Palangka Raya (ANTARA) - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Tengah (Polda Kalteng) berhasil mengungkap kasus tindak pidana penyalahgunaan pupuk bersubsidi tanpa izin di Kota Palangka Raya sebanyak 2,5 ton.
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Pol Erlan Munaji di Palangka Raya, Minggu, mengatakan bahwa pihaknya berhasil mengamankan terduga pelaku penyalahgunaan pupuk bersubsidi tersebut berinisial RA (30) di kediamannya Jalan Mahir Mahar, Kota Palangka Raya.
"Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait adanya penjualan pupuk bersubsidi jenis NPK Phonska di media sosial Facebook melalui Marketplace," kata Erlan.
Dia juga menuturkan, dalam menjalankan aksinya itu pelaku membeli pupuk bersubsidi jenis NPK Phonska yang tidak terdaftar dalam sistem Elektronik Rencana Definitif kebutuhan kelompok tani di Kabupaten Kapuas, untuk selanjutnya akan dijual di Kota Palangka Raya dengan metode pembeli datang ke rumah RA.
Dirinya juga menyebut, dengan dilakukannya tindakan ini merupakan bukti keseriusan Polda Kalteng dalam mendukung program Presiden RI Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya jaminan ketersediaan pupuk untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional.
"Kami menegaskan akan terus melakukan pengawasan ketat terhadap distribusi pupuk bersubsidi agar benar-benar sampai ke tangan petani. Untuk perkara ini juga masih dilakukan Ditreskrimsus Subdit I Indagsi yang juga melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait perkara tersebut," katanya.
Sementara itu, Kasubdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Kalteng AKBP Eddy Santoso bahwa untuk harga penjualan pupuk bersubsidi ini RA memasang tarif Rp255 ribu, untuk satu karung pupuk berisi 50 Kg.
Dalam pengungkapan kasus ini, sambung Eddy, petugas berhasil mengamankan satu unit mobil jenis Pick Up, satu nota pembelian pupuk yang dikeluarkan UD Avisa Tani, dan 50 karung pupuk bersubsidi dengan berat masing-masing karung 50 Kg.
"Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya pelaku akan disangkakan dengan Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1955, dengan hukuman penjara paling lama dua tahun dan denda sebesar Rp100 juta," demikian Eddy.