BKSDA Sampit lepasliarkan lutung korban tabrak lari

id BKSDA Sampit, kalteng, Sampit, lutung, konservasi,Muriansyah

BKSDA Sampit lepasliarkan lutung korban tabrak lari

Anggota Komunitas Reptil Sampit menggendong lutung temuan warga masuk ke dalam hutan untuk dilepasliarkan, Kamis (16/10/2025). ANTARA/HO-BKSDA Sampit

Sampit (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah memutuskan untuk segera melepasliarkan seekor lutung abu-abu yang sebelumnya ditemukan dan diserahkan oleh warga dalam kondisi luka, diduga kuat korban tabrak lari.

“Walaupun belum 100 persen sehat, kami putuskan untuk segera dilepasliarkan. Dia sudah bisa makan dan minum, serta memiliki kemampuan untuk mengobati dirinya sendiri di alam,” kata Kepala BKSDA Resort Sampit Muriansyah di Sampit, Jumat.

Kegiatan pelepasliaran tersebut turut dibantu Komunitas Pecinta Satwa Liar Sampit. Petugas memastikan lokasi pelepasliaran aman dan memiliki ketersediaan pakan alami.

Ia menyampaikan, kondisi terakhir satwa dengan nama ilmiah Trachypithecus cristatus tersebut telah menunjukkan tanda-tanda membaik. Luka sobek di tubuhnya sudah dijahit, dan perilakunya mulai aktif serta nafsu makannya mulai meningkat.

Dari hasil observasi, tulang tangan lutung itu memang masih mengalami patah ringan. Meski begitu, setelah beberapa pertimbangan pihaknya memutuskan untuk melepasliarkan satwa tersebut pada Kamis malam (16/10).

Satwa primata ini dikembalikan ke alam liar di wilayah hutan Kabupaten Kotawaringin Timur meskipun pemulihannya belum mencapai 100 persen, karena dikhawatirkan akan mengalami stres jika terlalu lama berada di dalam kandang.

“Satwa liar seperti ini sangat rentan stres saat ditangkarkan terlalu lama. Jika stres, dampaknya bisa fatal hingga menyebabkan kematian,” jelasnya.

Ia melanjutkan, spesies seperti lutung dan bekantan memang tergolong sulit direhabilitasi, karena sangat sensitif terhadap kondisi penangkaran. Ketika dikandangkan terlalu lama, meski diberi makanan cukup, satwa ini sering tampak murung dan tidak bersemangat.

Oleh karena itu, keputusan untuk melepasliarkan lutung tersebut lebih awal dari perkiraan sebelumnya pada dasarnya adalah untuk kebaikan satwa itu sendiri.

Pakan alami lutung berupa pucuk daun, bunga, buah, dan serangga tersedia melimpah di habitat pelepasliaran. Dengan insting alaminya, lutung diyakini mampu mencari makanan dan memanfaatkan daun-daun herbal untuk memulihkan kondisi tubuhnya.

“Kami berharap dengan segera dilepas ke hutan, lutung ini kembali bersemangat dan bisa mengobati dirinya sendiri. Kalau terlalu lama dikandangkan, justru dikhawatirkan stres dan akhirnya mati,” ucapnya.

Ia juga mengaitkan dengan masyarakat Kalimantan sejak dulu yang banyak belajar pengobatan tradisional melalui perilaku satwa liar, sehingga ia optimis meski tanpa bantuan manusia kondisi lutung bisa membaik.

“Dulu orang-orang kita banyak belajar dari alam, termasuk dari perilaku satwa liar seperti lutung. Mereka tahu daun, bunga, akar, atau kulit pohon mana yang bisa jadi obat, karena mengamati hewan-hewan ini,” demikian Muriansyah.


Pewarta :
Uploader : Admin 2
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.