Banjarmasin (ANTARA) - Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang dimulai hari ini dinilai sejumlah kalangan tak maksimal. Hal itu terbukti dari tak adanya penjagaan secara terus menerus pada titik perbatasan pintu masuk kota.
Berdasarkan pantauan ANTARA pada Jumat siang sekitar pukul 14.00 WITA, tak ada aktivitas di pintu gerbang batas kota di Kilometer 6 Banjarmasin yang menjadi cek poin pemeriksaan.
Padahal sebelumnya di pagi hari, penerapan PSBB sangat berasa ketika semua pengendara yang melintas diberhentikan. Bagi yang tak menggunakan masker ditegur dan penumpang dalam mobil diatur agar tak berdekatan satu sama lain.
Bahkan, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina dengan tegas memastikan semua pintu masuk kota akan dijaga ketat oleh aparat selama 24 jam. Bagi masyarakat yang tak memakai masker, pastikannya tak boleh masuk kota.
Baca juga: Pemkot Banjarmasin siapkan 30.000 paket sembako saat PSBB
Baca juga: Bantu tenaga medis, alumni UII Kalsel sumbang APD
Pintu gerbang perbatasan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar di Jalan Ahmad Yani Km 6 tampak tak dijaga petugas untuk memeriksa pengendara yang melintas pada Jumat siang (24/4/2020) pukul 14.00 WITA. (ANTARA/Firman)
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Budi Suryadi MSi turut menyesalkan pelaksanaan PSBB hari pertama yang dinilainya tidak maksimal. Padahal pelaksanaan PSBB tidak gampang karena menggunakan anggaran yang sangat besar dengan mengerahkan banyak sumber daya.
"Tak seperti yang dibayangkan misalnya super ketat penjagaan perbatasan tetapi malah penjagaan tidak maksimal. Sepertinya penerapan model jam penjagaan tertentu atau ada batasan jam tertentu ini," ucapnya.
Namun yang perlu dicermati, kata dia, penerapan pola jam tertentu pembatasan justru bisa berdampak bagi ketidakefektifannya pelaksanaan PSBB.
"Penerapan pola jam tertentu di penjagaan akan menimbulkan persepsi lain di masyarakat. Warga justru akan menganggap bahwa PSBB hanya seremonial saja, sehingga mereka tetap bebas beraktivitas keluar masuk kota Banjarmasin. Padahal daerah yang bersebelahan dengan Banjarmasin termasuk daerah zona merah. Hasilnya akan sama, tidak efektif," katanya menyesalkan.
Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu menyarankan perlunya pembenahan pola jam penjagaan perbatasan. Apalagi Banjarmasin termasuk daerah transmisi lokal COVID-19, sehingga mesti lebih ketat.
"Warga kota tidak boleh keluar dan orang luar Banjarmasin tidak boleh masuk sesuai aturan yang tertera pada PSBB. Jika penerapan PSBB ingin efektif hasilnya," ujar dosen Program Studi Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ULM itu mengakhiri.*
Berdasarkan pantauan ANTARA pada Jumat siang sekitar pukul 14.00 WITA, tak ada aktivitas di pintu gerbang batas kota di Kilometer 6 Banjarmasin yang menjadi cek poin pemeriksaan.
Padahal sebelumnya di pagi hari, penerapan PSBB sangat berasa ketika semua pengendara yang melintas diberhentikan. Bagi yang tak menggunakan masker ditegur dan penumpang dalam mobil diatur agar tak berdekatan satu sama lain.
Bahkan, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina dengan tegas memastikan semua pintu masuk kota akan dijaga ketat oleh aparat selama 24 jam. Bagi masyarakat yang tak memakai masker, pastikannya tak boleh masuk kota.
Baca juga: Pemkot Banjarmasin siapkan 30.000 paket sembako saat PSBB
Baca juga: Bantu tenaga medis, alumni UII Kalsel sumbang APD
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Budi Suryadi MSi turut menyesalkan pelaksanaan PSBB hari pertama yang dinilainya tidak maksimal. Padahal pelaksanaan PSBB tidak gampang karena menggunakan anggaran yang sangat besar dengan mengerahkan banyak sumber daya.
"Tak seperti yang dibayangkan misalnya super ketat penjagaan perbatasan tetapi malah penjagaan tidak maksimal. Sepertinya penerapan model jam penjagaan tertentu atau ada batasan jam tertentu ini," ucapnya.
Namun yang perlu dicermati, kata dia, penerapan pola jam tertentu pembatasan justru bisa berdampak bagi ketidakefektifannya pelaksanaan PSBB.
"Penerapan pola jam tertentu di penjagaan akan menimbulkan persepsi lain di masyarakat. Warga justru akan menganggap bahwa PSBB hanya seremonial saja, sehingga mereka tetap bebas beraktivitas keluar masuk kota Banjarmasin. Padahal daerah yang bersebelahan dengan Banjarmasin termasuk daerah zona merah. Hasilnya akan sama, tidak efektif," katanya menyesalkan.
Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu menyarankan perlunya pembenahan pola jam penjagaan perbatasan. Apalagi Banjarmasin termasuk daerah transmisi lokal COVID-19, sehingga mesti lebih ketat.
"Warga kota tidak boleh keluar dan orang luar Banjarmasin tidak boleh masuk sesuai aturan yang tertera pada PSBB. Jika penerapan PSBB ingin efektif hasilnya," ujar dosen Program Studi Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ULM itu mengakhiri.*