Jakarta (ANTARA) - Iuran BPJS Kesehatan yang telah resmi naik diperkirakan akan membuat banyak peserta program Jaminan Kesehatan Nasional turun kelas, kata peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teguh Dartanto .
Teguh di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan adanya perpindahan kelas oleh peserta JKN ketika terjadi kenaikan besaran iuran.
"Saya punya data panel orang yang sama, tahun 2015 dibandingkan tahun 2017 itu kelasnya beda-beda semua, rata rata turun kelas karena ada kenaikan iuran," kata Teguh. Pemerintah pada 2016 sempat menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan.
Baca juga: BPJS Kesehatan: Capaian kepesertaan Kabupaten Kapuas capai 74,89 persen
Oleh karena itu Teguh memiliki keyakinan pada saat kenaikan iuran ditetapkan pada Januari 2020 untuk seluruh segmen kepesertaan akan membuat peserta pindah kelas dari yang lebih tinggi ke kelas lebih rendah.
Namun demikian, Teguh menegaskan bahwa program Jaminan Kesehatan Nasional tetap harus dilanjutkan dan BPJS Kesehatan tidak boleh bangkrut hanya karena defisit keuangan.
"Intinya adalah kita harus paham bahwa kita nggak boleh mundur. Ini adalah sistem yang kita bangun untuk investasi masa depan, mau tidak mau, kita harus pegang ke depan memandangnya sebagai investasi, ada dampak positif jangka panjang dan pendek," kata Teguh.
Baca juga: BPJS-TK Palangka Raya menggelar kegiatan mengajar di Fisipol UMP
Dia juga tidak menampik bahwa masih ada tantangan menjalankan program JKN dari sisi keuangan, luasnya kepesertaan, isu pembelian strategis dan isu urun biaya yang masih harus dioptimalkan, dan lainnya.
Teguh menekankan bahwa keberlangsungan program JKN bisa bertahan lama apabila dilakukan upaya promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat jatuh sakit.
Menurut dia tanpa adanya upaya pencegahan penyakit dan edukasi promosi kesehatan kepada masyarakat, jumlah peserta JKN yang sakit akan terus bertambah banyak dan akan terus menerus membebani program JKN.
Hal itu akan berdampak pada terus meningkatnya jumlah iuran dari tahun ke tahun dikarenakan kasus penyakit di masyarakat yang meningkat dan penggunaan fasilitas JKN-KIS yang juga akan melonjak.
"Kesimpulannya adalah keberlanjutan keuangan pada sistem ini tergantung dari promotif dan preventif care," kata Teguh.
Baca juga: Menkes Terawan diminta kaji soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Baca juga: Pengurus masjid pun jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan
Baca juga: Peserta BPJS Kesehatan di Seruyan baru capai 60 persen
Teguh di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya menunjukkan adanya perpindahan kelas oleh peserta JKN ketika terjadi kenaikan besaran iuran.
"Saya punya data panel orang yang sama, tahun 2015 dibandingkan tahun 2017 itu kelasnya beda-beda semua, rata rata turun kelas karena ada kenaikan iuran," kata Teguh. Pemerintah pada 2016 sempat menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan.
Baca juga: BPJS Kesehatan: Capaian kepesertaan Kabupaten Kapuas capai 74,89 persen
Oleh karena itu Teguh memiliki keyakinan pada saat kenaikan iuran ditetapkan pada Januari 2020 untuk seluruh segmen kepesertaan akan membuat peserta pindah kelas dari yang lebih tinggi ke kelas lebih rendah.
Namun demikian, Teguh menegaskan bahwa program Jaminan Kesehatan Nasional tetap harus dilanjutkan dan BPJS Kesehatan tidak boleh bangkrut hanya karena defisit keuangan.
"Intinya adalah kita harus paham bahwa kita nggak boleh mundur. Ini adalah sistem yang kita bangun untuk investasi masa depan, mau tidak mau, kita harus pegang ke depan memandangnya sebagai investasi, ada dampak positif jangka panjang dan pendek," kata Teguh.
Baca juga: BPJS-TK Palangka Raya menggelar kegiatan mengajar di Fisipol UMP
Dia juga tidak menampik bahwa masih ada tantangan menjalankan program JKN dari sisi keuangan, luasnya kepesertaan, isu pembelian strategis dan isu urun biaya yang masih harus dioptimalkan, dan lainnya.
Teguh menekankan bahwa keberlangsungan program JKN bisa bertahan lama apabila dilakukan upaya promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat jatuh sakit.
Menurut dia tanpa adanya upaya pencegahan penyakit dan edukasi promosi kesehatan kepada masyarakat, jumlah peserta JKN yang sakit akan terus bertambah banyak dan akan terus menerus membebani program JKN.
Hal itu akan berdampak pada terus meningkatnya jumlah iuran dari tahun ke tahun dikarenakan kasus penyakit di masyarakat yang meningkat dan penggunaan fasilitas JKN-KIS yang juga akan melonjak.
"Kesimpulannya adalah keberlanjutan keuangan pada sistem ini tergantung dari promotif dan preventif care," kata Teguh.
Baca juga: Menkes Terawan diminta kaji soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Baca juga: Pengurus masjid pun jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan
Baca juga: Peserta BPJS Kesehatan di Seruyan baru capai 60 persen