Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim agar fokus menekan radikalisme di kampus-kampus negeri.
"Mas Menteri Nadiem saya pikir harus mulai memetakan potensi gerakan radikalisme yang ada di kampus, terutama di universitas negeri yang secara birokrasi langsung di bawah beliau," kata Yaqut dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut Yaqut, persoalan radikalisme yang berkembang di kampus bukan tanpa dasar karena ancaman itu sudah di depan mata.
Baca juga: Ujian nasional akan diganti dengan penilaian kompetensi
Peringatan potensi gerakan radikalisme di kampus, kata dia, sudah diungkapkan jauh-jauh hari oleh sejumlah lembaga seperti Alvara Research hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Ini merupakan pekerjaan besar bagi Mendikbud agar jalan ideologi sejumlah kampus negeri tegak lurus dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Potensi radikalisme ini mengemuka kurang lebih dalam 2-3 tahun terakhir," katanya.
Survei Alvara Research di tahun ini menyebutkan sejumlah kampus universitas negeri terkemuka terpapar radikalisme yang dibawa kelompok-kelompok keagamaan yang eksklusif yakni kelompok Salafi-Wahabi.
Gus Yaqut mencontohkan kejadian yang menimpa Ketua LP3M Universitas Jember (Unej) Akhmad Taufiq yang diberhentikan Rektor Unej Prof Moh Hasan setelah pemaparan soal radikalisme yang ada di kampus.
Baca juga: Penambahan kuota jalur prestasi dalam penerimaan peserta didik baru
"Peringatan dari Pak Taufiq kenapa harus berujung pemberhentian, padahal itu peringatan baik yang harus direspons dengan cermat pula oleh rektorat. Semestinya Pak Nadiem mengingatkan Rektor Unej," katany.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3EM) Unej Akhmad Taufiq diberhentikan rektor setelah memaparkan pemetaan ilmiah dalam Festival HAM yang digelar Pemkab Jember pada pertengahan November 2019. Hasil pemetaan LP3M Unej menyebut, 22 persen mahasiswa Unej terpapar radikalisme.
"Angka 22 persen mahasiswa terpapar radikalisme di sebuah perguruan tinggi negeri saya kira sudah masuk kategori mengkhawatirkan. Kenapa rektor kemudian bertindak seperti itu? Apa karena ada persoalan internal di antara mereka? Atau memang rektor abai terhadap potensi itu," kata Yaqut.
Permasalahan yang terjadi seperti di Universitas Jember, kata dia, harus menjadi perhatian serius bagi Kemendik.
"Apalagi saya dengar akan ada pergantian rektor di kampus itu, jangan sampai rektor di sebuah universitas yang dikelilingi banyak pesantren ini jatuh ke tangan kelompok yang terpapar radikalisme dan terafiliasi dengan kelompok Salafi-Wahabi," katanya.
Baca juga: Nadiem kembalikan pelaksanaan USBN pada sekolah
Baca juga: Perbaiki tata kelola guru, Mendikbud akan pangkas macam-macam regulasi
Baca juga: Nadiem diharap bisa selesaikan masalah pengangguran lulusan SMK
"Mas Menteri Nadiem saya pikir harus mulai memetakan potensi gerakan radikalisme yang ada di kampus, terutama di universitas negeri yang secara birokrasi langsung di bawah beliau," kata Yaqut dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut Yaqut, persoalan radikalisme yang berkembang di kampus bukan tanpa dasar karena ancaman itu sudah di depan mata.
Baca juga: Ujian nasional akan diganti dengan penilaian kompetensi
Peringatan potensi gerakan radikalisme di kampus, kata dia, sudah diungkapkan jauh-jauh hari oleh sejumlah lembaga seperti Alvara Research hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Ini merupakan pekerjaan besar bagi Mendikbud agar jalan ideologi sejumlah kampus negeri tegak lurus dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Potensi radikalisme ini mengemuka kurang lebih dalam 2-3 tahun terakhir," katanya.
Survei Alvara Research di tahun ini menyebutkan sejumlah kampus universitas negeri terkemuka terpapar radikalisme yang dibawa kelompok-kelompok keagamaan yang eksklusif yakni kelompok Salafi-Wahabi.
Gus Yaqut mencontohkan kejadian yang menimpa Ketua LP3M Universitas Jember (Unej) Akhmad Taufiq yang diberhentikan Rektor Unej Prof Moh Hasan setelah pemaparan soal radikalisme yang ada di kampus.
Baca juga: Penambahan kuota jalur prestasi dalam penerimaan peserta didik baru
"Peringatan dari Pak Taufiq kenapa harus berujung pemberhentian, padahal itu peringatan baik yang harus direspons dengan cermat pula oleh rektorat. Semestinya Pak Nadiem mengingatkan Rektor Unej," katany.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LP3EM) Unej Akhmad Taufiq diberhentikan rektor setelah memaparkan pemetaan ilmiah dalam Festival HAM yang digelar Pemkab Jember pada pertengahan November 2019. Hasil pemetaan LP3M Unej menyebut, 22 persen mahasiswa Unej terpapar radikalisme.
"Angka 22 persen mahasiswa terpapar radikalisme di sebuah perguruan tinggi negeri saya kira sudah masuk kategori mengkhawatirkan. Kenapa rektor kemudian bertindak seperti itu? Apa karena ada persoalan internal di antara mereka? Atau memang rektor abai terhadap potensi itu," kata Yaqut.
Permasalahan yang terjadi seperti di Universitas Jember, kata dia, harus menjadi perhatian serius bagi Kemendik.
"Apalagi saya dengar akan ada pergantian rektor di kampus itu, jangan sampai rektor di sebuah universitas yang dikelilingi banyak pesantren ini jatuh ke tangan kelompok yang terpapar radikalisme dan terafiliasi dengan kelompok Salafi-Wahabi," katanya.
Baca juga: Nadiem kembalikan pelaksanaan USBN pada sekolah
Baca juga: Perbaiki tata kelola guru, Mendikbud akan pangkas macam-macam regulasi
Baca juga: Nadiem diharap bisa selesaikan masalah pengangguran lulusan SMK