Palangka Raya (ANTARA) - Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, bagi pelaku pembakar hutan dan lahan di provinsi setempat akan dikenakan sanksi tindak pidana baik itu perorangan maupun korporasi.
"Untuk korporasi yang terbukti melakukan pembakaran lahan dan hutan tentunya mendapatkan sanksi yang lebih berat, selain pidana juga ada sanksi tambahan yakni penutupan usaha," kata Dedi kepada wartawan di Palangka Raya, Sabtu.
Jenderal berpangkat bintang dua itu menegaskan, dalam kasus karhutla ini Polda Kalteng tidak pandang bulu terkhusus dalam penindakan, baik sifatnya perorangan maupun korporasi.
Sanksi yang diberikan kepada pelaku pembakar lahan juga sudah sangat tegas, karena sanksi persoalan karhutla juga sudah diatur dalam kitab Undang-Undang hukum pidana pada pasal 187 dan 188.
"Kemudian pada Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 pasal 78, Undang-Undang nomor 39 tahun 2009, Undang-Undang nomor 49 tahun 2014 dan Peraturan Daerah Provinsi Kalteng nomor 1 tahun 2020," ungkapnya.
Dedi menuturkan, saat ini pihaknya terus melakukan berbagai upaya agar Kalteng bebas dari bencana karhutla pada 2021 ini.
Sarana dan prasarana maupun personel sudah dipersiapkan, serta kesiapsiagaan juga telah dilakukan. Persiapan melibatkan beberapa instansi terkait, baik di Pemerintah Provinsi Kalteng serta lainnya.
"Pembakaran hutan dan lahan merupakan tindakan kejahatan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 4 tahun 2001 tentang pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan karhutla," ungkap pria yang pernah menjabat Karobinkar SSDM Polri itu.
Selanjutnya, Dedi yang juga pernah menjabat Karopenmas Divhumas Polri menambahkan, bencana karhutla memiliki dampak menghancurkan habitat, serta hubungan dari ragam flora dan fauna yang menyebabkan hilangnya ekosistem maupun keanekaragaman hayati.
"Lalu mengganggu kesehatan serta kegiatan masyarakat seperti pendidikan, transportasi dan perekonomian. Ditambah dengan buruknya citra dari Indonesia di mata masyarakat internasional sebagai wilayah produksi asap akibat karhutla di wilayahnya," tandasnya.
"Untuk korporasi yang terbukti melakukan pembakaran lahan dan hutan tentunya mendapatkan sanksi yang lebih berat, selain pidana juga ada sanksi tambahan yakni penutupan usaha," kata Dedi kepada wartawan di Palangka Raya, Sabtu.
Jenderal berpangkat bintang dua itu menegaskan, dalam kasus karhutla ini Polda Kalteng tidak pandang bulu terkhusus dalam penindakan, baik sifatnya perorangan maupun korporasi.
Sanksi yang diberikan kepada pelaku pembakar lahan juga sudah sangat tegas, karena sanksi persoalan karhutla juga sudah diatur dalam kitab Undang-Undang hukum pidana pada pasal 187 dan 188.
"Kemudian pada Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 pasal 78, Undang-Undang nomor 39 tahun 2009, Undang-Undang nomor 49 tahun 2014 dan Peraturan Daerah Provinsi Kalteng nomor 1 tahun 2020," ungkapnya.
Dedi menuturkan, saat ini pihaknya terus melakukan berbagai upaya agar Kalteng bebas dari bencana karhutla pada 2021 ini.
Sarana dan prasarana maupun personel sudah dipersiapkan, serta kesiapsiagaan juga telah dilakukan. Persiapan melibatkan beberapa instansi terkait, baik di Pemerintah Provinsi Kalteng serta lainnya.
"Pembakaran hutan dan lahan merupakan tindakan kejahatan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 4 tahun 2001 tentang pengendalian kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan karhutla," ungkap pria yang pernah menjabat Karobinkar SSDM Polri itu.
Selanjutnya, Dedi yang juga pernah menjabat Karopenmas Divhumas Polri menambahkan, bencana karhutla memiliki dampak menghancurkan habitat, serta hubungan dari ragam flora dan fauna yang menyebabkan hilangnya ekosistem maupun keanekaragaman hayati.
"Lalu mengganggu kesehatan serta kegiatan masyarakat seperti pendidikan, transportasi dan perekonomian. Ditambah dengan buruknya citra dari Indonesia di mata masyarakat internasional sebagai wilayah produksi asap akibat karhutla di wilayahnya," tandasnya.