Sampit (ANTARA) - Sekretaris Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, Juliansyah mendorong dilakukannya reboisasi untuk menyelamatkan hutan yang tersisa, sekaligus mencegah agar banjir tidak semakin parah.
"Salah satu penyebab banjir yang saat ini melanda sejumlah titik di Kotim karena memang terjadi kerusakan alam yang begitu masif. Ini tidak terlepas dari ulah tangan manusia. Makanya, kita harus lakukan reboisasi untuk memperbaiki lingkungan kita," kata Juliansyah di Sampit, Selasa.
Politisi yang juga menjabat Sekretaris Fraksi dan Partai Gerindra Kotawaringin Timur ini menilai banjir yang terjadi dari tahun ke tahun, cenderung semakin parah. Kerusakan dan terus berkurangnya hutan untuk berbagai kepentingan, diyakini berpengaruh besar terhadap tingkat kerawanan bencana alam, khususnya banjir.
Hampir semua kecamatan di kabupaten ini memiliki daerah-daerah rawan banjir. Belum lama ini banjir melanda sejumlah kecamatan seperti Mentaya Hulu, Telaga Antang, Antang Kalang, Tualan Hulu, Bukit Santuai, Parenggean, Cempaga Hulu, Cempaga, Kota Besi bahkan kecamatan di kawasan pusat kota.
Pembukaan hutan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap daya dukung lingkungan, menimbulkan dampak buruk sehingga membuat ancaman bencana terus meningkat.
Baca juga: Ikan asin jadi pengusir kejenuhan di Posko Satgas Penanganan COVID-19
Daerah resapan air terus berkurang karena hutannya semakin rusak maupun karena imbas perluasan areal korporasi. Akibatnya ketika terjadi hujan deras, sungai dengan mudah meluap dan merendam permukiman warga.
Jika rehabilitasi hutan tidak dilakukan, dikhawatirkan kondisinya akan semakin parah. Dampaknya, potensi bencana terus meningkat dan semakin lama semakin parah sehingga akan dirasakan generasi penerus.
Hutan yang semakin rusak akan menimbulkan bencana yang potensinya juga besar. Jangan sampai kekeliruan ini akan membuat generasi saat ini disalahkan oleh para generasi penerus nantinya karena dinilai tidak mampu menjalankan pemerintahan dengan baik.
"Misalkan diprogramkan penanaman seribu hektare untuk pohon karet, jelutung, sengon ataupun tanaman kayu lainnya yang fungsinya menyamai hutan primer sebelumnya. Saya berharap ini bisa terwujud agar kerusakan lingkungan dan dampaknya tidak semakin parah," demikian Juliansyah.
Baca juga: Pasien COVID-19 meninggal dunia di Kotim jadi delapan orang
Baca juga: Makam terbongkar dampak banjir, DPRD Kotim sarankan ini
"Salah satu penyebab banjir yang saat ini melanda sejumlah titik di Kotim karena memang terjadi kerusakan alam yang begitu masif. Ini tidak terlepas dari ulah tangan manusia. Makanya, kita harus lakukan reboisasi untuk memperbaiki lingkungan kita," kata Juliansyah di Sampit, Selasa.
Politisi yang juga menjabat Sekretaris Fraksi dan Partai Gerindra Kotawaringin Timur ini menilai banjir yang terjadi dari tahun ke tahun, cenderung semakin parah. Kerusakan dan terus berkurangnya hutan untuk berbagai kepentingan, diyakini berpengaruh besar terhadap tingkat kerawanan bencana alam, khususnya banjir.
Hampir semua kecamatan di kabupaten ini memiliki daerah-daerah rawan banjir. Belum lama ini banjir melanda sejumlah kecamatan seperti Mentaya Hulu, Telaga Antang, Antang Kalang, Tualan Hulu, Bukit Santuai, Parenggean, Cempaga Hulu, Cempaga, Kota Besi bahkan kecamatan di kawasan pusat kota.
Pembukaan hutan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap daya dukung lingkungan, menimbulkan dampak buruk sehingga membuat ancaman bencana terus meningkat.
Baca juga: Ikan asin jadi pengusir kejenuhan di Posko Satgas Penanganan COVID-19
Daerah resapan air terus berkurang karena hutannya semakin rusak maupun karena imbas perluasan areal korporasi. Akibatnya ketika terjadi hujan deras, sungai dengan mudah meluap dan merendam permukiman warga.
Jika rehabilitasi hutan tidak dilakukan, dikhawatirkan kondisinya akan semakin parah. Dampaknya, potensi bencana terus meningkat dan semakin lama semakin parah sehingga akan dirasakan generasi penerus.
Hutan yang semakin rusak akan menimbulkan bencana yang potensinya juga besar. Jangan sampai kekeliruan ini akan membuat generasi saat ini disalahkan oleh para generasi penerus nantinya karena dinilai tidak mampu menjalankan pemerintahan dengan baik.
"Misalkan diprogramkan penanaman seribu hektare untuk pohon karet, jelutung, sengon ataupun tanaman kayu lainnya yang fungsinya menyamai hutan primer sebelumnya. Saya berharap ini bisa terwujud agar kerusakan lingkungan dan dampaknya tidak semakin parah," demikian Juliansyah.
Baca juga: Pasien COVID-19 meninggal dunia di Kotim jadi delapan orang
Baca juga: Makam terbongkar dampak banjir, DPRD Kotim sarankan ini