Jakarta (ANTARA) - Pakar pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengingatkan kemungkinan dampak masuknya varian baru virus corona, B117, yang sudah memasuki Indonesia pada 2 Maret lalu, yakni mencakup pemakaian masker hingga vaksin COVID-19 yang tersedia saat ini.
Dia menyarankan Anda memaksimalkan protokol kesehatan lain yakni mengenakan masker, mencuci tangan rutin, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
"Yang jelas 3M, dan M-M lain harus maksimal. Tentang masker yang sejauh ini ada adalah double masker kain, tentu masker medis lebih bagus dan apalagi kalau N95. Saya biasa pakai N95 karena usia sudah 66 tahun," kata dia kepada ANTARA melalui pesan elektroniknya, Kamis.
Tjandra yang menjabat sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas YARSI, mengatakan ada sejumlah kemungkinan dampak mutasi virus penyebab COVID-19 ini salah satunya terkait diagnosis. Menurut dia, walaupun ada perubahan pada antena atau spike virus akibat mutasi, tetapi PCR masih tetap berfungsi baik.
Baca juga: Gunakan kantong ketimbang kalung tali untuk simpan masker, kata Satgas
Selain itu, terkait dampak pada penularan, B117 dikatakan lebih mudah menular dibandingkan dengan versi yang lama.
"Sebagian data menyebutkan penularannya dapat sampai 30- 50 persen lebih sering," tutur dia.
Lalu, mengenai berat ringannya penyakit, saat ini belum ada cukup bukti mutasi ini akan membuat penyakit jadi lebih berat. Namun, para peneliti dari New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group di Inggris (NERVTAG) pada 11 Februari lalu melalui laporannya menyebutkan ada hubungan B117 dan meningkatnya risiko pasien harus dirawat di rumah sakit dan bahkan kematian.
Walau begitu mereka tak menampik adanya potensi kelemahan dalam sistem pengumpulan data.
Dampak lainnya, terkait vaksin. Menurut Tjandra, sejauh ini belum ada laporan yang jelas yang menyebutkan mutasi B117 berdampak pada efektifitas vaksin. Dengan kata lain, vaksin yang kini tersedia tetap dapat bermanfaat sesuai nilai efikasinya.
Baca juga: Benarkah pakai masker selama setahun dapat picu kanker?
Di sisi lain, ada kemungkinan gabungan satu mutasi dengan mutasi lainnya. Inggris yang menjadi asal mula B117 melaporkan pasien terkonfirmasi B117 dan B1351 dari Afrika Selatan.
"Artinya, kita semua juga perlu waspada terhadap kemungkinan mutasi ganda seperti ini," tutur Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur WHO SEARO dan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes di Kementerian Kesehatan itu.
Pemerintah Inggris mengambil tiga langkah penting usai menemukan kasus B117 yakni melaporkannya pada organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Desember 2020 dalam kerangka International Health Regulation (IHR).
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson lalu menyampaikan kemungkinan dampak mutasi ini dan membentuk suatu badan khusus untuk mempelajari mutasi ini, yakni NERVTAG on SARS-CoV-2 variant B117.
Baca juga: Hindari jerawat dengan cuci muka pakai sabun setiap ganti masker
Baca juga: Rekomendasi masker terkini jelang setahun pandemi
Baca juga: Lebih baik mana masker kain atau masker bedah?
Baca juga: Kenali tanda masker sudah waktunya diganti
Dia menyarankan Anda memaksimalkan protokol kesehatan lain yakni mengenakan masker, mencuci tangan rutin, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
"Yang jelas 3M, dan M-M lain harus maksimal. Tentang masker yang sejauh ini ada adalah double masker kain, tentu masker medis lebih bagus dan apalagi kalau N95. Saya biasa pakai N95 karena usia sudah 66 tahun," kata dia kepada ANTARA melalui pesan elektroniknya, Kamis.
Tjandra yang menjabat sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas YARSI, mengatakan ada sejumlah kemungkinan dampak mutasi virus penyebab COVID-19 ini salah satunya terkait diagnosis. Menurut dia, walaupun ada perubahan pada antena atau spike virus akibat mutasi, tetapi PCR masih tetap berfungsi baik.
Baca juga: Gunakan kantong ketimbang kalung tali untuk simpan masker, kata Satgas
Selain itu, terkait dampak pada penularan, B117 dikatakan lebih mudah menular dibandingkan dengan versi yang lama.
"Sebagian data menyebutkan penularannya dapat sampai 30- 50 persen lebih sering," tutur dia.
Lalu, mengenai berat ringannya penyakit, saat ini belum ada cukup bukti mutasi ini akan membuat penyakit jadi lebih berat. Namun, para peneliti dari New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group di Inggris (NERVTAG) pada 11 Februari lalu melalui laporannya menyebutkan ada hubungan B117 dan meningkatnya risiko pasien harus dirawat di rumah sakit dan bahkan kematian.
Walau begitu mereka tak menampik adanya potensi kelemahan dalam sistem pengumpulan data.
Dampak lainnya, terkait vaksin. Menurut Tjandra, sejauh ini belum ada laporan yang jelas yang menyebutkan mutasi B117 berdampak pada efektifitas vaksin. Dengan kata lain, vaksin yang kini tersedia tetap dapat bermanfaat sesuai nilai efikasinya.
Baca juga: Benarkah pakai masker selama setahun dapat picu kanker?
Di sisi lain, ada kemungkinan gabungan satu mutasi dengan mutasi lainnya. Inggris yang menjadi asal mula B117 melaporkan pasien terkonfirmasi B117 dan B1351 dari Afrika Selatan.
"Artinya, kita semua juga perlu waspada terhadap kemungkinan mutasi ganda seperti ini," tutur Tjandra yang pernah menjabat sebagai Direktur WHO SEARO dan Dirjen P2P & Kepala Balitbangkes di Kementerian Kesehatan itu.
Pemerintah Inggris mengambil tiga langkah penting usai menemukan kasus B117 yakni melaporkannya pada organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Desember 2020 dalam kerangka International Health Regulation (IHR).
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson lalu menyampaikan kemungkinan dampak mutasi ini dan membentuk suatu badan khusus untuk mempelajari mutasi ini, yakni NERVTAG on SARS-CoV-2 variant B117.
Baca juga: Hindari jerawat dengan cuci muka pakai sabun setiap ganti masker
Baca juga: Rekomendasi masker terkini jelang setahun pandemi
Baca juga: Lebih baik mana masker kain atau masker bedah?
Baca juga: Kenali tanda masker sudah waktunya diganti