Jakarta (ANTARA) - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Pol. Rusdi Hartono membenarkan informasi bahwa Ustaz Maaher At-Thuwailibi alias Soni Eranata telah wafat.
"Benar, (meninggal) karena sakit," kata Brigjen Pol. Rusdi Hartono saat dihubungi di Jakarta, Senin malam.
Kendati demikian, Rusdi tidak menjelaskan sakit yang diderita Soni Eranata.
Baca juga: Polisi resmi tahan Ustadz Maaher At-Thuwailibi
Sebelumnya, beredar informasi bahwa Soni Eranata wafat di Rumah Tahanan Bareskrim Polri.
Djuju Purwantoro selaku kuasa hukum Soni mengkonfirmasi perihal tersebut.
"Iya betul, beliau meninggal sekitar pukul 19.00 WIB di Rutan Mabes Polri," kata Djuju Purwantoro.
Djuju menyebut sebelum wafat, kliennya sudah bolak-balik ke RS Polri Said Soekanto untuk menjalani perawatan atas penyakit yang dideritanya. Namun, Djuju tidak menjelaskan penyakit Soni.
Pihak keluarga Soni pun telah mengajukan permohonan kepada penyidik agar Soni dirawat di RS UMMI, Bogor, Jawa Barat.
Baca juga: Polisi tangkap Ustadz Maaher terkait ujaran kebencian di medsos
"Berkas 3 hari lalu sudah dilimpahkan ke kejaksaan, hari Kamis saya sudah kirimkan surat agar yang bersangkutan kembali dirawat di RS UMMI Bogor atas permintaan keluarga," kata Djuju.
Namun, permintaan rujukan ke RS UMMI belum mendapat persetujuan dari penyidik.
Soni pun akhirnya meninggal dunia di Rutan Bareskrim Polri.
Djuju mengatakan bahwa jenazah kliennya telah dibawa ke Rumah Sakit Polri Said Soekanto malam ini juga.
Djuju pada malah ini berada di RS Polri.
Baca juga: Diancam dibunuh, Abu Janda laporkan Ustadz Maaher At-Thuwalibi ke Bareskrim
Sebelumnya, di awal Desember 2020, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Ustaz Maaher At-Thuwailibi alias Soni Eranata terkait dengan unggahan ujaran kebencian di akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_.
Soni ditangkap untuk menindaklanjuti adanya laporan polisi bernomor LP/B/0677/XI/2020/Bareskrim tertanggal 27 November 2020.
Dalam kasusnya, Soni Eranata diduga melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 Ayat (2) juncto Pasal 28 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca juga: Polri sebut penangkapan Ustadz Maaher telah sesuai prosedur