Jakarta (ANTARA) - Beberapa waktu lalu beberapa pakar kesehatan menyarankan pemakaian dua masker karena varian baru virus corona lebih mudah menyebar daripada versi virus sebelumnya.
Sebagian mereka berpendapat, orang sebaiknya mengenakan masker bedah, atau masker kain setelah masker bedah atau masker N95 yang dipakai dengan baik.
Ketua Terpilih PB IDI sekaligus Ketua Tim Mitigasi COVID-19 PB IDI, Dr. Muhammad Adib Khumaidi saat ini tidak merekomendasikan masker kain karena ketiadaan fungsi filtrasi.
"Kami tidak merekomendasikan masker kain karena fungsi untuk filternya tidak ada. (Kita) harus melihat kondisi di mana kita berada, kalau sebagai tenaga medis memang disarankan N95. Ini pun tidak boleh dipakai terus menerus," ujar dia dalam sebuah webinar yang digelar Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Jumat (5/2) malam.
Adib mengingatkan, masker bedah ataupun N95 sebaiknya tidak digunakan lebih dari 4-5 jam karena fungsi perlindungannya bisa menurun seiring waktu pemakaian.
Masker menghalangi partikel air liur yang keluar dari mulut dan hidung. Partikel-partikel ini dapat membawa virus SARS-CoV-2 dari satu orang ke orang lain, jadi memakai masker membantu untuk menghentikan penularan itu.
Dari sisi perlindungan, N95 diketahui lebih baik memblokir setidaknya 95 persen partikel kecil di udara, termasuk partikel berdiameter tiga persepuluh mikron, menurut Scientific American.
Masker kain melindungi orang lain dengan menjaga partikel-partikel itu keluar dari udara sekaligus melindungi pemakainya agar tetesan infeksi di udara tidak mencapai hidung atau mulut.
Ilustrasi masker kain (ANTARA/Pixabay)
Sementara itu, masker bedah memblokir lebih sedikit partikel terkecil, tetapi menawarkan lebih banyak perlindungan bagi pemakainya daripada masker kain satu lapis, menurut tinjauan studi dalam jurnal The Lancet pada Juni 2020.
Ketua Umum Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) sekaligus epidemiolog Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ridwan Amiruddin mengatakan, pada prinsipnya mengenakan masker kain tiga lapis (dengan tingkat kerapatan benang tinggi) tidak salah.
Dalam beberapa kasus, masker kain berkualitas lebih tinggi ini dapat menyaring hampir 50 persen partikel halus yang berdiameter kurang dari 1 mikron.Virus corona sendiri berdiameter sekitar 0,1 mikron dan dapat dibawa dalam aerosol yang berukuran lebih kecil dari 5 mikron dan tetesan yang lebih besar.
Untuk masyarakat umum, menempatkan masker kain setelah masker bedah mungkin merupakan pilihan terbaik, menurut Popular Science.
Scott Segal dari Thomas H. Irving Professor and Chair Department of Anesthesiology di Wake Foesrt Baptist Health, Winston-Salem, North Carolina seperti dikutip dari Health mengatakan, ide mengenakan dua masker masuk akal jika kemampuan filtrasi satu masker tidak terlalu kuat.
Sebagian mereka berpendapat, orang sebaiknya mengenakan masker bedah, atau masker kain setelah masker bedah atau masker N95 yang dipakai dengan baik.
Ketua Terpilih PB IDI sekaligus Ketua Tim Mitigasi COVID-19 PB IDI, Dr. Muhammad Adib Khumaidi saat ini tidak merekomendasikan masker kain karena ketiadaan fungsi filtrasi.
"Kami tidak merekomendasikan masker kain karena fungsi untuk filternya tidak ada. (Kita) harus melihat kondisi di mana kita berada, kalau sebagai tenaga medis memang disarankan N95. Ini pun tidak boleh dipakai terus menerus," ujar dia dalam sebuah webinar yang digelar Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Jumat (5/2) malam.
Adib mengingatkan, masker bedah ataupun N95 sebaiknya tidak digunakan lebih dari 4-5 jam karena fungsi perlindungannya bisa menurun seiring waktu pemakaian.
Masker menghalangi partikel air liur yang keluar dari mulut dan hidung. Partikel-partikel ini dapat membawa virus SARS-CoV-2 dari satu orang ke orang lain, jadi memakai masker membantu untuk menghentikan penularan itu.
Dari sisi perlindungan, N95 diketahui lebih baik memblokir setidaknya 95 persen partikel kecil di udara, termasuk partikel berdiameter tiga persepuluh mikron, menurut Scientific American.
Masker kain melindungi orang lain dengan menjaga partikel-partikel itu keluar dari udara sekaligus melindungi pemakainya agar tetesan infeksi di udara tidak mencapai hidung atau mulut.
Sementara itu, masker bedah memblokir lebih sedikit partikel terkecil, tetapi menawarkan lebih banyak perlindungan bagi pemakainya daripada masker kain satu lapis, menurut tinjauan studi dalam jurnal The Lancet pada Juni 2020.
Ketua Umum Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PERSAKMI) sekaligus epidemiolog Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Ridwan Amiruddin mengatakan, pada prinsipnya mengenakan masker kain tiga lapis (dengan tingkat kerapatan benang tinggi) tidak salah.
Dalam beberapa kasus, masker kain berkualitas lebih tinggi ini dapat menyaring hampir 50 persen partikel halus yang berdiameter kurang dari 1 mikron.Virus corona sendiri berdiameter sekitar 0,1 mikron dan dapat dibawa dalam aerosol yang berukuran lebih kecil dari 5 mikron dan tetesan yang lebih besar.
Untuk masyarakat umum, menempatkan masker kain setelah masker bedah mungkin merupakan pilihan terbaik, menurut Popular Science.
Scott Segal dari Thomas H. Irving Professor and Chair Department of Anesthesiology di Wake Foesrt Baptist Health, Winston-Salem, North Carolina seperti dikutip dari Health mengatakan, ide mengenakan dua masker masuk akal jika kemampuan filtrasi satu masker tidak terlalu kuat.