Palangka Raya (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kalimantan Tengah Pelopor menjelaskan, setiap hari pihaknya menyampaikan data kepada gubernur, Polda maupun Korem tentang bidang-bidang tanah yang didalamnya terdapat titik api.
"Dari data yang kami sajikan, tidak sampai 20 persen dari bidang tanah yang ada titik api itu sudah bersertifikat," katanya di Palangka Raya, Selasa.
Kebanyakan merupakan tanah yang belum bersertifikat, banyak juga yang berada di dalam kawasan hutan, baik hutan produksi, hutan produksi konversi bahkan hutan lindung hingga taman nasional.
Untuk tindaklanjutnya, kewenangan ada pada aparat penegak hukum, sedangkan pihaknya tidak memiliki unit yang bisa melakukan lidik atau pun sidik. Bidang tanah yang terdapat titik api itu, meliputi milik perorangan maupun korporasi.
"Sejak Agustus 2019 kami rutin menyampaikannya, terendah pada 29 Agustus 2019 dengan delapan titik api dan tertinggi pada 17-19 September 2019 sekitar 2.600 titik api. Namun ada beberapa bidang tanah yang didalamnya terdapat beberapa titik api," tegasnya.
Lebih lanjut Pelopor mengingatkan kepada para pemilik untuk menjaga tanah yang mereka miliki. Sesuai hak dan kewajiban pada setiap lembar sertifikat di bagian belakang, ada kewajiban pemilik tanah.
Para pemilik tanah harusnya bisa menjaga tanahnya, agar tidak terjadi kebakaran di dalamnya, karena terlalu banyak korbannya yang merasakan dampak maupun kerugian yang ditimbulkan.
"Kami sudah bekerja sama dengan Polda, para pemilik yang memang di dalam bidang tanahnya ditemukan titik api yang menyebabkan kebakaran dan kemudian disidik, maka bidang tanah itu, sertifikatnya kami nyatakan diblokir," ungkapnya.
Jika sudah dilakukan pemblokiran, maka tidak bisa dilakukan aktivitas seperti pemasangan hak tanggungan, jual beli dan lainnya. Sedangkan yang belum bersertifikat, koordinatnya juga akan diblokir.
Masa pemblokiran dilakukan hingga nantinya dirilis kembali oleh Polda, bahwa tanah tersebut sudah selesai permasalahannya. Jika Polda belum melakukannya, maka proses pendaftaran pada BPN tidak bisa diberikan pelayanan.
"Ini upaya kami memberi kesadaran kepada pemilik tanah untuk bertanggung jawab. Jadi manfaatkan, jaga dan perlakukan tanahnya secara berkelanjutan," terang Pelopor.
"Dari data yang kami sajikan, tidak sampai 20 persen dari bidang tanah yang ada titik api itu sudah bersertifikat," katanya di Palangka Raya, Selasa.
Kebanyakan merupakan tanah yang belum bersertifikat, banyak juga yang berada di dalam kawasan hutan, baik hutan produksi, hutan produksi konversi bahkan hutan lindung hingga taman nasional.
Untuk tindaklanjutnya, kewenangan ada pada aparat penegak hukum, sedangkan pihaknya tidak memiliki unit yang bisa melakukan lidik atau pun sidik. Bidang tanah yang terdapat titik api itu, meliputi milik perorangan maupun korporasi.
"Sejak Agustus 2019 kami rutin menyampaikannya, terendah pada 29 Agustus 2019 dengan delapan titik api dan tertinggi pada 17-19 September 2019 sekitar 2.600 titik api. Namun ada beberapa bidang tanah yang didalamnya terdapat beberapa titik api," tegasnya.
Lebih lanjut Pelopor mengingatkan kepada para pemilik untuk menjaga tanah yang mereka miliki. Sesuai hak dan kewajiban pada setiap lembar sertifikat di bagian belakang, ada kewajiban pemilik tanah.
Para pemilik tanah harusnya bisa menjaga tanahnya, agar tidak terjadi kebakaran di dalamnya, karena terlalu banyak korbannya yang merasakan dampak maupun kerugian yang ditimbulkan.
"Kami sudah bekerja sama dengan Polda, para pemilik yang memang di dalam bidang tanahnya ditemukan titik api yang menyebabkan kebakaran dan kemudian disidik, maka bidang tanah itu, sertifikatnya kami nyatakan diblokir," ungkapnya.
Jika sudah dilakukan pemblokiran, maka tidak bisa dilakukan aktivitas seperti pemasangan hak tanggungan, jual beli dan lainnya. Sedangkan yang belum bersertifikat, koordinatnya juga akan diblokir.
Masa pemblokiran dilakukan hingga nantinya dirilis kembali oleh Polda, bahwa tanah tersebut sudah selesai permasalahannya. Jika Polda belum melakukannya, maka proses pendaftaran pada BPN tidak bisa diberikan pelayanan.
"Ini upaya kami memberi kesadaran kepada pemilik tanah untuk bertanggung jawab. Jadi manfaatkan, jaga dan perlakukan tanahnya secara berkelanjutan," terang Pelopor.