Sampit (ANTARA) - Abrasi yang menghantam Pantai Ujung Pandaran Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah dalam beberapa tahun terakhir telah menghancurkan satu per satu fasilitas di kawasan wisata itu, bahkan rumah betang yang menjadi ikon kini juga terancam tergerus.
"Begitulah kondisinya sekarang ini. Abrasi membawa dampak parah di Ujung Pandaran. Kini abrasi sudah mencapai tangga betang (rumah khas suku Dayak) dan terus terjadi," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kotawaringin Timur Fajrurrahman di Sampit, Minggu.
Abrasi terjadi akibat kuatnya gelombang menghantam pantai yang menghadap laut Jawa tersebut. Puluhan rumah nelayan di kawasan itu sudah direlokasi ke lokasi yang sudah disiapkan pemerintah.
Kawasan yang terkena abrasi adalah areal pantai yang selama ini dikelola pemerintah. Beberapa tahun terakhir, satu per satu beberapa aset wisata yang dibangun pemerintah seperti gazebo, bundaran dan pohon-pohon yang ditanam, kini hancur akibat tergerus abrasi.
Dulunya rumah betang dibangun dengan jarak sekitar 100 meter dari bibir pantai, dengan sejumlah gazebo di bagian depan dekat pantai. Kini abrasi membuat kerusakan parah. Badan jalan di depan betang sudah tergerus, bahkan kini sudah mencapai tangga bangunan yang biasanya digunakan untuk tamu daerah tersebut.
Fajrurrahman mengatakan, pembangunan tanggul penahan gelombang yang dibangun pemerintah pusat cukup membantu mengurangi dampak abrasi. Sayangnya, terbatasnya dana membuat belum semua titik kawasan pantai dibangun atau dilindungi tanggul penahan gelombang.
"Untuk titik yang sudah ada penahan gelombang, seperti di sekitar pintu gerbang, sudah cukup aman. Yang masih digerus abrasi ini yaitu sekitar betang ini kan memang belum terjangkau penahan gelombang tersebut," tambah Fajrurrahman.
Sebagai langkah darurat, pihaknya berencana memanfaatkan sejumlah pohon cemara yang tumbang akibat abrasi, untuk dipotong dan diapasang di depan betang. Cara itu diharapkan setidaknya bisa memperlambat abrasi, sambil menunggu langkah diambil pemerintah menangani abrasi tersebut.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga mengantisipasi kemungkinan terburuk jika abrasi berlangsung cepat dan menggerus betang serta fasilitas lainnya. Selain betang, di kawasan itu ada beberapa fasilitas lain seperti beberapa pondok untuk menginap dan kamar mandi umum.
Menurut Fajrurrahman, masalah ini sedang dikonsultasikan dengan pimpinan untuk diputuskan. Diakuinya, untuk membangun pemecah gelombang akan membutuhkan waktu karena harus menunggu usulan dikabulkan pemerintah pusat, sementara abrasi terus terjadi.
"Kami menunggu apakah nanti betang itu akan dibongkar atau seperti apa. Dalam waktu dekat kami bersama BPKAD akan ke sana lagi karena fasilitas yang ada itu kan aset daerah sehingga ada prosedur yang harus dijalankan jika ingin membongkarnya," kata Fajrurrahman.
Terkait kemungkinan masih banyaknya pengunjung yang berwisata saat libur Lebaran Idul Fitri nanti meski pandemi COVID-19 masih terjadi, Fajrurrahman mengimbau pengunjung lebih waspada karena gelombang yang mencapai pantai cukup kuat. Perlu kewaspadaan agar tidak terjadi hal tidak diinginkan.
Baca juga: DPRD Kotim sarankan bupati evaluasi kinerja pejabat
Baca juga: Pengadaan beras bantuan di Kotim diprioritaskan menyerap beras lokal