Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis bedah onkologi di RSPUN dr. Cipto Mangunkusumo, Sonar Soni Panigoro mengatakan, pemeriksaan gen BRCA (breast cancer gene/gen kanker payudara) 1 atau 2 bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah sekaligus mendeteksi risiko seseorang mengembangkan kanker payudara jika ada riwayat kanker serupa di keluarganya.
"BRCA1 dan 2, gen yang cukup berperan dalam kanker payudara. Selain itu ada gen-gen lain yang diteliti kemungkinan hubungannya. Sayangnya, yang bisa dideteksi BRCA 1 dan 2 ini hanya 5-10 persen, jadi ada faktor lainnya," kata dia dalam webinar bulan kesadaran kanker payudara 2020, Sabtu.
Sebelum pemeriksaan gen, seseorang bisa menjalani skrining melalui konseling genetik untuk memperkirakan risiko terkena kanker payudara. Jika dia diketahui berisiko tinggi maka dia dianjurkan melakukan pemeriksaan genetik BRCA 1 dan 2.
Baca juga: Jangan takut dulu, tak semua benjolan di payudara itu kanker
Baca juga: Dukungan komunitas penting dalam hadapi kanker payudara
"Jika ada sifat (mutasi) BRCA 1 atau 2, maka 85 persen (bisa) terjadi kanker, jadi lakukan pemeriksaan skrining rutin dimulai dari usia 25 tahun," kata Sonar.
Mutasi tertentu gen BRCA bisa menyebabkan sel-sel membelah diri, berubah secara cepat dan bisa menyebabkan kanker. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), semua wanita memiliki gen BRCA1 dan BRCA2, tetapi hanya beberapa wanita yang mengalami mutasi pada gen tersebut.
Jika ibu atau ayah Anda memiliki mutasi gen BRCA1 atau BRCA2, Anda berpeluang 50 persen untuk memiliki mutasi gen yang sama.
Lalu, apakah pemeriksaan gen ini sudah tersedia di Indonesia? Sonar mengiyakan, namun menurut dia masih relatif mahal.
"Pemeriksaan BRCA 1 dan 2 di Indonesia sudah ada tetapi masih mahal, hampir Rp7 jutaan. Ini jadi pemikiran kami untuk ke depan bagaimana menekan pemeriksaan bisa lebih murah," tutur dia.
Selain itu, pemeriksaan gen, dokter juga menyarankan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) setiap bulan, pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) setiap 6 bulan, mamografi dan USG setiap tahun dan MRI payudara untuk mereka yang berusia lebih muda dari 25 tahun.
Baca juga: Bukan hanya pengobatan, pasien kanker juga butuh dukungan mental
Baca juga: Membedakan nyeri jelang menstruasi dengan nyeri akibat tumor payudara
Tak melulu gen
Sonar menuturkan, tak hanya gen yang bisa menyebabkan seseorang terkena kanker payudara, tetapi juga faktor lingkungan dan ini berkontribusi sebesar 95 persen pada kejadian kanker.
Sebesar 30-35 persen di antaranya akibat diet tak sehat, laku 10-20 persen karena obesitas, 15-20 persen akibat infeksi, 25-30 persen karena rokok dan 4-6 persen akibat minuman beralkohol. Sementara sisanya, 10-15 persen karena faktor lainnya.
Selain itu, jenis kelamin perempuan, tidak menikah, menopause terlambat (lebih dari 55 tahun), pernah menjalani operasi tumor jinak payudara, ada riwayat kanker payudara, mendapatkan terapi hormonal yang lama juga bisa menjadi faktor risiko.
Menurut Sonar, kejadian kanker payudara termuda di Indonesia saat ini pernah dialami seseorang berusia 17 tahun. Sementara pada mereka yang di bawah 20 tahun tergolong jarang.
"Mulai 30 tahun ke atas bisa 5 persen (angka kasusnya)," demikian kata dia.
"BRCA1 dan 2, gen yang cukup berperan dalam kanker payudara. Selain itu ada gen-gen lain yang diteliti kemungkinan hubungannya. Sayangnya, yang bisa dideteksi BRCA 1 dan 2 ini hanya 5-10 persen, jadi ada faktor lainnya," kata dia dalam webinar bulan kesadaran kanker payudara 2020, Sabtu.
Sebelum pemeriksaan gen, seseorang bisa menjalani skrining melalui konseling genetik untuk memperkirakan risiko terkena kanker payudara. Jika dia diketahui berisiko tinggi maka dia dianjurkan melakukan pemeriksaan genetik BRCA 1 dan 2.
Baca juga: Jangan takut dulu, tak semua benjolan di payudara itu kanker
Baca juga: Dukungan komunitas penting dalam hadapi kanker payudara
"Jika ada sifat (mutasi) BRCA 1 atau 2, maka 85 persen (bisa) terjadi kanker, jadi lakukan pemeriksaan skrining rutin dimulai dari usia 25 tahun," kata Sonar.
Mutasi tertentu gen BRCA bisa menyebabkan sel-sel membelah diri, berubah secara cepat dan bisa menyebabkan kanker. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), semua wanita memiliki gen BRCA1 dan BRCA2, tetapi hanya beberapa wanita yang mengalami mutasi pada gen tersebut.
Jika ibu atau ayah Anda memiliki mutasi gen BRCA1 atau BRCA2, Anda berpeluang 50 persen untuk memiliki mutasi gen yang sama.
Lalu, apakah pemeriksaan gen ini sudah tersedia di Indonesia? Sonar mengiyakan, namun menurut dia masih relatif mahal.
"Pemeriksaan BRCA 1 dan 2 di Indonesia sudah ada tetapi masih mahal, hampir Rp7 jutaan. Ini jadi pemikiran kami untuk ke depan bagaimana menekan pemeriksaan bisa lebih murah," tutur dia.
Selain itu, pemeriksaan gen, dokter juga menyarankan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) setiap bulan, pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) setiap 6 bulan, mamografi dan USG setiap tahun dan MRI payudara untuk mereka yang berusia lebih muda dari 25 tahun.
Baca juga: Bukan hanya pengobatan, pasien kanker juga butuh dukungan mental
Baca juga: Membedakan nyeri jelang menstruasi dengan nyeri akibat tumor payudara
Tak melulu gen
Sonar menuturkan, tak hanya gen yang bisa menyebabkan seseorang terkena kanker payudara, tetapi juga faktor lingkungan dan ini berkontribusi sebesar 95 persen pada kejadian kanker.
Sebesar 30-35 persen di antaranya akibat diet tak sehat, laku 10-20 persen karena obesitas, 15-20 persen akibat infeksi, 25-30 persen karena rokok dan 4-6 persen akibat minuman beralkohol. Sementara sisanya, 10-15 persen karena faktor lainnya.
Selain itu, jenis kelamin perempuan, tidak menikah, menopause terlambat (lebih dari 55 tahun), pernah menjalani operasi tumor jinak payudara, ada riwayat kanker payudara, mendapatkan terapi hormonal yang lama juga bisa menjadi faktor risiko.
Menurut Sonar, kejadian kanker payudara termuda di Indonesia saat ini pernah dialami seseorang berusia 17 tahun. Sementara pada mereka yang di bawah 20 tahun tergolong jarang.
"Mulai 30 tahun ke atas bisa 5 persen (angka kasusnya)," demikian kata dia.