Jakarta (ANTARA) - Ketua ESDM Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sammy Hamzah mengatakan untuk membuat iklim investasi lebih menarik road map mengenai pengelolaan batu bara jangka panjang perlu dibuat.
"Batu bara dinilai kebijakannya mudah berubah, oleh karena itu, investasi akan lebih menarik jika sudah ada peta jalan jangka panjangnya," kata Sammy Hamzah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, regulasi yang mudah berubah terutama masalah penetapan harga kadang membuat para investor khawatir dengan kelangsungan bisnis tersebut.
Sementara itu, dari Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) menyatakan bisnis batu bara di Indonesia masih banyak tertinggal dengan negara tetangga.
"Misalnya dengan Vietnam, investor luar lebih berminat menanamkan usahanya di sana karena kepastiannya lebih jelas, terutama masalah harga," kata Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia.
Selain itu, upah buruh yang tidak pasti membuat kekhawatiran dari sisi lain. Kemudian risiko keadaan politik di Indonesia juga sering menjadi pertimbangan yang membuat pengusaha menahan investasi mereka.
Baca juga: Pengusaha batu bara khawatirkan kebijakan pengembangan EBT
Harga penjualan batu bara selama bulan November 2019 dipatok pada angka 66,27 dolar AS per ton atau naik 2,27 persen dari Harga Batu bara Acuan (HBA) Oktober 2019 senilai 64,8 dolar AS per ton.
Ketetapan ini mengacu pada Keputusan Menteri Nomor 224 K/30/MEM /2019 yang diteken oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu bara Acuan untuk Bulan November 2019.
Kenaikan HBA bulan November dipicu oleh meningkatnya permintaan pasar menjelang musim dingin.
Harga batu bara tersebut, akan digunakan untuk penjualan langsung (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara di atas kapal pengangkut (FoB Veseel).
Nilai HBA sendiri diperoleh rata-rata empat indeks harga batu bara yang umum digunakan dalam perdagangan batu bara dunia, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, mayoritas harga acuan untuk 20 mineral logam (Harga Mineral Acuan/HMA) juga mengalami kenaikan di bulan November 2019. Misalnya, untuk harga nikel naik menjadi 17.456,43 dolar AS/dry metric ton (dmt) dari bulan sebelumnya, yaitu 17.176,82 dolar/dmt.
Baca juga: Kalteng raih penghargaan tingkat nasional bidang kepatuhan PNBP mineral dan batu bara
Baca juga: Harga batu bara pada November mengalami kenaikan
"Batu bara dinilai kebijakannya mudah berubah, oleh karena itu, investasi akan lebih menarik jika sudah ada peta jalan jangka panjangnya," kata Sammy Hamzah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, regulasi yang mudah berubah terutama masalah penetapan harga kadang membuat para investor khawatir dengan kelangsungan bisnis tersebut.
Sementara itu, dari Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) menyatakan bisnis batu bara di Indonesia masih banyak tertinggal dengan negara tetangga.
"Misalnya dengan Vietnam, investor luar lebih berminat menanamkan usahanya di sana karena kepastiannya lebih jelas, terutama masalah harga," kata Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia.
Selain itu, upah buruh yang tidak pasti membuat kekhawatiran dari sisi lain. Kemudian risiko keadaan politik di Indonesia juga sering menjadi pertimbangan yang membuat pengusaha menahan investasi mereka.
Baca juga: Pengusaha batu bara khawatirkan kebijakan pengembangan EBT
Harga penjualan batu bara selama bulan November 2019 dipatok pada angka 66,27 dolar AS per ton atau naik 2,27 persen dari Harga Batu bara Acuan (HBA) Oktober 2019 senilai 64,8 dolar AS per ton.
Ketetapan ini mengacu pada Keputusan Menteri Nomor 224 K/30/MEM /2019 yang diteken oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu bara Acuan untuk Bulan November 2019.
Kenaikan HBA bulan November dipicu oleh meningkatnya permintaan pasar menjelang musim dingin.
Harga batu bara tersebut, akan digunakan untuk penjualan langsung (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara di atas kapal pengangkut (FoB Veseel).
Nilai HBA sendiri diperoleh rata-rata empat indeks harga batu bara yang umum digunakan dalam perdagangan batu bara dunia, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, mayoritas harga acuan untuk 20 mineral logam (Harga Mineral Acuan/HMA) juga mengalami kenaikan di bulan November 2019. Misalnya, untuk harga nikel naik menjadi 17.456,43 dolar AS/dry metric ton (dmt) dari bulan sebelumnya, yaitu 17.176,82 dolar/dmt.
Baca juga: Kalteng raih penghargaan tingkat nasional bidang kepatuhan PNBP mineral dan batu bara
Baca juga: Harga batu bara pada November mengalami kenaikan