaya pemadaman masih dilakukan oleh petugas gabungan di Desa Henda.
Ketersediaan sumber air di lokasi yang tidak ada, membuat pemadaman dilanjutkan pada keesokan harinya karena api masih meluas dan terus masuk ke dalam hutan.