Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang memperkirakan masih banyaknya konflik agraria atau pertanahan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah, diakibatkan belum diperbaharuinya peraturan daerah Nomor 5 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.
Provinsi Kalimantan Tengah dari sejak berdiri hingga saat ini memiliki persoalan besar terkait tata ruang, kata Teras Narang saat reses secara virtual dengan camat dan sejumlah kepala desa yang ada di Kecamatan Mihing Raya serta Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Selasa.
"Dari sejarah berdirinya Kalimantan Tengah, hampir 99 persen wilayahnya boleh dikatakan kawasan hutan. Jadi, pemerintahannya dari sejak berdiri sampai sekarang, selalu punya masalah dengan tata ruang," beber dia.
Teras yang pernah menjabat Gubernur Kalteng dua periode tersebut mengaku, sejak awal dipercaya dan dilantik pada 2005 silam, belum ada RTRW Kalteng yang disetujui Pemerintah Pusat. Alhasil, sejak 1983 lalu hingga 2005, Kalteng tak 'memiliki' RTRW. Ketiadaan RTRW tersebut pun berdampak pada masalah hutan dan terus terjadi hingga saat ini.
Dia mengatakan pada tanggal 03 Agustus 2015 lalu, pemerintah provinsi Kalteng pun menerbitkan Perda No.5/2015 tentang RTRWP. Di mana penyusunan dan pembahasan hingga penetapan Perda Nomor 5/2015 itu penuh dengan dinamika.
"Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah provinsi kala itu, perda tersebut dapat diselesaikan. Namun, harus diakui, di perda itu sekitar 80 persen wilayah Kalteng masuk kawasan hutan," beber dia.
Baca juga: Revisi RTRWP Kalteng mampu tingkatkan perekonomian, kata Teras Narang
Artinya, lanjut senator asal Provinsi Kalimantan Tengah itu, dari keseluruhan luas wilayah Kalteng, hanya 20 persen masuk Area Penggunaan Lain (APL). Jumlah itu jelas sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat di masa sekarang ini.
Dia mengatakan sesuai dengan pertimbangan pada saat penyusunannya dan ketentuan yang berlaku, sudah seharusnya perda nomor 5 tahun 2015 tersebut dilakukan revisi. Hanya, revisi tersebut dapat dilakukan apabila 13 kabupaten dan satu kota yang ada di Kalteng, membuat RTRW sesuai kondisi di wilayahnya masing-masing.
"Jika kabupaten dan kota se-Kalteng tidak melakukan itu, jelas membuat Perda Nomor 5/2015 tersebut terhambat untuk direvisi. Jika perda tersebut tidak direvisi, berdampak pada belum diperbaharuinya RTRWP Kalteng. Dampak besarnya, konflik agraria di Kalteng sulit untuk ditiadakan dan bakal terus menerus terjadi," kata Teras Narang.
Dalam reses tersebut, Teras Narang menerima aspirasi dari Camat Mihing Raya Christopel Helman. Chistopel menyebut marak masalah pertanahan yang terjadi di wilayahnya. Christopel menambahkan konflik pertanahan ini membuat ada pihak yang dirugikan dan ada pula yang diuntungkan. Potensi konflik pertanahan antar masyarakat atau dengan pelaku usaha disebut mesti diatasi dengan baik.
"Ini kami akui sebagai salah satu tugas kecamatan. Kami akan lebih meningkatkan koordinasi dengan desa dan kelurahan" kata Christopel.
Sementara dalam kesempatan reses terpisah, Yuelis Untung selaku Camat Kuala Kurun juga menyampaikan hal senada. Sembari itu pihaknya mengaku akan mencermati bagaimana isu penataan ruang akan diatur lebih lanjut pasca terbitnya UU Cipta Kerja yang baru-baru ini disahkan oleh DPR RI.
