Palangka Raya (Antaranews Kalteng) - Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalimantan Tengah, hingga saat ini angka pernikahan dini di Kalteng masih tergolong tinggi.
"Data ini membandingkan dua waktu berbeda, yaitu pada tahun 2012 dan tahun 2017. Kendati masih tinggi namun sebenarnya telah terjadi penurunan," kata Kasubbid Advokasi dan KIE BKKBN Kalteng Adhitya Mardhika Saputra di Palangka Raya, Senin.
Ia mengatakan, hal ini dilihat dari data survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tentang angka kelahiran rentang usia 15-19 tahun.
SDKI Nasional pada tahun 2012 adalah sebesar 48 dan pada tahun 2017 menurun menjadi sebesar 36. Sementara SDKI Kalteng ada tahun 2012 adalah sebesar 89 dan pada tahun 2017 menurun menjadi sebesar 83.
Meski terjadi penurunan, namun angka pernikahan usia dini di Kalteng masih melebihi statistik di tingkat nasional. Hal ini menjadi salah satu penyebab jumlah tersebut dinilai tinggi dan harus diturunkan.
Banyak faktor menjadi penyebab masih terjadinya pernikahan usia dini, yakni permasalahan budaya atau kebiasaan, ekonomi, pendidikan serta dampak dari pergaulan bebas.
"Latar belakang terjadinya pernikahan usia dini di Kalteng sangatlah beragam, diantaranya tidak tersedia cukup biaya untuk sekolah anak sehingga orang tua lebih memilih langsung menikahkannya," ungkapnya.
Kasus pernikahan usia dini di Kalteng terjadi secara merata, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Sehingga intervensi yang dilakukan pemerintah dilakukan secara berimbang di semua wilayah kabupaten/kota.
Adhitya menjelaskan, intervensi yang pihaknya lakukan yaitu melalui berbagai program yang bertujuan meningkatkan pengetahuan orang tua dan anak, mulai dari program bina ketahanan keluarga, pendewasaan usia perkawinan dan lainnya.
"Kami juga secara rutin melaksanakan pemilihan duta genre untuk memacu prestasi dari generasi muda, agar mereka terhindar dari ragam aktivitas yang mengarah pada perilaku negatif atau pergaulan bebas," ucapnya.
Pernikahan usia dini wajib dihindari, sebab banyak dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu tingginya resiko kematian saat melahirkan, gangguan psikologis di lingkungan masyarakat serta perceraian akibat labilnya sebuah hubungan pasangan suami isteri.
"Data ini membandingkan dua waktu berbeda, yaitu pada tahun 2012 dan tahun 2017. Kendati masih tinggi namun sebenarnya telah terjadi penurunan," kata Kasubbid Advokasi dan KIE BKKBN Kalteng Adhitya Mardhika Saputra di Palangka Raya, Senin.
Ia mengatakan, hal ini dilihat dari data survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tentang angka kelahiran rentang usia 15-19 tahun.
SDKI Nasional pada tahun 2012 adalah sebesar 48 dan pada tahun 2017 menurun menjadi sebesar 36. Sementara SDKI Kalteng ada tahun 2012 adalah sebesar 89 dan pada tahun 2017 menurun menjadi sebesar 83.
Meski terjadi penurunan, namun angka pernikahan usia dini di Kalteng masih melebihi statistik di tingkat nasional. Hal ini menjadi salah satu penyebab jumlah tersebut dinilai tinggi dan harus diturunkan.
Banyak faktor menjadi penyebab masih terjadinya pernikahan usia dini, yakni permasalahan budaya atau kebiasaan, ekonomi, pendidikan serta dampak dari pergaulan bebas.
"Latar belakang terjadinya pernikahan usia dini di Kalteng sangatlah beragam, diantaranya tidak tersedia cukup biaya untuk sekolah anak sehingga orang tua lebih memilih langsung menikahkannya," ungkapnya.
Kasus pernikahan usia dini di Kalteng terjadi secara merata, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Sehingga intervensi yang dilakukan pemerintah dilakukan secara berimbang di semua wilayah kabupaten/kota.
Adhitya menjelaskan, intervensi yang pihaknya lakukan yaitu melalui berbagai program yang bertujuan meningkatkan pengetahuan orang tua dan anak, mulai dari program bina ketahanan keluarga, pendewasaan usia perkawinan dan lainnya.
"Kami juga secara rutin melaksanakan pemilihan duta genre untuk memacu prestasi dari generasi muda, agar mereka terhindar dari ragam aktivitas yang mengarah pada perilaku negatif atau pergaulan bebas," ucapnya.
Pernikahan usia dini wajib dihindari, sebab banyak dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu tingginya resiko kematian saat melahirkan, gangguan psikologis di lingkungan masyarakat serta perceraian akibat labilnya sebuah hubungan pasangan suami isteri.