Sampit (ANTARA) - Dewan Pers mengajak media massa di seluruh Indonesia mewujudkan pemberitaan ramah anak untuk menghormati hak-hak seorang anak dan mencegah dampak buruk pemberitaan terhadap anak.
"Kami menemukan masih banyak media yang tidak mematuhi aturan tentang pemberitaan ramah anak, termasuk media nasional. Kami berharap ini dipatuhi, bukan hanya karena ada ancaman sanksi, tetapi lebih pada kesadaran menghindarkan anak dari dampak buruk pemberitaan yang tidak ramah anak," kata Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Chairudin Bangun di Sampit, Senin.
Ajakan itu disampaikan Hendry saat menjadi narasumber sosialisasi pedoman pemberitaan media ramah anak di rumah jabatan Bupati Kotawaringin Timur. Acara ini dihadiri wartawan anggota Persatuan Wartawan Indonesia dan perwakilan satuan organisasi perangkat daerah.
Konsep pemberitaan ramah anak berawal dari diskusi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang prihatin banyaknya media massa yang pemberitaannya mengabaikan hak-hak anak. Bahkan pemberitaan tersebut cenderung menimbulkan dampak negatif bagi anak.
Untuk itulah bersama Dewan Pers berinisiatif membuat pedoman pemberitaan ramah anak. Tujuannya untuk melindungi hak-hak anak, sekaligus menghindarkan wartawan dari ancaman sanksi pidana akibat berita yang mengabaikan aturan terkait anak.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak harus menjadi perhatian semua pihak. Polisi, wartawan bahkan hakim pun bisa dipenjara dan denda jika melanggar aturan tersebut.
Hendry menyebutkan, kategori anak adalah mereka yang berusia maksimal 18 tahun, meski sudah menikah, hidup maupun sudah meninggal. Intinya, anak tidak dijadikan narasumber, apalagi terkait tindakan kriminal yang pelakunya belum ditahan.
Wartawan wajib merahasiakan identitas, baik anak sebagai pelaku, saksi maupun korban. Merahasiakan identitas tersebut termasuk dalam hal foto, nama anggota keluarga, tempat sekolah, alamat.
Baca juga: Rencana pembangunan Jembatan Mentaya perlu kajian komprehensif
Alamat menyangkut anak hanya boleh disebutkan lokasi kecamatannya. Selain itu, pemberitaan juga jangan mendeskripsikan secara jelas kronologis kejadian karena bisa menyebabkan 'copycat' atau tindakan untuk meniru.
"Anak bukan untuk sensasi, 'headline news' maupun klikbaik. Berita bertujuan supaya kejadian tidak terulang lagi dan pelakunya ditangkap serta mendorong prestasi anak tanpa eksploitasi secara berlebihan. Beritakan seadanya saja kalau itu terkait anak. Kalau kriminal maka dorong agar pelakunya tertangkap, tapi kalau terkait prestasi maka harus proporsional," jelas Hendry.
Bupati Kotawaringin Timur H Supian Hadi mendorong media massa mewujudkan pemberitaan ramah anak. Hal itu juga sejalan dengan tekad pemerintah kabupaten menjadikan daerah ini sebagai kota layak anak.
"Pemberitaan terkait anak jangan ada diskriminasi dan labelisasi. Pemberitaan harus memperhatikan hak anak dan dampaknya terhadap anak. Pengarusutamaan hak anak salah satu strategi yang bagus untuk dijalankan," jelas Supian.
Supian mengakui tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kotawaringin Timur masih sering terjadi, namun dia berharap pemberitaannya tidak mengabaikan aturan agar tidak menimbulkan trauma bagi anak-anak yang terlibat kejadian maupun anak-anak yang membacanya.
Baca juga: Sebanyak ini PNS Kotim yang diberhentikan selama 2019
Baca juga: Penangkapan ikan secara ilegal masih terjadi di Kotim