Pekanbaru (ANTARA) - Pengamat hukum pidana dari Universitas Riau, Dr Erdianto Effendy SH MHum mengatakan negara berhak melakukan penangkalan terhadap WNI eks ISIS untuk pulang ke Indonesia demi melindungi warga di dalam negeri.
"Kebijakan menolak WNI yang bergabung dengan ISIS untuk pulang ke Indonesia memang kebijakan di luar hukum pidana, namun itu sah saja karena kewajiban pemerintah melindungi negara dan warga negaranya," kata Erdianto dalam keterangannya, di Pekanbaru, Kamis.
Baca juga: DPR pertanyakan soal kombatan ISIS eks-WNI pada Yasonna Laoly
Pendapat itu disampaikannya terkait Pemerintah menolak 600-an WNI yang bergabung dengan ISIS untuk pulang ke Indonesia. Alasannya, mereka bisa membuat rasa ketakutan bagi 267 juta orang Indonesia. Hal di atas dikenal dengan istilah 'penangkalan', dan diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Menurut dia, kebijakan tersebut sudah tepat dan sah dilakukan, karena tentunya sudah berdasarkan kajian mendalam dan wajar jika ada subjektivitas dari pemerintah. Sedangkan dan kebijakan ini bukan sesuatu yang baru, sebab dulu orang-orang keturunan Belanda yang terlibat pemberontakan pernah dilarang pulang.
Kebijakan ini, katanya tidak melanggar HAM sepanjang dilakukan berdasar kajian dan ada dasar hukumnya, agar HAM-nya akan menjadi hapus.
"Apalagi ISIS dapat dikualifikasi sebagai gerakan makar terhadap Pemerintah Irak dan Suriah, karena objeknya bukan Indonesia maka tindakan mereka tidak dapat dikualifikasi sebagai makar menurut hukum pidana Indonesia atau menurut KUHP," katanya pula.
Baca juga: Komnas Anak: Pemulangan anak eks ISIS butuh asesmen
Namun, jika ISIS dikelompokkan sebagai organisasi teroris, katanya lagi, maka tindakan anggota ISIS dapat dikualifikasi sebagai pelaku tindak pidana terorisme. Jika apa yang dilakukan adalah tindak pidana terorisme, mereka dapat dituntut menurut hukum pidana Indonesia, meskipun perbuatannya tidak terjadi di Indonesia, ujarnya lagi.
"Dalam delik terorisme berlaku asas universal dimana negara mana saja dapat mengadili kejahatan yang dianggap sebagai kejahatan yang bersifat universal. Jadi mantan anggota ISIS dapat diadili baik di Irak maupun Suriah," kata dia menegaskan.
"Kebijakan menolak WNI yang bergabung dengan ISIS untuk pulang ke Indonesia memang kebijakan di luar hukum pidana, namun itu sah saja karena kewajiban pemerintah melindungi negara dan warga negaranya," kata Erdianto dalam keterangannya, di Pekanbaru, Kamis.
Baca juga: DPR pertanyakan soal kombatan ISIS eks-WNI pada Yasonna Laoly
Pendapat itu disampaikannya terkait Pemerintah menolak 600-an WNI yang bergabung dengan ISIS untuk pulang ke Indonesia. Alasannya, mereka bisa membuat rasa ketakutan bagi 267 juta orang Indonesia. Hal di atas dikenal dengan istilah 'penangkalan', dan diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Menurut dia, kebijakan tersebut sudah tepat dan sah dilakukan, karena tentunya sudah berdasarkan kajian mendalam dan wajar jika ada subjektivitas dari pemerintah. Sedangkan dan kebijakan ini bukan sesuatu yang baru, sebab dulu orang-orang keturunan Belanda yang terlibat pemberontakan pernah dilarang pulang.
Kebijakan ini, katanya tidak melanggar HAM sepanjang dilakukan berdasar kajian dan ada dasar hukumnya, agar HAM-nya akan menjadi hapus.
"Apalagi ISIS dapat dikualifikasi sebagai gerakan makar terhadap Pemerintah Irak dan Suriah, karena objeknya bukan Indonesia maka tindakan mereka tidak dapat dikualifikasi sebagai makar menurut hukum pidana Indonesia atau menurut KUHP," katanya pula.
Baca juga: Komnas Anak: Pemulangan anak eks ISIS butuh asesmen
Namun, jika ISIS dikelompokkan sebagai organisasi teroris, katanya lagi, maka tindakan anggota ISIS dapat dikualifikasi sebagai pelaku tindak pidana terorisme. Jika apa yang dilakukan adalah tindak pidana terorisme, mereka dapat dituntut menurut hukum pidana Indonesia, meskipun perbuatannya tidak terjadi di Indonesia, ujarnya lagi.
"Dalam delik terorisme berlaku asas universal dimana negara mana saja dapat mengadili kejahatan yang dianggap sebagai kejahatan yang bersifat universal. Jadi mantan anggota ISIS dapat diadili baik di Irak maupun Suriah," kata dia menegaskan.