Jakarta (ANTARA) - Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan perlu ada lembaga pengawasan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena pengawasan merupakan hal mutlak dalam sebuah institusi negara.
"Itu bisa dibentuk semacam komisioner pengawasan. Selama ini pengawasan oleh DPR, secara kenegaraan berjalan; tapi internal di dalam (KPK) itu perlu. Setiap kementerian itu ada inspektorat yang melakukan pengawasan, dan itu normal saja," kata Yusril usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.
Sebagai salah satu anggota tim penyusun Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dari pihak Pemerintah, Yusril mengatakan dirinya pernah dimintai pendapat oleh DPR mengenai kemungkinan KPK untuk dikenai angket.
"Bahkan saya dulu pernah dimintai pendapat oleh DPR tentang apakah KPK bisa diangket atau tidak; dan jawaban saya mengatakan 'bisa diangket'. Jadi sudah jelas saya kira dulu itu," tambahnya.
Baca juga: Capim KPK setuju bila ada Dewan Pengawas KPK
Sebagai lembaga hukum, KPK seharusnya mendapat pengawasan kelembagaan selain juga pengawasan dari publik. Sementara terkait model pengawasan untuk KPK, Yusril mengatakan hal itu bisa dibahas lebih lanjut antara Pemerintah dan DPR apakah lembaga pengawas itu harus melekat atau di luar dari KPK.
"Lembaga kepresidenan pun bisa diawasi oleh lembaga yang lain. Saya kira tidak ada lembaga yang tidak bisa diawasi, itu prinsip dalam tata kelola pemerintahan," ujarnya.
Pengawasan terhadap KPK menjadi salah satu usulan DPR terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Usulan adanya lembaga pengawasan tersebut bertujuan agar kinerja KPK dapat berjalan sesuai dengan koridor hukum dan peraturan yang berlaku.
Selain itu, beberapa poin revisi tersebut menyangkut antara lain pengakuan kedudukan KPK disepakati berada pada tingkat lembaga eksekutif atau pemerintahan, status pegawai, kewenangan penyadapan seizin dewan pengawas, serta prosedur penghentian penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang tidak selesai dalam satu tahun atau dengan menerbitkan SP3.
"Itu bisa dibentuk semacam komisioner pengawasan. Selama ini pengawasan oleh DPR, secara kenegaraan berjalan; tapi internal di dalam (KPK) itu perlu. Setiap kementerian itu ada inspektorat yang melakukan pengawasan, dan itu normal saja," kata Yusril usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.
Sebagai salah satu anggota tim penyusun Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dari pihak Pemerintah, Yusril mengatakan dirinya pernah dimintai pendapat oleh DPR mengenai kemungkinan KPK untuk dikenai angket.
"Bahkan saya dulu pernah dimintai pendapat oleh DPR tentang apakah KPK bisa diangket atau tidak; dan jawaban saya mengatakan 'bisa diangket'. Jadi sudah jelas saya kira dulu itu," tambahnya.
Baca juga: Capim KPK setuju bila ada Dewan Pengawas KPK
Sebagai lembaga hukum, KPK seharusnya mendapat pengawasan kelembagaan selain juga pengawasan dari publik. Sementara terkait model pengawasan untuk KPK, Yusril mengatakan hal itu bisa dibahas lebih lanjut antara Pemerintah dan DPR apakah lembaga pengawas itu harus melekat atau di luar dari KPK.
"Lembaga kepresidenan pun bisa diawasi oleh lembaga yang lain. Saya kira tidak ada lembaga yang tidak bisa diawasi, itu prinsip dalam tata kelola pemerintahan," ujarnya.
Pengawasan terhadap KPK menjadi salah satu usulan DPR terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Usulan adanya lembaga pengawasan tersebut bertujuan agar kinerja KPK dapat berjalan sesuai dengan koridor hukum dan peraturan yang berlaku.
Selain itu, beberapa poin revisi tersebut menyangkut antara lain pengakuan kedudukan KPK disepakati berada pada tingkat lembaga eksekutif atau pemerintahan, status pegawai, kewenangan penyadapan seizin dewan pengawas, serta prosedur penghentian penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang tidak selesai dalam satu tahun atau dengan menerbitkan SP3.