Jakarta (ANTARA) - Komisi XI DPR berencana mengevaluasi Undang Undang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang Undang Bank Indonesia menyusul maraknya masalah tata kelola dan gagal bayar di industri jasa keuangan dalam beberapa waktu terakhir.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga di Jakarta, Selasa, mengatakan evaluasi kedua produk UU itu juga akan dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Industri Jasa Keuangan.
Poin-poin dalam kedua UU itu akan menjadi aspek pembahasan dalam Panja untuk meneliti kualitas pengawasan dan pengaturan industri jasa keuangan.
Ketentuan resmi yang mengatur Bank Indonesia adalah UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU BI), sedangkan ketentuan OJK di Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK).
"Kami juga udah rapat dengan Badan Legislasi DPR untuk memutuskan mengenai Revisi [UU] yang akan dievaluasi yang akan datang, termasuk UU BI, OJK, dan lain-lain. Ini yang menjadi bahan supaya masalah tata kelola keuangan tidak terulang kembali," kata legislator dari Fraksi Partai PDI Perjuangan.
Evaluasi itu kian penting, kata Eriko, karena pihaknya menduga terjadi pembiaran masalah tata kelola keuangan di Jiwasraya. Pasalnya, buruknya tata kelola dan investasi jeblok di Jiwasraya diduga sudah terjadi sejak 2006.
"Ada yang bilang sudah terjadi sejak 1998, ada yang bilang sejak 2006, kami ingin jangan sampai ada pembiaran. Dan ini jadi pelajaran ke depannya," ujarnya.
Evaluasi kedua UU itu juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan baik dari OJK dan Bank Indonesia. DPR menyayangkan permasalahan tata kelola perusahaan jasa keuangan dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan.
"Bagaimana evaluasi ke depan, supaya jangan ada lagi bidang pengawasan. Baik OJK, BI, dan BEI, jangan lagi ada seperti ini, harga saham bisa tiba-tiba jadi tidak berharga," kata dia.
Selain itu, kata dia, Panja juga difokuskan agar hak-hak nasabah di kasus Jiwasraya dan nasabah di perusahaan jasa keuangan lainnya yang didera masalah serupa, bisa segera terpenuhi.
"Nasabah yang paling merasakan penderitaannya. Itu yang menjadi fokus utama dari Komisi XI, bahwa ini adanya satu jaminan dan disampaikan Menteri BUMN bahwa dana nasabah harus dikembalikan," katanya.
Komisi XI DPR akhirnya resmi membentuk Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Kinerja Industri Jasa Keuangan, dengan prioritas pembahasan atas permasalahan PT Asuransi Jiwasraya Persero, AJB Bumiputera 1912, PT Asabri Persero, PT Taspen Persero dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Eriko Sotarduga di Jakarta, Selasa, mengatakan evaluasi kedua produk UU itu juga akan dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Industri Jasa Keuangan.
Poin-poin dalam kedua UU itu akan menjadi aspek pembahasan dalam Panja untuk meneliti kualitas pengawasan dan pengaturan industri jasa keuangan.
Ketentuan resmi yang mengatur Bank Indonesia adalah UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU BI), sedangkan ketentuan OJK di Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK).
"Kami juga udah rapat dengan Badan Legislasi DPR untuk memutuskan mengenai Revisi [UU] yang akan dievaluasi yang akan datang, termasuk UU BI, OJK, dan lain-lain. Ini yang menjadi bahan supaya masalah tata kelola keuangan tidak terulang kembali," kata legislator dari Fraksi Partai PDI Perjuangan.
Evaluasi itu kian penting, kata Eriko, karena pihaknya menduga terjadi pembiaran masalah tata kelola keuangan di Jiwasraya. Pasalnya, buruknya tata kelola dan investasi jeblok di Jiwasraya diduga sudah terjadi sejak 2006.
"Ada yang bilang sudah terjadi sejak 1998, ada yang bilang sejak 2006, kami ingin jangan sampai ada pembiaran. Dan ini jadi pelajaran ke depannya," ujarnya.
Evaluasi kedua UU itu juga diperlukan untuk meningkatkan pengawasan baik dari OJK dan Bank Indonesia. DPR menyayangkan permasalahan tata kelola perusahaan jasa keuangan dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan.
"Bagaimana evaluasi ke depan, supaya jangan ada lagi bidang pengawasan. Baik OJK, BI, dan BEI, jangan lagi ada seperti ini, harga saham bisa tiba-tiba jadi tidak berharga," kata dia.
Selain itu, kata dia, Panja juga difokuskan agar hak-hak nasabah di kasus Jiwasraya dan nasabah di perusahaan jasa keuangan lainnya yang didera masalah serupa, bisa segera terpenuhi.
"Nasabah yang paling merasakan penderitaannya. Itu yang menjadi fokus utama dari Komisi XI, bahwa ini adanya satu jaminan dan disampaikan Menteri BUMN bahwa dana nasabah harus dikembalikan," katanya.
Komisi XI DPR akhirnya resmi membentuk Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Kinerja Industri Jasa Keuangan, dengan prioritas pembahasan atas permasalahan PT Asuransi Jiwasraya Persero, AJB Bumiputera 1912, PT Asabri Persero, PT Taspen Persero dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.