Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, memeriksa Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur Gusril Pausi sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP).
Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk Edhy dalam penyidikan kasus suap oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada tahun 2020.
"Iya benar (sudah hadir di Gedung KPK menjalani pemeriksaan)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, keduanya telah dipanggil KPK. Namun, belum menghadiri panggilan penyidik. Rohidin tidak hadir pada hari Selasa (12/1) setelah surat panggilan belum diterima yang bersangkutan.
Begitu pula, Gusri tidak hadir pada hari Senin (11/1). Gusril pun mengaku tidak pernah mendapat surat panggilan.
Selain itu, penyidik KPK, Senin, turut memanggil empat orang lainnya sebagai saksi untuk tersangka Edhy Prabowo, yakni Direktur Keuangan PT Dua Putra Perkasa (DPP) M Zainul Fatih, dua orang karyawan swasta atas nama Jaya Marlian dan Sharidi Yandpi, serta petani bernama Zulhijar.
Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni staf khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Safri (SAF), staf khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Andreau Pribadi Misata (APM).
Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy, dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya, pada tanggal 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar untuk keperluan Edhy dan istrinya, Iis Rosita Dewi, serta Safri dan Andreau.
Uang itu diduga untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sekitar Rp750 juta, di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100.000 dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk Edhy dalam penyidikan kasus suap oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha, dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada tahun 2020.
"Iya benar (sudah hadir di Gedung KPK menjalani pemeriksaan)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, keduanya telah dipanggil KPK. Namun, belum menghadiri panggilan penyidik. Rohidin tidak hadir pada hari Selasa (12/1) setelah surat panggilan belum diterima yang bersangkutan.
Begitu pula, Gusri tidak hadir pada hari Senin (11/1). Gusril pun mengaku tidak pernah mendapat surat panggilan.
Selain itu, penyidik KPK, Senin, turut memanggil empat orang lainnya sebagai saksi untuk tersangka Edhy Prabowo, yakni Direktur Keuangan PT Dua Putra Perkasa (DPP) M Zainul Fatih, dua orang karyawan swasta atas nama Jaya Marlian dan Sharidi Yandpi, serta petani bernama Zulhijar.
Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya, yakni staf khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Safri (SAF), staf khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Andreau Pribadi Misata (APM).
Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy, dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya, pada tanggal 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar untuk keperluan Edhy dan istrinya, Iis Rosita Dewi, serta Safri dan Andreau.
Uang itu diduga untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sekitar Rp750 juta, di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, serta baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100.000 dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.