Jakarta (ANTARA) - Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, Prabowo Subiyanto-Sandiaga Uno, diwakili tim kuasa hukumnya telah mendaftarkan permohonan sengketa Pilpres 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (25/5).
Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, saat mendaftar di Gedung MK Jakarta, mengatakan dalam permohonan tersebut pihak Prabowo-Sandi menyampaikan beberapa argumen penting.
Dalam permohonannya yang dikutip ANTARA di MKRI.id, menyebutkan Pemilu yang jujur dan adil adalah syarat fundamental dalam menjamin eksistensi dan keberlanjutan Negara Hukum Republik Indonesia.
Baca juga: Parabowo-Sandi tak akan ajukan gugatan sengketa Pemilu ke MK, ini alasannya!
Dalam permohonannya ini juga menyebut MK sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution) bermakna pula sebagai penegak dan pembuka pintu keadilan sehingga memberikan harapan masa depan negara dan bangsa ini bagi para pencari keadilan.
Dalam permohonan yang ditandatangani Para Tim Kuasa Hukumnya, yakni Bambang Widjojanto, Denny Indrayana, Teuku Nasrullah, TM Luthi Yazid, Iwan Satriawan, Iskandar Sonhadji, Dorel Almir dan Zulfandi ini menilai pelanggaran Pilpres 2019 yang sistematis, terstruktur dan masif.
Pihak Prabowo-Sandi menyebut pelanggaran pemilu dapat terjadi di semua tahapan dan proses pemilu, yaitu sebelum, pada saat dan setelah pencoblosan, karena itu, kalau melakukan kecurangan dalam proses sebelum pencoblosan, maka pasangan capres dan cawapres yang menang dengan cara-cara curang secara sistematis, terstruktur dan masif harus dibatalkan kemenangannya oleh proses persidangan di MK.
Baca juga: MK putuskan gugatan Prabowo maksimum 14 hari
Prabowo-Sandi menilai calon presiden petahana telah melakukan "abuse of power" dengan menggunakan kewenangan yang ada, termasuk penggunaan fasilitas negara, aparatur negara, lembaga negara, BUMN guna mendukung program kemenangannya.
Penyalahgunaan tersebut bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar etika bernegara. Harus diingat bahwa pelanggaran etika adalah hal yang sangat prisipal, sebagaimana dikatakan Ronald D Dworkin, filosof dan ilmuwan AS "Moral priciple is the foundation of law".
Dalam permohonan ini menyebut pelanggaran pemilu dan kecurangan masif yang dilakukan calon presiden petahana adalah penyalahgunaan APBN dan program kerja pemerintah, ketidaknetralan aparatur negara (polisi dan intelijen), penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegak hukum.
Kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu semuanya bersifat sistematis, terstruktur dan masif, dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana dan mencakup serta berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia.
Baca juga: MK diminta waspadai manuver Bambang Widjojanto
Untuk itu, Prabowo-Sandi meminta tujuh permohonan kepada MK, yakni:
1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.
3. Menyatakan Capres Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif.
4. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Mar'uf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019.
5. Menetapkan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor urut 2 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024.
6. Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024, atau,.
7. Memerintahkan Termohon (KPU-red) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945.
"Apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," demikian permohonan Prabowo-Sandi.
Baca juga: Pengamanan di MK, KPU dan Bawaslu RI diperketat
Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, saat mendaftar di Gedung MK Jakarta, mengatakan dalam permohonan tersebut pihak Prabowo-Sandi menyampaikan beberapa argumen penting.
Dalam permohonannya yang dikutip ANTARA di MKRI.id, menyebutkan Pemilu yang jujur dan adil adalah syarat fundamental dalam menjamin eksistensi dan keberlanjutan Negara Hukum Republik Indonesia.
Baca juga: Parabowo-Sandi tak akan ajukan gugatan sengketa Pemilu ke MK, ini alasannya!
Dalam permohonannya ini juga menyebut MK sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution) bermakna pula sebagai penegak dan pembuka pintu keadilan sehingga memberikan harapan masa depan negara dan bangsa ini bagi para pencari keadilan.
Dalam permohonan yang ditandatangani Para Tim Kuasa Hukumnya, yakni Bambang Widjojanto, Denny Indrayana, Teuku Nasrullah, TM Luthi Yazid, Iwan Satriawan, Iskandar Sonhadji, Dorel Almir dan Zulfandi ini menilai pelanggaran Pilpres 2019 yang sistematis, terstruktur dan masif.
Pihak Prabowo-Sandi menyebut pelanggaran pemilu dapat terjadi di semua tahapan dan proses pemilu, yaitu sebelum, pada saat dan setelah pencoblosan, karena itu, kalau melakukan kecurangan dalam proses sebelum pencoblosan, maka pasangan capres dan cawapres yang menang dengan cara-cara curang secara sistematis, terstruktur dan masif harus dibatalkan kemenangannya oleh proses persidangan di MK.
Baca juga: MK putuskan gugatan Prabowo maksimum 14 hari
Prabowo-Sandi menilai calon presiden petahana telah melakukan "abuse of power" dengan menggunakan kewenangan yang ada, termasuk penggunaan fasilitas negara, aparatur negara, lembaga negara, BUMN guna mendukung program kemenangannya.
Penyalahgunaan tersebut bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar etika bernegara. Harus diingat bahwa pelanggaran etika adalah hal yang sangat prisipal, sebagaimana dikatakan Ronald D Dworkin, filosof dan ilmuwan AS "Moral priciple is the foundation of law".
Dalam permohonan ini menyebut pelanggaran pemilu dan kecurangan masif yang dilakukan calon presiden petahana adalah penyalahgunaan APBN dan program kerja pemerintah, ketidaknetralan aparatur negara (polisi dan intelijen), penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegak hukum.
Kelima jenis pelanggaran dan kecurangan itu semuanya bersifat sistematis, terstruktur dan masif, dalam arti dilakukan oleh aparat struktural, terencana dan mencakup serta berdampak luas kepada banyak wilayah Indonesia.
Baca juga: MK diminta waspadai manuver Bambang Widjojanto
Untuk itu, Prabowo-Sandi meminta tujuh permohonan kepada MK, yakni:
1. Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya.
2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.08-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden, Anggota DPRD, DPD tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Nasional di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019.
3. Menyatakan Capres Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif.
4. Membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan calon presiden dan wakil nomor urut 01, Presiden H Joko Widodo dan KH Mar'uf Amin sebagai Peserta Pilpres 2019.
5. Menetapkan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Nomor urut 2 H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode tahun 2019-2024.
6. Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk seketika untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H Prabowo Subianto dan H Sandiaga Salahudin Uno sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode tahun 2019-2024, atau,.
7. Memerintahkan Termohon (KPU-red) untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22e ayat 1 UUD 1945.
"Apabila Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," demikian permohonan Prabowo-Sandi.
Baca juga: Pengamanan di MK, KPU dan Bawaslu RI diperketat