Baca juga: Teras Narang minta pemda bersinergi jawab tantangan pangan masyarakat
Baca juga: Teras Narang dukung dua desa di Pulpis kembangkan wisata budaya dan alam
Baca juga: Teras Narang siap bantu fasilitasi IAIN Palangka Raya berubah jadi UIN
Provinsi Kalimantan Tengah dari sejak berdiri hingga saat ini memiliki persoalan besar terkait tata ruang, kata Teras Narang saat reses secara virtual dengan camat dan sejumlah kepala desa yang ada di Kecamatan Mihing Raya serta Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas, Selasa.
"Dari sejarah berdirinya Kalimantan Tengah, hampir 99 persen wilayahnya boleh dikatakan kawasan hutan. Jadi, pemerintahannya dari sejak berdiri sampai sekarang, selalu punya masalah dengan tata ruang," beber dia.
Teras yang pernah menjabat Gubernur Kalteng dua periode tersebut mengaku, sejak awal dipercaya dan dilantik pada 2005 silam, belum ada RTRW Kalteng yang disetujui Pemerintah Pusat. Alhasil, sejak 1983 lalu hingga 2005, Kalteng tak 'memiliki' RTRW. Ketiadaan RTRW tersebut pun berdampak pada masalah hutan dan terus terjadi hingga saat ini.
Dia mengatakan pada tanggal 03 Agustus 2015 lalu, pemerintah provinsi Kalteng pun menerbitkan Perda No.5/2015 tentang RTRWP. Di mana penyusunan dan pembahasan hingga penetapan Perda Nomor 5/2015 itu penuh dengan dinamika.
"Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah provinsi kala itu, perda tersebut dapat diselesaikan. Namun, harus diakui, di perda itu sekitar 80 persen wilayah Kalteng masuk kawasan hutan," beber dia.
Baca juga: Revisi RTRWP Kalteng mampu tingkatkan perekonomian, kata Teras Narang
Artinya, lanjut senator asal Provinsi Kalimantan Tengah itu, dari keseluruhan luas wilayah Kalteng, hanya 20 persen masuk Area Penggunaan Lain (APL). Jumlah itu jelas sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat di masa sekarang ini.
Dia mengatakan sesuai dengan pertimbangan pada saat penyusunannya dan ketentuan yang berlaku, sudah seharusnya perda nomor 5 tahun 2015 tersebut dilakukan revisi. Hanya, revisi tersebut dapat dilakukan apabila 13 kabupaten dan satu kota yang ada di Kalteng, membuat RTRW sesuai kondisi di wilayahnya masing-masing.
"Jika kabupaten dan kota se-Kalteng tidak melakukan itu, jelas membuat Perda Nomor 5/2015 tersebut terhambat untuk direvisi. Jika perda tersebut tidak direvisi, berdampak pada belum diperbaharuinya RTRWP Kalteng. Dampak besarnya, konflik agraria di Kalteng sulit untuk ditiadakan dan bakal terus menerus terjadi," kata Teras Narang.
Dalam reses tersebut, Teras Narang menerima aspirasi dari Camat Mihing Raya Christopel Helman. Chistopel menyebut marak masalah pertanahan yang terjadi di wilayahnya. Christopel menambahkan konflik pertanahan ini membuat ada pihak yang dirugikan dan ada pula yang diuntungkan. Potensi konflik pertanahan antar masyarakat atau dengan pelaku usaha disebut mesti diatasi dengan baik.
"Ini kami akui sebagai salah satu tugas kecamatan. Kami akan lebih meningkatkan koordinasi dengan desa dan kelurahan" kata Christopel.
Sementara dalam kesempatan reses terpisah, Yuelis Untung selaku Camat Kuala Kurun juga menyampaikan hal senada. Sembari itu pihaknya mengaku akan mencermati bagaimana isu penataan ruang akan diatur lebih lanjut pasca terbitnya UU Cipta Kerja yang baru-baru ini disahkan oleh DPR RI.
Baca juga: Teras Narang minta pemda bersinergi jawab tantangan pangan masyarakat
Baca juga: Teras Narang dukung dua desa di Pulpis kembangkan wisata budaya dan alam
Baca juga: Teras Narang siap bantu fasilitasi IAIN Palangka Raya berubah jadi UIN