Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Universitas Indonesia Chudry Sitompul meminta Badan Reserse dan Kriminal Polri untuk mengambil alih penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap Taslim alias Cikok yang melibatkan Ketua Apindo Karimun Dwi Untung alias Cun Heng.
Chudry, melalui siaran pers, Jakarta, Senin, mengatakan Bareskrim Polri sebaiknya membuka kembali kasus yang sudah diputus oleh pengadilan 18 tahun lalu tersebut karena permintaan dari keluarga korban perihal tersangka lain yang belum diproses hukum.
"Saya rasa Bareskrim harus mengambil alih kasus tersebut, jika keluarga korban merasa pihak Polres ataupun Polda tidak objektif dalam menangani kasus ini," kata Chudry.
Menurut dia, kasus tersebut belum bisa dikatakan kadaluwarsa sebab ada upaya pro justicia yang dilakukan keluarga korban sehingga kasus tersebut dinyatakan aktif kembali dan putusan pengadilan dijadikan sebagai dasar untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
"Kasus ini tidak bisa kadaluwarsa, apalagi ada putusan pengadilan atau sudah ada upaya hukum lainnya," tutur Chudry.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir mendesak penyidik Polri segera menangkap Dwi Untung alias Cun Heng sebab Dwi telah ditetapkan sebagai tersangka dalam putusan pengadilan sebagai penyuruh pembunuh Taslim alias Cikok.
"Kan penetapan tersangka penyuruh pembunuhan ini (Dwi Untung) sudah ada lewat pengadilan negeri dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003. Dan itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Harusnya penyidik segera melakukan upaya paksa penangkapan atas perintah pengadilan," kata pengajar ilmu hukum pidana ini.
Dia mengatakan kalau penyidik tidak menjalankan penetapan pengadilan tersebut, maka penyidikan serta penuntutan kasus ini dapat dikatakan tidak sempurna.
"Ini bisa dikatakan tak sempurna (kejahatannya). Apalagi yang dipidana hanya operator, bukan penyuruhnya," kata Mudzakir.
Mudzakir menyarankan agar penyidik bersikap profesional dalam menangani kasus tersebut sehingga keluarga korban mendapat keadilan.
Keluarga korban pembunuhan yang terjadi di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau pada 14 April 2002 masih belum menemukan keadilan sebab diduga ada satu orang tersangka sampai saat ini belum juga ditahan oleh Kepolisian setempat padahal Pengadilan Negeri Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan Taslim.
Akhirnya pihak keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun terkait dugaan ketidakprofesionalan ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Putra dari mendiang Taslim alias Cikok, Robiyanto menjelaskan bahwa langkah membuat laporan di Propam Polri ini ditempuh karena penyidik Polres Karimun belum menangkap enam dari delapan tersangka kasus pembunuhan ayahnya.
Chudry, melalui siaran pers, Jakarta, Senin, mengatakan Bareskrim Polri sebaiknya membuka kembali kasus yang sudah diputus oleh pengadilan 18 tahun lalu tersebut karena permintaan dari keluarga korban perihal tersangka lain yang belum diproses hukum.
"Saya rasa Bareskrim harus mengambil alih kasus tersebut, jika keluarga korban merasa pihak Polres ataupun Polda tidak objektif dalam menangani kasus ini," kata Chudry.
Menurut dia, kasus tersebut belum bisa dikatakan kadaluwarsa sebab ada upaya pro justicia yang dilakukan keluarga korban sehingga kasus tersebut dinyatakan aktif kembali dan putusan pengadilan dijadikan sebagai dasar untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
"Kasus ini tidak bisa kadaluwarsa, apalagi ada putusan pengadilan atau sudah ada upaya hukum lainnya," tutur Chudry.
Sementara Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakir mendesak penyidik Polri segera menangkap Dwi Untung alias Cun Heng sebab Dwi telah ditetapkan sebagai tersangka dalam putusan pengadilan sebagai penyuruh pembunuh Taslim alias Cikok.
"Kan penetapan tersangka penyuruh pembunuhan ini (Dwi Untung) sudah ada lewat pengadilan negeri dengan nomor 30/Pen.Pid./2003/PN.TPI.TBK tertanggal 10 Maret 2003. Dan itu telah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Harusnya penyidik segera melakukan upaya paksa penangkapan atas perintah pengadilan," kata pengajar ilmu hukum pidana ini.
Dia mengatakan kalau penyidik tidak menjalankan penetapan pengadilan tersebut, maka penyidikan serta penuntutan kasus ini dapat dikatakan tidak sempurna.
"Ini bisa dikatakan tak sempurna (kejahatannya). Apalagi yang dipidana hanya operator, bukan penyuruhnya," kata Mudzakir.
Mudzakir menyarankan agar penyidik bersikap profesional dalam menangani kasus tersebut sehingga keluarga korban mendapat keadilan.
Keluarga korban pembunuhan yang terjadi di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau pada 14 April 2002 masih belum menemukan keadilan sebab diduga ada satu orang tersangka sampai saat ini belum juga ditahan oleh Kepolisian setempat padahal Pengadilan Negeri Karimun sudah menetapkan Dwi Untung sebagai tersangka kasus pembunuhan Taslim.
Akhirnya pihak keluarga Taslim melaporkan Polres Karimun terkait dugaan ketidakprofesionalan ke Divisi Propam Mabes Polri pada 4 Agustus 2020 dengan Nomor SPSP2/20165/VIII/2020/Bagyaduan.
Putra dari mendiang Taslim alias Cikok, Robiyanto menjelaskan bahwa langkah membuat laporan di Propam Polri ini ditempuh karena penyidik Polres Karimun belum menangkap enam dari delapan tersangka kasus pembunuhan ayahnya.