Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap pejabat Ditjen Imigrasi soal penyidikan kasus dugaan gratifikasi terkait pengurusan pencabutan "red notice" Djoko Tjandra, Rabu.
"Hari ini memanggil salah satu saksi dari pihak Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham yang mana terkait dengan proses pencabutan red notice," kata Brigjen Awi di Mabes Polri Jakarta.
Awi menuturkan dalam pemeriksaan itu akan meminta keterangan terhadap saksi soal kronologi surat penyampaian penghapusan "red notice" Interpol atas nama Djoko Soegiarto Tjandra yang telah terhapus dari Divi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri ke Dirjen Imigrasi.
Awi mengatakan Polri sebelumnya telah bersurat kepada Dirjen Imigrasi terkait pemanggilan pejabat Ditjen Imigrasi sebagai saksi dalam kasus ini.
Pihaknya mengatakan belum mengetahui orang yang akan diutus oleh Dirjen Imigrasi untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus gratifikasi terkait pengurusan pencabutan "red notice" ini.
"Surat (dikirim) kepada Dirjen. Nanti siapa yang beliau utus (untuk diperiksa). Penyidik cuma minta yang punya kompetensi terkait pencabutan 'red notice'," katanya.
Dalam kasus gratifikasi terkait pengurusan pencabutan "red notice", Polri telah menetapkan empat tersangka, yakni Djoko Tjandra, Tommy Sumardi, Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo.
Djoko Tjandra dan Tommy diduga berperan sebagai pemberi suap. Keduanya dijerat dengan Pasal 5 ayat 1, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Sedangkan Prasetijo dan Napoleon diduga berperan sebagai penerima suap. Napoleon dan Prasetijo dikenakan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
"Hari ini memanggil salah satu saksi dari pihak Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham yang mana terkait dengan proses pencabutan red notice," kata Brigjen Awi di Mabes Polri Jakarta.
Awi menuturkan dalam pemeriksaan itu akan meminta keterangan terhadap saksi soal kronologi surat penyampaian penghapusan "red notice" Interpol atas nama Djoko Soegiarto Tjandra yang telah terhapus dari Divi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri ke Dirjen Imigrasi.
Awi mengatakan Polri sebelumnya telah bersurat kepada Dirjen Imigrasi terkait pemanggilan pejabat Ditjen Imigrasi sebagai saksi dalam kasus ini.
Pihaknya mengatakan belum mengetahui orang yang akan diutus oleh Dirjen Imigrasi untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus gratifikasi terkait pengurusan pencabutan "red notice" ini.
"Surat (dikirim) kepada Dirjen. Nanti siapa yang beliau utus (untuk diperiksa). Penyidik cuma minta yang punya kompetensi terkait pencabutan 'red notice'," katanya.
Dalam kasus gratifikasi terkait pengurusan pencabutan "red notice", Polri telah menetapkan empat tersangka, yakni Djoko Tjandra, Tommy Sumardi, Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Brigjen Pol Prasetijo Utomo.
Djoko Tjandra dan Tommy diduga berperan sebagai pemberi suap. Keduanya dijerat dengan Pasal 5 ayat 1, Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Sedangkan Prasetijo dan Napoleon diduga berperan sebagai penerima suap. Napoleon dan Prasetijo dikenakan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.