Sampit (ANTARA) - Ketua Komisi III DPRD Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Rimbun meminta pihak terkait dan masyarakat untuk mengendalikan serta mengawasi dengan ketat keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang ada di daerah itu.
"Setiap perusahaan perkebunan yang kerap membawa TKA juga harus menjadi catatan pemerintah daerah setempat agar keberadaan mereka selalu terpantau," katanya di Sampit, Rabu.
Rimbun juga meminta kepada pemerintah daerah untuk lebih selektif dalam pemberian izin terhadap perusahaan dalam mempekerjakan TKA.
"TKA Yang bekerja di perusahaan perkebunan sawit, maupun pertambangan serta bidang lainnya hendaknya bukan pegawai rendahan, namun minimal harus menduduki unsur pimpinan, dan paling tidak GM," tegasnya.
Menurut Rimbun, pembatasan tingkatan jabatan TKA yang bekerja di perusahaan juga sebagai upaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di daerah.
"Jika TKA itu dipekerjakan sebagai buruh tentunya hal itu akan mengurangi peluang masyarakat dalam mendapatkan pekerjaan. Di tempat kita banyak masyarakat yang siap bekerja menjadi buruh. TKA juga wajib memberikan ilmu yang dimilikinya, yakni dengan mengajari masyarakat setempat," terangnya.
Rimbun juga berharap, kehadirian TKA tidak merusak tatanan moral generasi muda. Sebab, secara budaya dan agama antara pekerja asing dan pekerja lokal sudah berbeda.
"Jangan sampai budaya setempat terpengaruh oleh budaya mereka dari luar tersebut," ucapnya.
Ia meminta kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsnakertrans) untuk melakukan pendataan secara akurat terhadap jumlah tenaga kerja asing di daerah ini.
Kemudian Rimbun juga mendorong agar perusahaan yang berinvestasi di Kotim jangan alergi dengan tenaga kerja lokal. Karena perusahaan skala besar harus memaksimalkan keberadaan tenaga lokal untuk bekerja di perusahana tersebut.
"Salah satu tujuan Kotim menerima investor untuk berinvestasi Di Kotim adalah untuk mempermudah masyrakatnya mendapatkan pekerjaan yang layak, karena itu jangan sampai warga kita yang melamar ditolak tanpa alasan jelas," demikian Rimbun.
"Setiap perusahaan perkebunan yang kerap membawa TKA juga harus menjadi catatan pemerintah daerah setempat agar keberadaan mereka selalu terpantau," katanya di Sampit, Rabu.
Rimbun juga meminta kepada pemerintah daerah untuk lebih selektif dalam pemberian izin terhadap perusahaan dalam mempekerjakan TKA.
"TKA Yang bekerja di perusahaan perkebunan sawit, maupun pertambangan serta bidang lainnya hendaknya bukan pegawai rendahan, namun minimal harus menduduki unsur pimpinan, dan paling tidak GM," tegasnya.
Menurut Rimbun, pembatasan tingkatan jabatan TKA yang bekerja di perusahaan juga sebagai upaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di daerah.
"Jika TKA itu dipekerjakan sebagai buruh tentunya hal itu akan mengurangi peluang masyarakat dalam mendapatkan pekerjaan. Di tempat kita banyak masyarakat yang siap bekerja menjadi buruh. TKA juga wajib memberikan ilmu yang dimilikinya, yakni dengan mengajari masyarakat setempat," terangnya.
Rimbun juga berharap, kehadirian TKA tidak merusak tatanan moral generasi muda. Sebab, secara budaya dan agama antara pekerja asing dan pekerja lokal sudah berbeda.
"Jangan sampai budaya setempat terpengaruh oleh budaya mereka dari luar tersebut," ucapnya.
Ia meminta kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsnakertrans) untuk melakukan pendataan secara akurat terhadap jumlah tenaga kerja asing di daerah ini.
Kemudian Rimbun juga mendorong agar perusahaan yang berinvestasi di Kotim jangan alergi dengan tenaga kerja lokal. Karena perusahaan skala besar harus memaksimalkan keberadaan tenaga lokal untuk bekerja di perusahana tersebut.
"Salah satu tujuan Kotim menerima investor untuk berinvestasi Di Kotim adalah untuk mempermudah masyrakatnya mendapatkan pekerjaan yang layak, karena itu jangan sampai warga kita yang melamar ditolak tanpa alasan jelas," demikian Rimbun.