Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjelaskan bahwa negara tetap konsisten menegakkan hukum terkait dengan tersangka dugaan makar dan kepemilikan senjata Kivlan Zen.
"Pak Wiranto sudah sampaikan, dan kita semua sudah sepakat bahwa hukum berjalan. Tidak ada lagi intervensi, tidak ada lagi mempertimbangkan faktor lain. Jadi, kita tidak intervensi. Negara harus konsisten tegakkan hukum, tidak boleh dipengaruhi siapapun dan negara tidak boleh mempengaruhi," kata Moeldoko di gedung Krida Bhakti Jakarta, Jumat.
Moeldoko menyampaikan hal itu terkait permintaan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Kivlan Zen kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto agar memberikan perlindungan dan jaminan penangguhan penahanan kepada Kivlan.
Kivlan meminta perlindungan serupa juga kepada Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, Menko Polhukam Wiranto dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa karena Kivlan merasa terancam.
"Proses harus berjalan dengan baik agar jangan sampai ada istilah pemerintah tidak konsisten, pemerintah tidak tegas," ungkap Moeldoko.
Moeldoko menilai bahwa pertimbangan terkait jasa-jasa Kivlan bagi negara lebih tepat diputuskan pada waktu persidangan
"Sekarang masih berproses, jadi nanti di sidang baru akan muncul, pasti akan jadi pertimbangan dalam keputusan bahwa seseorang telah memiliki jasa-jasa yang luar biasa kepada negara namun sekarang ini sedang berproses dan berjalan saja," tambah Moeldoko.
Polisi menjerat Kivlan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang senjata api yang memiliki ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Mei 2019 dan sudah ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Guntur, Jakarta Selatan.
Kivlan ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka dugaan makar karena diduga memiliki hubungan dengan enam orang yang diduga berencana melakukan pembunuhan pada empat tokoh nasional yakni Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Polhukam Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere serta satu ketua lembaga survei.
Kivlan juga menjadi tersangka dugaan kepemilikan senjata api terkait aksi demonstrasi penolakan hasil pemilu pada 21-22 Mei 2019 lalu.
Polisi juga sudah menetapkan enam tersangka yang diduga menunggangi kericuhan 21-22 Mei 2019. Kelompok ini dipimpin HK dan beranggotakan IR, TJ, AZ, AD dan AF.
Mereka memiliki peran berbeda mulai dari mencari penjual senjata api hingga mencari eksekutor. Keenamnya kini sudah ditahan polisi.
"Pak Wiranto sudah sampaikan, dan kita semua sudah sepakat bahwa hukum berjalan. Tidak ada lagi intervensi, tidak ada lagi mempertimbangkan faktor lain. Jadi, kita tidak intervensi. Negara harus konsisten tegakkan hukum, tidak boleh dipengaruhi siapapun dan negara tidak boleh mempengaruhi," kata Moeldoko di gedung Krida Bhakti Jakarta, Jumat.
Moeldoko menyampaikan hal itu terkait permintaan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Kivlan Zen kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto agar memberikan perlindungan dan jaminan penangguhan penahanan kepada Kivlan.
Kivlan meminta perlindungan serupa juga kepada Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, Menko Polhukam Wiranto dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa karena Kivlan merasa terancam.
"Proses harus berjalan dengan baik agar jangan sampai ada istilah pemerintah tidak konsisten, pemerintah tidak tegas," ungkap Moeldoko.
Moeldoko menilai bahwa pertimbangan terkait jasa-jasa Kivlan bagi negara lebih tepat diputuskan pada waktu persidangan
"Sekarang masih berproses, jadi nanti di sidang baru akan muncul, pasti akan jadi pertimbangan dalam keputusan bahwa seseorang telah memiliki jasa-jasa yang luar biasa kepada negara namun sekarang ini sedang berproses dan berjalan saja," tambah Moeldoko.
Polisi menjerat Kivlan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang senjata api yang memiliki ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 29 Mei 2019 dan sudah ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan (Rutan) Guntur, Jakarta Selatan.
Kivlan ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka dugaan makar karena diduga memiliki hubungan dengan enam orang yang diduga berencana melakukan pembunuhan pada empat tokoh nasional yakni Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Polhukam Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere serta satu ketua lembaga survei.
Kivlan juga menjadi tersangka dugaan kepemilikan senjata api terkait aksi demonstrasi penolakan hasil pemilu pada 21-22 Mei 2019 lalu.
Polisi juga sudah menetapkan enam tersangka yang diduga menunggangi kericuhan 21-22 Mei 2019. Kelompok ini dipimpin HK dan beranggotakan IR, TJ, AZ, AD dan AF.
Mereka memiliki peran berbeda mulai dari mencari penjual senjata api hingga mencari eksekutor. Keenamnya kini sudah ditahan polisi.