Banjarmasin (ANTARA) - Sebanyak 50 pengendara terjaring Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau tilang elektronik sejak diberlakukan pada 27 September 2019 di Kalimantan Selatan.
"Hampir dua bulan ini E-TLE merekam pelanggaran lalu lintas khususnya di traffic light. Hasilnya ada sekitar 50 pengendara telah ditilang," kata Direktur Lalu Lintas Polda Kalsel Kombes Pol Muji Ediyanto di Banjarmasin, Senin.
Menurut Muji, ada sebagian pengendara kaget ketika mendapatkan surat konfirmasi. Namun, mayoritas menerimanya lantaran sudah mengetahui informasi sosialisasi dari penerapan E-TLE.
"Bisa dikatakan 90 persen pelanggar mengakui kesalahannya, karena di dalam surat konfirmasi juga disertakan bukti foto. Misalnya tidak menggunakan helm atau main handphone dan melanggar marka hingga kemudian membayar denda tilang," katanya.
Ia mengatakan, keberterimaan masyarakat terhadap E-TLE menjadi awal yang bagus untuk menekan pelanggaran lalu lintas.
Baca juga: Polda Kalsel terapkan tilang elektronik
Dengan adanya kamera CCTV teknologi E-TLE sekitar 100 unit tersebar di Kalimantan Selatan, kata dia, diharapkan dapat membuat pengguna jalan semakin tertib dan mematuhi aturan berlalu lintas sehingga pada akhirnya menekan terjadinya kecelakaan dengan korban fatal.
"Seperti diketahui, kecelakaan lalu lintas selalu diawali dari pelanggaran yang dilakukan pelaku sekaligus korbannya," kata Muji.
Menurut dia, pelanggaran tidak menggunakan helm termasuk helm tidak standar SNI, main ponsel hingga melanggar marka menjadi fokus dalam E-TLE.
"Karena masalah helm dan handphone jadi pelanggaran bersifat nasional karena hasil analisa dan evaluasi Korlantas banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia," katanya.
Baca juga: Polisi butuh empat hari terbitkan surat tilang elektronik
Menurut dia, penggunaan teknologi elektronik kamera AMPR (Auto Matic Number Plate Recognition) atau pengenalan plat nomor otomatis, E-TLE cukup efektif karena dapat mendeteksi tanda nomor kendaraan bermotor secara otomatis dengan merekam dan menyimpan bukti pelanggaran tersebut untuk bisa dipergunakan sebagai barang bukti pada saat dilakukan penindakan.
Mekanismenya, pelanggar yang tercapture oleh kamera langsung diverifikasi oleh petugas di Regional Traffic Management Center (RTMC) Polda Kalsel untuk memastikan validasi jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya pelanggar roda dua tidak memakai helm atau pelanggar roda empat melewati garis marka di traffic light atau pemberhentian di perempatan lampu lalu lintas.
Selanjutnya Subdit Bin Gakkum membuat surat ke alamat pemilik kendaraan sesuai data kendaraan bermotor di database Regident. Pelanggar diberi waktu 5 hari untuk melakukan konfirmasi ke Polda. Kemudian diberikan tilang biru dan kode virtual untuk pembayaran dalam waktu 7 hari berikutnya.
Jika tidak memenuhi kewajiban pembayaran, maka petugas melakukan pemblokiran Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), sehingga pada saat melakukan pembayaran pajak tahunan atau perpanjangan STNK, maka wajib menyelesaikan E-TLE terlebih dahulu.
Baca juga: Polri Terus Godok Regulasi e-Tilang
"Hampir dua bulan ini E-TLE merekam pelanggaran lalu lintas khususnya di traffic light. Hasilnya ada sekitar 50 pengendara telah ditilang," kata Direktur Lalu Lintas Polda Kalsel Kombes Pol Muji Ediyanto di Banjarmasin, Senin.
Menurut Muji, ada sebagian pengendara kaget ketika mendapatkan surat konfirmasi. Namun, mayoritas menerimanya lantaran sudah mengetahui informasi sosialisasi dari penerapan E-TLE.
"Bisa dikatakan 90 persen pelanggar mengakui kesalahannya, karena di dalam surat konfirmasi juga disertakan bukti foto. Misalnya tidak menggunakan helm atau main handphone dan melanggar marka hingga kemudian membayar denda tilang," katanya.
Ia mengatakan, keberterimaan masyarakat terhadap E-TLE menjadi awal yang bagus untuk menekan pelanggaran lalu lintas.
Baca juga: Polda Kalsel terapkan tilang elektronik
Dengan adanya kamera CCTV teknologi E-TLE sekitar 100 unit tersebar di Kalimantan Selatan, kata dia, diharapkan dapat membuat pengguna jalan semakin tertib dan mematuhi aturan berlalu lintas sehingga pada akhirnya menekan terjadinya kecelakaan dengan korban fatal.
"Seperti diketahui, kecelakaan lalu lintas selalu diawali dari pelanggaran yang dilakukan pelaku sekaligus korbannya," kata Muji.
Menurut dia, pelanggaran tidak menggunakan helm termasuk helm tidak standar SNI, main ponsel hingga melanggar marka menjadi fokus dalam E-TLE.
"Karena masalah helm dan handphone jadi pelanggaran bersifat nasional karena hasil analisa dan evaluasi Korlantas banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia," katanya.
Baca juga: Polisi butuh empat hari terbitkan surat tilang elektronik
Menurut dia, penggunaan teknologi elektronik kamera AMPR (Auto Matic Number Plate Recognition) atau pengenalan plat nomor otomatis, E-TLE cukup efektif karena dapat mendeteksi tanda nomor kendaraan bermotor secara otomatis dengan merekam dan menyimpan bukti pelanggaran tersebut untuk bisa dipergunakan sebagai barang bukti pada saat dilakukan penindakan.
Mekanismenya, pelanggar yang tercapture oleh kamera langsung diverifikasi oleh petugas di Regional Traffic Management Center (RTMC) Polda Kalsel untuk memastikan validasi jenis pelanggaran yang dilakukan. Misalnya pelanggar roda dua tidak memakai helm atau pelanggar roda empat melewati garis marka di traffic light atau pemberhentian di perempatan lampu lalu lintas.
Selanjutnya Subdit Bin Gakkum membuat surat ke alamat pemilik kendaraan sesuai data kendaraan bermotor di database Regident. Pelanggar diberi waktu 5 hari untuk melakukan konfirmasi ke Polda. Kemudian diberikan tilang biru dan kode virtual untuk pembayaran dalam waktu 7 hari berikutnya.
Jika tidak memenuhi kewajiban pembayaran, maka petugas melakukan pemblokiran Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), sehingga pada saat melakukan pembayaran pajak tahunan atau perpanjangan STNK, maka wajib menyelesaikan E-TLE terlebih dahulu.
Baca juga: Polri Terus Godok Regulasi e-Tilang