Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut utang luar negeri per Februari 2020 yang mencapai 407,5 miliar dolar AS masih dalam batas aman, produktif dan terkendali karena salah satunya melalui persetujuan DPR untuk utang pemerintah.
“Utang luar negeri pemerintah berkaitan dengan defisit fiskal. Dalam kondisi normal itu melalui persetujuan DPR,” katanya dalam keterangan pers daring di Jakarta, Rabu.
Ia merinci utang luar negeri per Februari 2020 itu terdiri dari swasta mencapai 204,2 miliar dolar AS dan utang luar negeri pemerintah mencapai 203,3 miliar dolar AS sehingga total jika dalam kurs rupiah 15.500 per dolar AS mencapai sekitar Rp6.316,2 triliun.
Sedangkan untuk utang luar negeri bank, lanjut dia, juga melalui persetujuan yakni dari Bank Indonesia.
Untuk utang luar negeri swasta, kata dia, BI mewajibkan mereka memiliki manajemen risiko yang prudent dan adanya kewajiban lindung nilai atau hedging.
Sementara itu, terkait rencana pemerintah menerbitkan surat berharga negara (SBN) untuk penanganan COVID-19, ia memperkirakan SBN yang diterbitkan jumlahnya akan naik dan pada saat yang sama pembelian SBN oleh BI juga akan meningkat.
Saat ini, lanjut dia, kepemilikan SBN oleh investor asing sudah menurun mencapai 32 persen jika dibandingkan sebelumnya mencapai 40 persen karena terjadi aliran modal keluar.
“Tentu saja ada garis kebijakan pemerintah bahwa utang luar negeri pemerintah diupayakan tidak lebih dari 35 persen PDB dan ini masih aman. Itu yang menyebabkan dalam penanganan COVID akan meningkatkan utang pemerintah,” katanya.
Dengan adanya kenaikan defisit fiskal mencapai 5,07 persen untuk penanganan COVID-19 dan utang luar negeri yang naik di tengah pandemi virus corona, kata dia, menjadi pertimbangan lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (SnP) beberapa waktu lalu merevisi prospek utang Indonesia dari stabil menjadi negatif.
“Kami menyakini bahwa utang luar negeri Indonesia aman dan terkendali. Kalau di lihat SBN yang akan diterbitkan pemerintah dalam waktu yang sama juga nanti kepemilikan SBN oleh BI meningkat, kami harus hitung secara netto,” katanya.
“Utang luar negeri pemerintah berkaitan dengan defisit fiskal. Dalam kondisi normal itu melalui persetujuan DPR,” katanya dalam keterangan pers daring di Jakarta, Rabu.
Ia merinci utang luar negeri per Februari 2020 itu terdiri dari swasta mencapai 204,2 miliar dolar AS dan utang luar negeri pemerintah mencapai 203,3 miliar dolar AS sehingga total jika dalam kurs rupiah 15.500 per dolar AS mencapai sekitar Rp6.316,2 triliun.
Sedangkan untuk utang luar negeri bank, lanjut dia, juga melalui persetujuan yakni dari Bank Indonesia.
Untuk utang luar negeri swasta, kata dia, BI mewajibkan mereka memiliki manajemen risiko yang prudent dan adanya kewajiban lindung nilai atau hedging.
Sementara itu, terkait rencana pemerintah menerbitkan surat berharga negara (SBN) untuk penanganan COVID-19, ia memperkirakan SBN yang diterbitkan jumlahnya akan naik dan pada saat yang sama pembelian SBN oleh BI juga akan meningkat.
Saat ini, lanjut dia, kepemilikan SBN oleh investor asing sudah menurun mencapai 32 persen jika dibandingkan sebelumnya mencapai 40 persen karena terjadi aliran modal keluar.
“Tentu saja ada garis kebijakan pemerintah bahwa utang luar negeri pemerintah diupayakan tidak lebih dari 35 persen PDB dan ini masih aman. Itu yang menyebabkan dalam penanganan COVID akan meningkatkan utang pemerintah,” katanya.
Dengan adanya kenaikan defisit fiskal mencapai 5,07 persen untuk penanganan COVID-19 dan utang luar negeri yang naik di tengah pandemi virus corona, kata dia, menjadi pertimbangan lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s (SnP) beberapa waktu lalu merevisi prospek utang Indonesia dari stabil menjadi negatif.
“Kami menyakini bahwa utang luar negeri Indonesia aman dan terkendali. Kalau di lihat SBN yang akan diterbitkan pemerintah dalam waktu yang sama juga nanti kepemilikan SBN oleh BI meningkat, kami harus hitung secara netto,” katanya.