Yogyakarta (ANTARA) - Kemajuan teknologi termasuk teknologi gawai yang berkembang sangat pesat tidak menjadi penghalang bagi Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mencanangkan gerakan puasa gawai tiga jam setiap hari dimulai pukul 18.00-21.00 WIB.
“Ini bukan sebuah gerakan politik tetapi lebih pada gerakan moral pembangunan bangsa berkualitas yang dimulai dari keluarga,” kata Penjabat Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta Heri Karyawan saat membacakan sambutan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dalam pencanangan gerakan tersebut di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, melalui gerakan puasa gawai selama tiga jam tersebut diharapkan akan terjadi interaksi di dalam keluarga yang lebih intensif dan berkualitas dengan berkumpul bersama di meja makan.
“Meja makan harus dijadikan sebagai area interaksi antar anggota keluarga yang penuh kehangatan dengan saling berkomunikasi tanpa dihalangi gawai. Setiap anggota keluarga bisa berbagi kedekatan emosional di meja makan,” katanya.
Ia menyebut gerakan tersebut sangat penting untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas karena pembangunan bangsa yang berkualitas bermula dari keluarga.
Meskipun demikian, lanjut dia, gerakan untuk kembali berkumpul di meja makan dan puasa gawai selama tiga jam tersebut bukan hal yang mudah untuk dilakukan karena setiap anggota keluarga saat ini rata-rata sudah memiliki dan sangat tergantung dengan gawai.
“Oleh karena itu, kesadaran dan dukungan dari masyarakat untuk melaksanakan gerakan ini sangat dibutuhkan. Tiga jam ini sangat penting dalam menentukan kualitas bangsa ke depan. Dengan keluarga yang tangguh, maka akan tercipta masyarakat yang kuat dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang,” katanya.
Sementara itu, Praktisi Bimbingan dan Konseling Dody Hartanto yang hadir sebagai narasumber menyebut bahwa Kota Yogyakarta menghadapi berbagai permasalahan yang tidak boleh dianggap remeh tetapi perlu segera dicari solusinya.
“Yogyakarta memang sudah menerima banyak penghargaan. Tetapi, ada juga masalah yang harus segera diselesaikan agar tidak semakin berkembang dan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di Kota Yogyakarta,” katanya.
Beberapa permasalahan itu di antaranya, peredaran dan penyalahgunaan narkoba yang cukup tinggi di kalangan pelajar dan mahasiswa, dan masih tingginya angka pernikahan dini.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Kota Yogyakarta Emma Rahmi Ariyani mengatakan akan terus melakukan sosialisasi terkait gerakan tersebut sehingga bisa dilaksanakan di seluruh keluarga di Kota Yogyakarta.
“Gerakan akan terus disosialisasikan dan dikuatkan sehingga fungsi keluarga benar-benar berjalan dengan baik,” katanya.
Sedangkan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Yogyakarta Tri Kirana Muslidatun mengatakan, berbagai masalah yang dihadapi Kota Yogyakarta merupakan dampak dari perkembangan pariwisata dan status Yogyakarta sebagai kota pelajar.
“Sebagai kota pelajar, banyak pondokan, kos hingga asrama pelajar dan mahasiswa. Terkadang, pondokan atau kos tidak dilengkapi dengan induk semang. Kami rutin menyelenggarakan program sapa anak kos yang dilakukan 24 kali dalam satu tahun. Ini juga bentuk sidak,” katanya.
“Ini bukan sebuah gerakan politik tetapi lebih pada gerakan moral pembangunan bangsa berkualitas yang dimulai dari keluarga,” kata Penjabat Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta Heri Karyawan saat membacakan sambutan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dalam pencanangan gerakan tersebut di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, melalui gerakan puasa gawai selama tiga jam tersebut diharapkan akan terjadi interaksi di dalam keluarga yang lebih intensif dan berkualitas dengan berkumpul bersama di meja makan.
“Meja makan harus dijadikan sebagai area interaksi antar anggota keluarga yang penuh kehangatan dengan saling berkomunikasi tanpa dihalangi gawai. Setiap anggota keluarga bisa berbagi kedekatan emosional di meja makan,” katanya.
Ia menyebut gerakan tersebut sangat penting untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas karena pembangunan bangsa yang berkualitas bermula dari keluarga.
Meskipun demikian, lanjut dia, gerakan untuk kembali berkumpul di meja makan dan puasa gawai selama tiga jam tersebut bukan hal yang mudah untuk dilakukan karena setiap anggota keluarga saat ini rata-rata sudah memiliki dan sangat tergantung dengan gawai.
“Oleh karena itu, kesadaran dan dukungan dari masyarakat untuk melaksanakan gerakan ini sangat dibutuhkan. Tiga jam ini sangat penting dalam menentukan kualitas bangsa ke depan. Dengan keluarga yang tangguh, maka akan tercipta masyarakat yang kuat dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang,” katanya.
Sementara itu, Praktisi Bimbingan dan Konseling Dody Hartanto yang hadir sebagai narasumber menyebut bahwa Kota Yogyakarta menghadapi berbagai permasalahan yang tidak boleh dianggap remeh tetapi perlu segera dicari solusinya.
“Yogyakarta memang sudah menerima banyak penghargaan. Tetapi, ada juga masalah yang harus segera diselesaikan agar tidak semakin berkembang dan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di Kota Yogyakarta,” katanya.
Beberapa permasalahan itu di antaranya, peredaran dan penyalahgunaan narkoba yang cukup tinggi di kalangan pelajar dan mahasiswa, dan masih tingginya angka pernikahan dini.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Kota Yogyakarta Emma Rahmi Ariyani mengatakan akan terus melakukan sosialisasi terkait gerakan tersebut sehingga bisa dilaksanakan di seluruh keluarga di Kota Yogyakarta.
“Gerakan akan terus disosialisasikan dan dikuatkan sehingga fungsi keluarga benar-benar berjalan dengan baik,” katanya.
Sedangkan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Yogyakarta Tri Kirana Muslidatun mengatakan, berbagai masalah yang dihadapi Kota Yogyakarta merupakan dampak dari perkembangan pariwisata dan status Yogyakarta sebagai kota pelajar.
“Sebagai kota pelajar, banyak pondokan, kos hingga asrama pelajar dan mahasiswa. Terkadang, pondokan atau kos tidak dilengkapi dengan induk semang. Kami rutin menyelenggarakan program sapa anak kos yang dilakukan 24 kali dalam satu tahun. Ini juga bentuk sidak,” katanya.