Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa penyidikan kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia tetap berjalan.
Hal tersebut sebagai respons terkait penghentian kasus korupsi oleh Serious Fraud Office (SFO) Inggris terhadap individu-individu di perusahaan Rolls-Royce P.L.C.
"KPK sudah berkoordinasi secara intens dengan SFO sejak awal dalam penanganan perkara ini. Penghentian tersebut tidak berpengaruh pada penanganan perkara yang sekarang sedang berjalan di KPK, jadi penyidikan tetap berjalan. Bahkan minggu depan direncanakan pemeriksaan tersangka dan saksi lainnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, Febri menyatakan kasus yang dihentikan SFO adalah terhadap individu-individu di perusahaan Rolls-Royce, sedangkan perkara pokoknya sudah diproses, yaitu pertanggungjawaban korporasi Rolls-Royce.
"Korporasi Rolls-Royce juga sudah dijatuhi vonis denda dan sudah mengaku bersalah dan setuju membayar denda sesuai dengan proses hukum yang berlaku di sana," ucap Febri.
Oleh karena itu, kata dia, tidak ada konsekuensi yuridis terhadap kasus suap yang ditangani KPK saat ini.
"Terkait dengan bagaimana sikap yang diambil SFO, tentu hal tersebut berada di luar yurisdiksi KPK dan merupakan kewenangan SFO sepenuhnya," ujar Febri.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia, yaitu Dirut PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) dan mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS).
Emirsyah dan Soetikno telah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Januari 2017 lalu, namun sampai saat ini KPK belum menahan keduanya.
Emirsyah dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku "beneficial owner" dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.
Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pound sterling (sekitar Rp11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak dan Anggola.
KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.
KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.
Hal tersebut sebagai respons terkait penghentian kasus korupsi oleh Serious Fraud Office (SFO) Inggris terhadap individu-individu di perusahaan Rolls-Royce P.L.C.
"KPK sudah berkoordinasi secara intens dengan SFO sejak awal dalam penanganan perkara ini. Penghentian tersebut tidak berpengaruh pada penanganan perkara yang sekarang sedang berjalan di KPK, jadi penyidikan tetap berjalan. Bahkan minggu depan direncanakan pemeriksaan tersangka dan saksi lainnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, Febri menyatakan kasus yang dihentikan SFO adalah terhadap individu-individu di perusahaan Rolls-Royce, sedangkan perkara pokoknya sudah diproses, yaitu pertanggungjawaban korporasi Rolls-Royce.
"Korporasi Rolls-Royce juga sudah dijatuhi vonis denda dan sudah mengaku bersalah dan setuju membayar denda sesuai dengan proses hukum yang berlaku di sana," ucap Febri.
Oleh karena itu, kata dia, tidak ada konsekuensi yuridis terhadap kasus suap yang ditangani KPK saat ini.
"Terkait dengan bagaimana sikap yang diambil SFO, tentu hal tersebut berada di luar yurisdiksi KPK dan merupakan kewenangan SFO sepenuhnya," ujar Febri.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia, yaitu Dirut PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) dan mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS).
Emirsyah dan Soetikno telah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Januari 2017 lalu, namun sampai saat ini KPK belum menahan keduanya.
Emirsyah dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan 180 ribu dolar AS atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai 2 juta dolar AS yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku "beneficial owner" dari Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura.
Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Rolls Royce sendiri oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pound sterling (sekitar Rp11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, China, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak dan Anggola.
KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.
KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.