Banjarmasin (ANTARA) - Sejumlah tokoh Islam di Kalimantan Selatan (Kalsel) menolak segala ajakan "people power" untuk penggulingan pemerintahan yang sah.
Seperti yang disampaikan tokoh agama Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel KH Asmuni atau yang biasa dikenal dengan sebutan Guru Danau.
"Kita masyarakat di sini sungguh sangat menolak bermacam politik untuk menggulingkan pemerintah. Jadi kita tolak mentah-mentah saja," kata Guru Danau, pada Minggu.
Menurut ulama kharismatik ini, pemerintahan yang sah tidak bisa digoyang hanya karena pihak yang tak sejalan kalah dalam pemilu.
"Kalau mengoyang berarti melanggar hukum. Kalau sudah begitu, ada aturan mainnya. Jadi masyarakat jangan mudah terprovokasi oleh kepentingan politik belaka," ucapnya ketika ditemui di kediamannya di Desa Danau Panggang, RT 01 Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten HSU.
Guru Danau dikenal dalam setiap ceramahnya begitu menyejukkan hati jamaah yang mengikuti pengajian sang guru. Untuk itu, dia tak ingin bangsa ini terpecah belah akibat kepentingan politik yang hanya urusan duniawi.
Di samping berdakwah, Guru Danau mengelola sejumlah pondok pesantren. Di antaranya Pondok Pesantren Darul Aman di Pajukungan, Babirik, Amuntai. Kemudian Pondok Pesantren Hidayatus Shibyan di Danau Panggang serta Pondok Pesantren Raudhah di Jaro, Kabupaten Tabalong.
Seruan senada disampaikan KH Abdul Bari. Pengasuh Pondok Pesantren Asy-Syafi'iyah Sungai Pandan, Alabio Kabupaten Hulu Sungai Utara ini menolak keras "people power" karena bertentangan dengan demokrasi di negara Indonesia.
"Kami ingin daerah aman dan kondusif, sehingga menerima hasil keputusan KPU nanti," tegas ulama yang juga anggota Dewan Pertimbangan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten HSU itu.
Sementara Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalsel Dr H Mirhan mengimbau masyarakat tidak terpengaruh oleh ajakan yang bertentangan dengan hukum.
"Tindakan semacam 'people power' lantaran tidak puas dengan hasil pemilu, tidak sesuai Undang-Undang. Marilah kita sabar dulu menunggu, kecuali nanti misalnya beda apa yang disampaikan KPU dengan data intern yang dipegang salah satu kubu maka bisa dipersoalkan melalui jalur konstitusi," jelasnya.
Mirhan pun meminta semua bisa bersabar menunggu hasil penghitungan manual oleh KPU. Dimana proses di KPU yang berjenjang bisa dikawal bersama.
"Mari kita jaga keamanan, kedamaian dan ketentraman bangsa yang sudah demokratis ini," terang tokoh agama yang dikenal juga sebagai dosen Sosiologi Agama di Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin itu.
Menurut pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Budi Suryadi, ketidakpercayaan yang tumbuh terhadap kelembagaan negara dan ingin merusak struktur politik kelembagaan negara sangat merusak tatanan demokrasi.
"Baru kali ini ada people power karena soal hasil pemilu. Jadi sangat tidak elegan dan tergolong kategori bukan people power tetapi bentuk lain anarkhisme. Dimana fatsoen politik yang sudah disepakati dan prosedural diabaikan dan dilecehkan," paparnya.
Dosen berprestasi di ULM inipun menyayangkan jika pembuktian pelanggaran pemilu melalui lembaga yang kapabel diabaikan dan tidak dianggap sama sekali.
"Lalu apa yang mau jadi harapan politik, selain keinginan melakukan anarkhisme," tandasnya.
Baca juga: Ulama dan kiai diajak luruskan berita hoaks jelang Pemilu 2019
Seperti yang disampaikan tokoh agama Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel KH Asmuni atau yang biasa dikenal dengan sebutan Guru Danau.
"Kita masyarakat di sini sungguh sangat menolak bermacam politik untuk menggulingkan pemerintah. Jadi kita tolak mentah-mentah saja," kata Guru Danau, pada Minggu.
Menurut ulama kharismatik ini, pemerintahan yang sah tidak bisa digoyang hanya karena pihak yang tak sejalan kalah dalam pemilu.
"Kalau mengoyang berarti melanggar hukum. Kalau sudah begitu, ada aturan mainnya. Jadi masyarakat jangan mudah terprovokasi oleh kepentingan politik belaka," ucapnya ketika ditemui di kediamannya di Desa Danau Panggang, RT 01 Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten HSU.
Guru Danau dikenal dalam setiap ceramahnya begitu menyejukkan hati jamaah yang mengikuti pengajian sang guru. Untuk itu, dia tak ingin bangsa ini terpecah belah akibat kepentingan politik yang hanya urusan duniawi.
Di samping berdakwah, Guru Danau mengelola sejumlah pondok pesantren. Di antaranya Pondok Pesantren Darul Aman di Pajukungan, Babirik, Amuntai. Kemudian Pondok Pesantren Hidayatus Shibyan di Danau Panggang serta Pondok Pesantren Raudhah di Jaro, Kabupaten Tabalong.
Seruan senada disampaikan KH Abdul Bari. Pengasuh Pondok Pesantren Asy-Syafi'iyah Sungai Pandan, Alabio Kabupaten Hulu Sungai Utara ini menolak keras "people power" karena bertentangan dengan demokrasi di negara Indonesia.
"Kami ingin daerah aman dan kondusif, sehingga menerima hasil keputusan KPU nanti," tegas ulama yang juga anggota Dewan Pertimbangan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten HSU itu.
Sementara Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalsel Dr H Mirhan mengimbau masyarakat tidak terpengaruh oleh ajakan yang bertentangan dengan hukum.
"Tindakan semacam 'people power' lantaran tidak puas dengan hasil pemilu, tidak sesuai Undang-Undang. Marilah kita sabar dulu menunggu, kecuali nanti misalnya beda apa yang disampaikan KPU dengan data intern yang dipegang salah satu kubu maka bisa dipersoalkan melalui jalur konstitusi," jelasnya.
Mirhan pun meminta semua bisa bersabar menunggu hasil penghitungan manual oleh KPU. Dimana proses di KPU yang berjenjang bisa dikawal bersama.
"Mari kita jaga keamanan, kedamaian dan ketentraman bangsa yang sudah demokratis ini," terang tokoh agama yang dikenal juga sebagai dosen Sosiologi Agama di Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin itu.
Menurut pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Budi Suryadi, ketidakpercayaan yang tumbuh terhadap kelembagaan negara dan ingin merusak struktur politik kelembagaan negara sangat merusak tatanan demokrasi.
"Baru kali ini ada people power karena soal hasil pemilu. Jadi sangat tidak elegan dan tergolong kategori bukan people power tetapi bentuk lain anarkhisme. Dimana fatsoen politik yang sudah disepakati dan prosedural diabaikan dan dilecehkan," paparnya.
Dosen berprestasi di ULM inipun menyayangkan jika pembuktian pelanggaran pemilu melalui lembaga yang kapabel diabaikan dan tidak dianggap sama sekali.
"Lalu apa yang mau jadi harapan politik, selain keinginan melakukan anarkhisme," tandasnya.
Baca juga: Ulama dan kiai diajak luruskan berita hoaks jelang Pemilu 2019