Jakarta (ANTARA) - Dokter ahli dan spesialis kedokteran olahraga mengingatkan risiko yang bisa terjadi pada olahraga lari dengan jarak yang jauh bila pelari tersebut tidak memiliki persiapan sebelum melaksanakannya.
Dokter dari RS Mitra Kemayoran dan Klinik Slim n Health Jakarta, dr Michael Triangto Sp.KO dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan olahraga lari memiliki risiko mulai dari yang ringan hingga yang paling parah adalah kematian.
"Dalam perkembangan fenomena olahraga lari ini juga terdapat berbagai kasus ringan seperti cedera, terkilir, overused injury, dehidrasi, hingga yang berat seperti pingsan bahkan meninggal," katanya.
Kasus-kasus risiko berat tersebut pun dinilai sebagai puncak gunung es karena banyak kejadian pingsan atau kematian akibat olahraga lari yang tak terlaporkan.
"Dalam catatan sejarah olahraga marathon yang berawal dari Pheidippides, seorang prajurit Yunani yang berlari sejauh 42.195 km ke Athena untuk memberitahukan kemenangan perang di marathon yang berakhir dengan kematiannya. Mengingatkan kita kalau berlari sejauh itu dapat berakibat fatal bila tidak memiliki kesiapan fisik yang prima," katanya.
Untuk itu, ia berpendapat peran serta dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai permasalah yang ada, menekan terjadinya gangguan kesehatan dan tetap menjaga tren positif dari olahraga lari yang hingga saat ini masih digemari oleh masyarakat.
Dia menganjurkan seseorang yang ingin mengikuti perlombaan lari agar mengikutinya secara bertahap mulai dari kelas 5 km, 10 km, dan separuh marathon.
Baca juga: Disporabudpar nilai cabor atletik di Seruyan perlu perhatian
"Pelari itu sendiri yang harus memeriksakan kesehatan maupun kebugaran tubuhnya secara teratur, dinyatakan dalam bentuk sertifikat kesehatan untuk berlari dalam tingkatan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan demikian diharapkan tidak akan ada pemula yang dapat langsung mengikuti lomba marathon tanpa melalui 5 km, 10 km, half marathon terlebih dahulu," katanya.
Setelah cek kesehatan, pelari itu sendiri juga disarankan untuk mengatasi masalah kesehatan pada dirinya apabila memang terbukti ditemukan suatu penyakit.
Ia mengatakan olahraga lari sangat baik untuk kesehatan dan kebugaran, namun perlu diketahui bahwa juga terdapat risiko yang mungkin terjadi apabila tidak dilakukan secara tepat.
"Dari sudut kedokteran olahraga, kami melihat peningkatan minat masyarakat dalam berolahraga lari ini merupakan kabar baik yang diharapkan mampu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dan dapat mengurangi terjadinya penyakit-penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol darah tinggi dan penyakit-penyakit lainnya, bilamana kita mampu mengantisipasi hal–hal negatif yang mungkin terjadi," demikian Michael Triangto .
Baca juga: Zohri pastikan tampil di Olimpiade 2020 Tokyo
Dokter dari RS Mitra Kemayoran dan Klinik Slim n Health Jakarta, dr Michael Triangto Sp.KO dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan olahraga lari memiliki risiko mulai dari yang ringan hingga yang paling parah adalah kematian.
"Dalam perkembangan fenomena olahraga lari ini juga terdapat berbagai kasus ringan seperti cedera, terkilir, overused injury, dehidrasi, hingga yang berat seperti pingsan bahkan meninggal," katanya.
Kasus-kasus risiko berat tersebut pun dinilai sebagai puncak gunung es karena banyak kejadian pingsan atau kematian akibat olahraga lari yang tak terlaporkan.
"Dalam catatan sejarah olahraga marathon yang berawal dari Pheidippides, seorang prajurit Yunani yang berlari sejauh 42.195 km ke Athena untuk memberitahukan kemenangan perang di marathon yang berakhir dengan kematiannya. Mengingatkan kita kalau berlari sejauh itu dapat berakibat fatal bila tidak memiliki kesiapan fisik yang prima," katanya.
Untuk itu, ia berpendapat peran serta dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan berbagai permasalah yang ada, menekan terjadinya gangguan kesehatan dan tetap menjaga tren positif dari olahraga lari yang hingga saat ini masih digemari oleh masyarakat.
Dia menganjurkan seseorang yang ingin mengikuti perlombaan lari agar mengikutinya secara bertahap mulai dari kelas 5 km, 10 km, dan separuh marathon.
Baca juga: Disporabudpar nilai cabor atletik di Seruyan perlu perhatian
"Pelari itu sendiri yang harus memeriksakan kesehatan maupun kebugaran tubuhnya secara teratur, dinyatakan dalam bentuk sertifikat kesehatan untuk berlari dalam tingkatan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan demikian diharapkan tidak akan ada pemula yang dapat langsung mengikuti lomba marathon tanpa melalui 5 km, 10 km, half marathon terlebih dahulu," katanya.
Setelah cek kesehatan, pelari itu sendiri juga disarankan untuk mengatasi masalah kesehatan pada dirinya apabila memang terbukti ditemukan suatu penyakit.
Ia mengatakan olahraga lari sangat baik untuk kesehatan dan kebugaran, namun perlu diketahui bahwa juga terdapat risiko yang mungkin terjadi apabila tidak dilakukan secara tepat.
"Dari sudut kedokteran olahraga, kami melihat peningkatan minat masyarakat dalam berolahraga lari ini merupakan kabar baik yang diharapkan mampu meningkatkan taraf kesehatan masyarakat dan dapat mengurangi terjadinya penyakit-penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes melitus, hipertensi, kolesterol darah tinggi dan penyakit-penyakit lainnya, bilamana kita mampu mengantisipasi hal–hal negatif yang mungkin terjadi," demikian Michael Triangto .
Baca juga: Zohri pastikan tampil di Olimpiade 2020 Tokyo